JAKARTA, RELASIPUBLIK — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Hj. Nevi Zuairina bersama 167 anggota legislatif perempuan yang duduk di DPR dan DPD RI menandatangani deklarasi untuk mengecam setiap tindakan atau ancaman kekerasan berbasis gender yang menghalangi perempuan untuk menggunakan haknya yang setara dalam politik. Momen ini dilakukan seiring dengan kegiatan 16 hari kampanye anti kekerasan terhadap perempuan.
Nevi juga mendesak agar semua instrumen kenegaraan dengan berbagai kewenangannya dapat menciptakan ruang aman bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik.
“Kami semua sepakat, agar pada momen kampanye 16 Hari anti kekerasan terhadap perempuan, untuk mendeklarasikan secara resmi untuk pertama kali di Indonesia, yang secara terang benderang mendukung penghentian kekerasan berbasis gender di politik, salah satu hambatan terbesar dalam memenuhi hak politik perempuan,” tutur Nevi.
Nevi menjelaskan, bahwa deklarasi ini merupakan agenda penting pada acara parlemen mendukung penghentian kekerasan terhadap perempuan dalam politik yang diselenggarakan oleh UN Women Indonesia dan Westminster Foundation for Democracy (WFD) untuk memperingati Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Legislator asal Sumatera Barat II ini menambahkan, bahwa setiap instrumen regulasi mesti menghilangkan hambatan bagi perempuan Indonesia yang ingin berpolitik. Ia menolak adanya standar ganda hingga pelecehan seksual.
“Pesan deklarasi anti kekerasan ini sangat jelas, salah satunya, aksi bersama untuk memutus kebuntuan yang membuat kekerasan terhadap perempuan tumbuh subur. Perlindungan terhadap perempuan di dunia politik juga mesti dijaga terutama dari segala bentuk tindak kekerasan sebagai warga negara yang turut aktif berpartisipasi dalam Pemilu dan Pilkada,” ungkap Nevi.
Politisi PKS ini menerangkan, saat ini Keterwakilan perempuan di DPR RI terus meningkat. Ia merujuk pada Periode ini, keterwakilan perempuan mencapai hampir 22 persen. Ini jauh lebih baik bila dibandingkan pada saat pemilihan umum pertama di masa reformasi pada 1999 yang hanya mencapai 9 persen.
“Partisipasi politik perempuan banyak memberi warna dan perubahan selama ini. Kita semua mesti berkolaborasi dan bekerjasama agar ada pendobrak batasan-batasan yang menghambat perempuan di dunia politik. FPKS berpandangan, kekerasan itu bukan saja yang tersurat, tapi ada juga makna kekerasan tersirat seperti bentuk kejahatan yang tidak dikarenakan kekerasan. Semoga negara kita memiliki kemajuan terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan, karena sangat terlihat berwibawa negara ini ketika penduduknya sangat menghormati perempuan dimanapun berada termasuk di dunia politik,” tutup Nevi Zuairina.(A-416).