Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHHUKUM & KRIMINALTERBARU

Sidang Lanjutan Wabup Pessel, Saksi ahli : Merusak atau menimbun Merupakan perbuatan merusak mangrove

136
×

Sidang Lanjutan Wabup Pessel, Saksi ahli : Merusak atau menimbun Merupakan perbuatan merusak mangrove

Sebarkan artikel ini

PAINAN, RELASIPUBLIK – Sidang lanjutan dugaan perusakan lingkungan dan mangrove di Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dengan terdakwa Rusma Yul Anwar, penasehat hukum menghadirkan tiga orang saksi ahli, masing masing DR. Harsanto Nursadi ahli hukum Adminittasi negara dan hukum lingkungan Universitas Indonesia, Sukanda Hosen Ahli hukum lingkungan Unand dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Pesisir Selatan Madrianto.

Saksi ahli DR. Harsanto Nursadi, SH, M.Si, menyebut membabat atau menimbun mangrove termasuk perbuatan merusak mangrove.

“Perbuatan menimbun mangrove tanpa izin, bahkan punya izin sekalipun jika kerusakannya melampaui baku mutu merupakan tindak pidana lingkungan, “kata DR. Harsanto Nursadi, SH, M.Si, di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, Kamis (5/12).

Menjawab pertanyaan hakim, DR. Harsanto Nursadi, SH, M.Si, menjelaskan, jika akan melakukan kegiatan penimbunan yang diperkirakan dapat mengakibatkan tertimbunnya mangrove harus mengurus izin sebelum kegiatan tersebut dilakukan.

Sementara itu, DR. Sukanda Hosen Ahli hukum lingkungan Unand, menyebutkan untuk mengukur baku mutu kerusakan lingkungan berpedoman kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004 tentang kriteria baku mutu dan pedoman penentuan kerusakan mangrove.

Sementara lanjutnya, pihak yang berwenang melakukan pengukuran baku mutu kerusakan lingkungan adalah dinas lingkungan hidup.

Pada sidang sebelumnya yang digelar pada Kamis (28/11) saksi ahli yang merupakan Ahli Perizinan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Esther Simon menegaskan sebuah rencana atau usaha yang wajib Amdal atau UKL UPL yang disusun oleh pemrakarsa.

Hal tersebut dimaksud untuk memastikan lingkungan hidup tetap terlindungi dan terkelola dengan baik dan sesuai amanat Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada undang-undang yang sama disebutkan jika suatu usaha atau kegiatan tidak memiliki izin lingkungan maka dalam pelaksanaannya pemrakarsa terancam pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.

Sidang dilanjutkan, Rabu (11/12) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari terdakwa***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *