SUMBAR, RELASI PUBLIK— Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, menegaskan bahwa Konferensi Wakaf Internasional 2025 akan menjadi tonggak penting bagi Sumatera Barat untuk memperkuat peran wakaf sebagai instrumen pembangunan ekonomi dan sosial umat.
Hal itu disampaikan Mahyeldi saat tampil sebagai narasumber dalam program Dialog Sumbar Bicara di TVRI Sumatera Barat, Selasa (4/11/2025). Acara bertema “Persiapan Sumatera Barat Melaksanakan Konferensi Wakaf Internasional” itu juga menghadirkan KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D., Dewan Pengawas Syariah ASFA Foundation sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Tazakka.
Mahyeldi menjelaskan, konferensi yang akan digelar 15–16 November 2025 di Kota Padang ini mengusung tema “Wakaf untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Kegiatan tersebut merupakan hasil kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pondok Modern Darussalam Gontor.
“Konferensi ini juga sekaligus memperingati 80 tahun Sumatera Barat dan 100 tahun Gontor,” ujar Mahyeldi.
Ia mengungkapkan, persiapan kegiatan sudah dilakukan sejak enam hingga tujuh bulan sebelumnya melalui berbagai rapat koordinasi. Pemerintah menargetkan lebih dari seribu peserta dari dalam dan luar negeri akan hadir.
Sejumlah tokoh penting dijadwalkan turut serta, di antaranya mantan Wakil Presiden RI, Ketua MPR, Menteri Agama, Ketua BWI, Ketua BAZNAS, serta ulama dan akademisi dari berbagai negara seperti Mesir, Maroko, Arab Saudi, Kuwait, dan Malaysia. Salah satu yang dinantikan adalah Dr. Amir Bahjat, cucu dari Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Mahyeldi menilai, konferensi ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti besar wakaf.
“Wakaf bukan hanya ibadah, tapi juga solusi nyata untuk membangun umat. Kalau dikelola dengan baik, wakaf bisa jadi kekuatan ekonomi dan mengatasi kesenjangan sosial,” tegasnya.
Ia mencontohkan pengelolaan wakaf di Pondok Modern Gontor, yang awalnya berdiri di atas lahan 17 hektare dan kini berkembang menjadi lebih dari 1.700 hektare dengan aset tersebar di berbagai daerah, termasuk di Sumatera.
Mahyeldi berharap, konferensi ini dapat menjadikan Sumatera Barat sebagai daerah percontohan pengelolaan wakaf produktif di Indonesia. Kegiatan juga akan diisi dengan pelatihan bagi para nazir serta sosialisasi ke sekolah-sekolah.
“Harapan kita, konferensi ini melahirkan rekomendasi yang bisa dijadikan acuan dalam pengelolaan wakaf, baik di tingkat nasional maupun internasional,” tutupnya.
Sementara itu, KH. Anang Rikza Masyhadi menegaskan bahwa wakaf merupakan bagian penting dari sejarah peradaban Islam.
“Tidak ada peradaban Islam yang berdiri tanpa jejak wakaf di dalamnya. Dari Masjid Quba, Masjid Nabawi, hingga Al-Azhar di Kairo, semuanya berdiri karena wakaf,” jelasnya.
Menurutnya, wakaf dapat menjadi kekuatan sosial yang mampu memberdayakan masyarakat di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan infrastruktur.
Ia mencontohkan pendirian Pondok Modern Gontor yang berawal dari tiga bersaudara yatim yang mewakafkan warisan orang tuanya untuk pendidikan.
“Gontor itu contoh nyata bagaimana wakaf melahirkan manusia unggul. Dari manusia lahir lembaga, perusahaan, dan pemimpin yang membawa manfaat bagi umat,” ujarnya.
KH. Anang menutup dengan pesan bahwa wakaf adalah investasi peradaban yang hasilnya dirasakan lintas generasi.
“Kalau dikelola dengan baik, wakaf bisa menjadi kekuatan besar untuk menyejahterakan umat,” tegasnya.
(adpsb/cen)














