Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
BERITA UTAMADAERAHNASIONALTERBARU

Diduga Ada Pembiaran Perambahan dan Pembakaran Lahan, Gakkum KLHK Tinjau HPK Tapan Tanpa Penindakan Tegas

49
×

Diduga Ada Pembiaran Perambahan dan Pembakaran Lahan, Gakkum KLHK Tinjau HPK Tapan Tanpa Penindakan Tegas

Sebarkan artikel ini
Terlihat dari kejauhan kepulan asap pembakaran di kawasan HPK Tapan . (Dok. tim)

SUMBAR, RELASI PUBLIK – Tim Brigade Harimau dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah III Sumatera akhirnya turun langsung ke kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Kamis  08 Mei 20125.

Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat mengenai dugaan perambahan kawasan hutan dan praktik pembakaran lahan gambut yang meluas. Namun, kehadiran tim tersebut justru memicu kekecewaan publik karena tidak dibarengi dengan langkah penindakan hukum di lapangan.

Pantauan langsung wartawan di lokasi menunjukkan bahwa tim beranggotakan empat orang tersebut hadir tanpa didampingi perwakilan dari dinas kehutanan daerah, tanpa atribut resmi kepolisian kehutanan, dan tanpa membawa perlengkapan standar seperti drone, maupun senjata pengaman.

Dua unit alat berat jenis excavator terlihat aktif bekerja di kawasan hutan tersebut, sementara beberapa titik api dan bekas kebakaran masih tampak menyelimuti sebagian kawasan. Ironisnya, tidak ada tindakan penghentian atau penindakkan dari tim Gakkum terhadap operator alat berat tersebut.

Seorang warga yang ditemui di lokasi, Dedi (38), mengungkapkan bahwa kebakaran di kawasan tersebut bukan hal baru. Ia menyebutkan bahwa api kerap dijadikan alat pembuka lahan secara ilegal, dan situasi ini telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

“Sudah lama sekali lahan ini dibakar. Bukan karena cuaca atau faktor alam lain, tapi memang disengaja. Modusnya begitu, dibakar dulu supaya lahan cepat bersih, lalu ditanami sawit. Tapi kalau ditanya, mereka selalu bilang kebakarannya tidak disengaja,” ujar Dedi kepada wartawan.

Dedi juga menyebut bahwa dalam beberapa hari terakhir, masih terlihat puluhan alat berat bekerja di wilayah yang diduga masuk kawasan hutan negara tersebut. Namun, saat tim Gakkum tiba, hanya dua unit alat berat yang masih beroperasi. Ia menduga kedatangan aparat telah bocor terlebih dahulu kepada para pelaku.

“Kemungkinan besar mereka sudah dikasih tahu. Biasanya ramai sekali alat berat di sana. Tapi waktu tim datang, yang kelihatan cuma dua. Yang lain sudah keluar dari lokasi. Ini bukan hal baru di sini,” ungkap Dedi.

Tidak adanya upaya penghentian aktivitas alat berat atau penyegelan lokasi menimbulkan kekecewaan warga. Sejumlah tokoh masyarakat bahkan menilai langkah Gakkum hanya bersifat simbolis dan tidak menyentuh akar persoalan.

“Kalau aparat cuma datang tanpa tindakan, itu tidak beda dengan membiarkan pelanggaran terus terjadi,” kata salah satu warga lainnya yang enggan disebut namanya.

Sementara itu, Ketua Regu Brigade Harimau Mako Gakkum Jambi, Harnof saat dikonfirmasi di lokasi, enggan memberikan keterangan. Ketika wartawan mendekat untuk meminta informasi terkait langkah penegakan hukum, ia menolak diwawancarai. Parahnya lagi, ia tidak memperbolehkan kedatangan mereka dipublikasi .

Sebelumnya, laporan mengenai dugaan perambahan dan pembakaran hutan ini telah disampaikan secara resmi oleh Ketua KUD Tapan, Syafri, yang dampingi oleh Ketua DPW Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) Sumatera Selatan, Aljufri SH, MH, CMSP, ke Pos Gakkum LHK Provinsi Sumatera Barat dan Kantor Dinas Kehutanan Provinsi melalui Kabit Pengamanan dan Penindakan Hutan .

Laporan tersebut dipicuh adanya permintaan kejelasan atas status lahan plasma seluas 1.280 hektare yang menjadi bagian dari kesepakatan kerja sama antara KUD Tapan dan PT Citalaras Cipta Indonesia (CCI) sejak tahun 1997, namun belum pernah direalisasikan.

“Kami belum mengelola karena tahu lahan itu masuk kawasan hutan. Tapi sekarang malah digarap pihak lain, dibakar pula. Kami minta keadilan, jangan ada pembiaran,” tegas Syafri saat ditemui di lapangan.

Potensi Kerusakan Lingkungan dan Konflik Lahan

Kawasan HPK Tapan diketahui memiliki luas sekitar 17.000 hektare, sebagian besar merupakan lahan gambut yang menyimpan cadangan karbon tinggi. Pembukaan lahan dengan cara pembakaran tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan stabilitas ekologis, mempercepat perubahan iklim, dan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari KLHK mengenai hasil tinjauan tim maupun langkah hukum yang akan diambil terhadap dugaan pelanggaran yang telah terjadi. (**/redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *