Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHHUKUM & KRIMINALTERBARU

Polemik Pengurusan PTSL di Kecamatan Bayang Pessel.  BPN : Kami Tidak Pernah Menerima Uang Sepeserpun

197
×

Polemik Pengurusan PTSL di Kecamatan Bayang Pessel.  BPN : Kami Tidak Pernah Menerima Uang Sepeserpun

Sebarkan artikel ini
Ketua Penyelenggara Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) BPN, Aguslim, saat berada diruangannya. (Okis Mardiansyah) 

 

PAINAN, RELASIPUBLIK – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesisir Selatan, akan meyurati Kakanwil Sumbar, untuk melakukan konsultasi terkait persoalan pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Berapak, Kecamatan Bayang yang tergabung pada empat nagari daerah itu.

Ketua Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) BPN, Aguslim mengatakan, persoalan yang terjadi pada empat nagari tersebut yakni, Kenagarian Kapelgam, Koto Berapak, Koto Baru dan Kenagarian Kubang, hingga saat ini pihaknya mengaku belum bisa menyerahkan sertifikat tersebut sebelum permasalahanya selesai.

“Dalam waktu dekat, pihak kita (BPN) akan menyurati Kakanwil Sumbar untuk berkonsultasi. Sebelum permasalahan selesai ditingkat bawah, kami tidak akan menyerahkan sertifikat itu,” sebutnya saat ditemui Haluan diruangannya. Jumat, (12/1).

Menurutnya, dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oleh beberapa oknum KAN Koto Berapak yang membawa nama lembaga memang menyalahi aturan. Sebab, dalam pengurusan sertifikat PTSL atau prona sudah dibiayai oleh negara. Dan pihaknya tak ingin mencampuri permasalahan tersebut lebih dalam.

“Jadi, terkait polemik ini pihak kami tidak ingin mencampuri lebih dalam. Namun, ada semacam kebijakan yang diatur oleh tiga Menteri yakni Menteri Agraria, Kemendagri dan PUPR dan nantinya diperkuat dalam Perbup. Bahwa pihak nagari hanya dibolehkan memungut biaya sebesar Rp250 ribu untuk jasa restribusi. Sebenarnya permasalahan dibawah bukanlah dari pihak kami (BPN). Sebab, sepeserpun kami tidak pernah memungut biaya, karena program ini sudah dibiayai oleh negara,” jelasnya.

Lebih lanjut kata dia, berdasarkan peraturan 3 menteri tersebut, maka pemerintah daerah (Pemda) di anjurkan untuk dapat membantu nagari dalam membuat kebijakan terkait anggaran dalam pengurusan PTSL atau alashak tanah. Namun, lanjut dia, jika Pemda tidak ada anggaran, pihak nagari diperbolehkan memunggut biaya sebesar Rp250 ribu dalam pengurusan sertifikat alashak tanah tersebut.

“Perbupnya saat ini belum ada. Sementara program sudah jalan. Jadi, dengan pertimbangan ini, pihak kita (BPN) memperbolehkan Walinagari memungut biaya sesuai aturan itu,” jelasnya.

Ditambahkannya, progam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah program tahun 2017. Dari awal program berjalan, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan penyuluhan dan Sosialisasi kepada masyarakat, Ninik Mamak, Walinagari di kantor KAN setempat. Dalam kegiatan tersebut, pihaknya tetap melibatkan petugas aparat hukum seperti kepolisian dan jaksa.

“Sebenarnya kami menjadi dilema terkait persoalan ini. Namun, yang jelas kami dari BPN tidak ada menerima sepeserpun dari tingkat bawah. Pada saat sosialisasi Ninik Mamak tetap kami libatkan beserta aparat hukum polisi dan jaksa,” tutupnya.

Sebelumnya, Puluhan Ninik Mamak beserta korban penipuan pengurusan Alashak tanah atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang tergabung di empat kenagarian, yakni Nagari Koto Berapak, Nagari Kapelgam, Nagari Kubang dan Nagari Koto Baru, mendatangai kantor Polisi Resort Pesisir Selatan, untuk meminta ketegasan aparat hukum terkait kasus dugaan pungutan liar (Pungli) oleh oknum KAN di Kecamatan Bayang. Kamis (11/1).

Salah seorang Ninik Mamak nagari setempat, Dt.Mandaro Kayo mengatakan, pungutan yang dilakukan oleh perangkat KAN Koto Berapak saat itu, tidak pernah melibatkan Ninik Mamak setempat. Menurutnya, dalam mengambil sebuah keputusan tentunya harus ada keputusan secara bersama dan mufakat.

“Sebab, dalam mendudukan sebuah persoalan di nagari, bukanlah sebuah persoalan yang sangat gampang. Apalagi terkait pungutan yang dilakukan terhadap anak kemenakan kami. Uangnya untuk apa,” sebutnya di Mapolres Pessel. Kamis (11/1).

Dikatakannya, lembaga KAN di Kenagarian Koto Berapak, Bayang sudah ternodai akibat tangan-tangan jahil oknum KAN yang tidak bertanggung jawab. Dari itu, Ninik Mamak yang tergabung dalam empat nagari di Kecamatan Bayang, meminta aparat kepolisian bersikap tegas dan mengusut tuntas kasus tersebut. Sebab, dinilai telah mencerdai perasaan Ninik Mamak di daerah itu.

“Padahal KAN adalah lembaga tinggi dan sangat terhormat di mata Ninik Mamak. Namun, mereka sendiri yang telah menodai lembaga tersebut dengan memanfaatkan kepentingan diri pribadi,” ungkapnya.

Dikatakannya, selaku Ninik Mamak, ia meminta kepada pihak BPN agar diganti  keputusan KAN menjadi surat penguasaan fisik yang ketahui oleh seluruh Ninik Mamak yang tergabung dalam empat nagari, kemudian disetujui oleh yang bersangkutan, masyarakat, penghulu dan datuk.

“Terkait persoalan ini, kami berharap kepada penegak hukum untuk menindak tegas ulah beberapa oknum KAN Koto Berapak. Agar memberikan efek jera dikemudian hari,” harapnya.

Sementara itu, seorang korban atas nama Deni Esi (47), warga Ujung Pandan, Kenagarian Koto Berapak, Kecamatan Bayang, mengaku sudah di tipu oleh beberapa perangkat KAN Koto Berapak, saat pengurusan PTSL tersebut. Sebab, ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta saat pengurusan sertifikat alas hak tanah.

“Benar, dalam pengurusan sertifikat  PTSL ini, saya harus membayar Rp 1 juta kepada perangkat KAN. Dan itu tidak boleh kurang pak,” ungkapnya saat ditemui Haluan, di Mapolres Pessel. Menurutnya, pada saat pengurusan sertifikat miliknya, pihak KAN menyebutkan, sertifikat itu nantinya akan di serahkan secara langsung oleh Presiden RI Jokowi. Namun, hingga kini sertifikat tersebut tak pernah diterimanya.

“Saya sebagai masyarakat awam, tentu menganggap hal itu tidak bohong. KAN mengatakan, saat menerima sertifikat akan di serahkan langsung oleh presiden Jokowi. Namun kenyataanya tidak ada sampai saat ini,” ungkapnya.

Hal senada dikatakan, Rahman (65) Warga Koto Baru, menurut dia untuk pengurusan alashak tanah dirinya juga harus mengeluarkan uang sebesar Rp1 juta serta harus menyerahkan poto copy KTP, padahal ia telah memiliki Akta tanah.

“Saya sudah punya surat Akta tanah. Namun pihak KAN masih meminta poto copy KTP. Dan untuk pengurusan sertifikat PTSL itu, saya juga sudah bayar Rp1 juta, namun sampai saat ini sertifikatnya belum juga saya terima,” ungkapnya. (Rel/Ks)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *