Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
NASIONAL

Waspada hoax jelang Pilkada 9 Desember’ hukum penyebar hoax harus lebih Tegas !

289
×

Waspada hoax jelang Pilkada 9 Desember’ hukum penyebar hoax harus lebih Tegas !

Sebarkan artikel ini
Menteri Kominfo Johnny G Plate (Tengah) didamoingi Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddi dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai NasDem, Saan Mostopa (KWP).

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Menteri Komunikasi dan Infomatika Johnny G Plate menjelaskan, bahwa sepanjang proses penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 peredaran hoax di media sosial tidak terjadi secara signifikan, laiknya Pilpres atau pilkada DKI sebelumnya. Terjadi penurunan penyebaran hoax tersebut menjadi bukti pendewasaan demokrasi di tengah masyarakat yang semakin baik.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat,sejak 23 November hingga 7 Desember 2020 total kasus terdapat 1.255 hoax. Data tersebut tersebar di 2.087 konten, dalam platform digital. Adapun, dari jumlah tersebut 1.832 diantara sudah di take down, tinggal tersisa 250 kasus. Mayoritas hoax tersebut disebar melalui face book, twiter, instagram, youtube dan tiktok.

“Demokrasi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat itu at the point of no writer. Yang ada adalah tugas kita untuk maju ke depan meningkatkan kualitas kebebasan berdemokrasi kualitas kebebasan pers kualitas kebebasan pendapat,” kata Johnny G Plate saat menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Waspada Hoax Jelang Pilkada 9 Desember’ yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerjasama dengan humas dan pemberitaan MPR RI di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2020).

Ilustrasi Grafis Penyebaran Hoax . Suber : Sumber Ditjen Aptika Kominfo

Lanjut pria kelahiran Flores, NTT ini, bahwa satu hal yang menarik perhatiannya dari waktu ke waktu kontestasi politik yang dilakukan di Indonesia, dari visi kominfo pengamatan kominfo terjadi peningkatan yang luar biasa dari kesadaran politik masyarakat.

“Masyarakat mengetahui hal buruk hoaks yang Perlu diperbaiki dan hoaks yang tidak boleh ditindaklanjuti. Ini pengamatan saya dari sisi hoax. Kalau dalam pilkada dan kontestasi politik sebelumnya ditandai dengan perbedaan pendapat yang diametral di antara calon-calon dengan isu-isu yang diametral,” jelas Menteri Kominfo Johnny G Plate.

Bila merujuk pada di Pilpres maupun Pilkada DKI (2017), sebagai contoh dengan mengeksploitasi semua perasaan peserta pemilu dan pemilih bahkan perasaan penyelenggara pemilu bahkan juga pembuat aturan terkait dengan norma-norma pemilihan umum. Yaitu isu-isu sensitif kita yang terkait dengan Sara yang dulu begitu luar biasa dibombardir dan mengisi ruang publik kita, ruang politik kita.

“Nah, kali ini di Pilkada serentak Pilkada 2020 hal buruk yang dilakukan terus-menerus dan dianggap sebagai kebenaran itu tidak terjadi dan sangat minimal terjadi. Hal tersebut hampir tidak terjadi di ruang digital kita,” urai Menkominfo, Johnny G Plate.

Dijelaskan, dari data yang diperoleh melalui cyber drone kominfo temuan isu hoax itu hanya sekitar 47 isu hoax selama Pilkada 2020 ini.

“Tersebar di 602 sebaran konten pada platform dalam hal ini platform digital dan dari 602 yang sudah di take down atau diblokir itu 233 konten. Karena itu menjadi tugas kita bersama meningkatkan kualitas kebebasan pers. Jadi, masyarakat telah mengetahui dampak buruknya hoaks atau berita bohong.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI ,Azis Syamsuddin menyatakan, bahwa selama masyarakat aktif menggunakan teknologi Informasi, hoax tidak bisa dihilangkan seratus persen. Apalagi jelang Pilkada seperti sekarang. Padahal menggunakan teknologi Informasi, khususnya media sosial untuk menyebar hoax, sebenarnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Karena kehadiran media sosial (medsos) seharusnya berfungsi untuk kebaikan masyarakat. Seperti informasi, hiburan, dan pendidikan.

Jadi, untuk mencegah meluasnya hoax pemerintah dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informasi harus bersikap tegas. Pemerintah harus bisa mengatasi konten-konten yang menyebarkan hoax. Termasuk jika perlu harus mencabut izinnya.

“Jangan hanya mencabut teksnya saja, tapi harus sampai dasar-dasarnya. Jangan sampai orang yang melakukannya tidak dikenakan sanksi. Prinsip di perbankan bisa ditiru, kalau ada Direksi nakal, dia tidak bisa lagi jadi direksi di bank manapun,” kata politikus asal daerah pemilihan Lampung,Sumatera bagian Selatan itu.

Bahwasannya, penegakkan hukum terhadap para penyebar hoax makin penting apalagi mendekati Pilkada. Penegakkan hukum yang tegas dan terukur, tidak boleh tebang pilih, dan harus berlaku adil. Prinsipnya, semua sama di depan hukum supaya menjadi pembelajaran bagi semua piahk.

“Yang penting, bagaimana teman-teman di Media Center, Persatuan Wartawan, ini menggalang kekuatan sampai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa-desa bersatu untuk membasmi hoax. Kemudian parlemennya, MPR dan pemerintah melalui Menkominfo bersatu bersama wartawan melawan hoax. Kalau ini dilakukan potensi bertambahnya hoax akan dapat diminimalisir,” imbuh Azis Syamsuddin.

Sekarang, bagaimanapun, agar hoax di Medsos itu sifatnya fluktuasi. Sebentar ada nanti sebentar lagi akan hilang. Karena itu harus diberantas tuntas sampai akar-akarnya. Apalagi menurut agama juga dilarang. Tidak ada di agama manapun yang membenarkan hoax. Ini bisa dimengerti karena hoax itu menyebar kebencian, memfitnah, dan berita pesanan.

“Saya selalu berbicara sama teman-teman pressroom coba kualitas penulisannya ditingkatkan. Sehingga para penulisnya makin dikenal baik nasional maupun internasional,” imbuh nya.

Sedangkan Anggota MPR RI Fraksi Partai NasDem Saan Mustopa, mengatakan, bahwa dua hari jelang Pilkada serentak di 270 daerah, penggunaan Medsos adalah sebuah keniscayaan. Apalagi di masa Pandemi Covid-19 sekarang ini. Karena itu kemungkinan munculnya hoax jelang Pilkada masih sangat besar.

“Disisa waktu yang ada, besar kemungkinan hoax di Medsos digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak datang ke TPS karena Covid-19. Bisa juga, menyebarkan isu tak benar terkait salah satu pasangan calon Kepala Daerah,” ujar Saan Mustopa.

“Memang, ruang untuk hoax di tengah Pilkada 2020 ini sangat terbuka di media sosial. Karena Pilkada ini terlaksana di tengah suasana pandemi Covid-19, dimana ruang bagi pasangan calon, tim sukses dan juga partai-partai pengusung untuk berhubungan secara fisik itu sangat terbatas.”

“Jadi, ruang-ruang itu sangat terbatas maka semua kontestan baik dari pihak paslon maupun tim sukses mungkin akan menggunakan media sosial seoptimal mungkin. Karena hanya itu satu cara yang dalam suasana pandemi ini yang bisa dilakukan untuk masuk ke ruang-ruang para pemilih nya,” kata pria kelahiran Karawang 1968 yang kini menduduki jabatan Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu. ** (Domi Lewuk).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *