Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
TERBARU

Oknum LSM Ditangkap, Polres Sumenep Akui Ada Kesepakatan Transaksi Uang

1881
×

Oknum LSM Ditangkap, Polres Sumenep Akui Ada Kesepakatan Transaksi Uang

Sebarkan artikel ini
Foto : Oknun Polres Sumenep saat melakukan penangkapan LSM

Sumenep – Penangkapan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial SB oleh Satreskrim Polres Sumenep Jawa Timur, kini memicu sorotan di berbagai kalangan aktivis. Jum’at, 30/5/2025.

Pasalnya, Pengakuan mengejutkan yang disampaikan Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus, dalam konferensi pers Kepala Desa Batang batang daya diduga kuat akan melakukan penyuapan.

Dalam keterangan resminya kepada awak media, AKP Agus menyampaikan bahwa SB ditangkap usai diduga hendak menerima uang dari salah satu kepala desa di Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Transaksi tersebut berlangsung di rumah oknum pegawai Inspektorat Kabupaten Sumenep berinisial J.

“Jadi tersangka SB ini datang ke rumahnya J, untuk menunggu transaksi yang disepakati. Lalu, pihak pelapor memberikan barang buktinya, kemudian anggota kami dari Resmob dan penyidik melakukan penangkapan.” Kata Agus

Tentunya, Pernyataan Agus yang mengonfirmasi adanya “kesepakatan” terkait uang itu membuat awak media bertanya lebih lanjut.

Jadi, Berdasarkan statement Kasat Reskrim dalam konferensi Pers tersebut memang ada kesepakatan?

“ Iya, ada. Yang awalnya itu diminta kurang lebih empat puluh (juta), turun-turun-turun, sampai jadi dua puluh. kepala desa bersedia memberikan uang, Karena ditakuti bahwa kalau tidak diikuti, akan dilaporkan ke Inspektorat.”Terangnya.

Terkait hal itu, Hasyim Khafani, S H selaku akvivis keadilan sangat menyayangkan pernyataan pihak polres sumenep dalam konferensi persnya yang tentunya memicu spekulasi.

Menurutnya, Apakah kepala desa tersebut memang punya kesalahan hingga takut dilaporkan? Atau sebaliknya, apakah ini merupakan upaya jebakan untuk menjatuhkan SB?

Apalagi, Video yang beredar menunjukkan langsung operasi penangkapan. SB langsung diborgol, tasnya digeledah, dan salah satu anggota tim menunjukkan surat penangkapan. anehnya lagi, Katanya pemerasan tapi ada kesepakatan..?

” Yang menjadi sorotan saat ini, apakah SB pernah dipanggil sebelumnya sebagai saksi atau dimintai klarifikasi, jika penangkapan itu berdasarkan LP Atau jangan jangan laporan dugaan pemerasan yang dilayangkan oleh kepala desa tersebut langsung berujung penangkapan tanpa penyelidikan mendalam,”Ucap Hasyim dengan nada heran.

Jadi, Buntut dari kejadian itu membuat masyarakat juga bertanya-tanya, apakah pelapor – dalam hal ini kepala desa – pernah dimintai keterangan resmi oleh pihak kepolisian sebelum penangkapan dilakukan?

Sebelumnya, Dalam video yang tersebar luas anggota resmob polres sumenep
melakukan penangkapan terhadpa oknum LSM dan dalam video itu tampak kehadiran seorang kepala desa dari wilayah Batang-Batang Daya beserta suaminya. Keduanya terlihat panik saat SB digelandang keluar rumah J.

Namun, Penangkapan itu dinilai janggal sehingga membuat banyak pihak menuding adanya skenario jebakan yang melibatkan kepala desa, suaminya, dan oknum kepolisian. Dugaan makin menguat karena pertemuan mereka dilakukan di rumah J, yang bukan tempat umum, namun justru menjadi lokasi eksekusi penangkapan.

Tapi, Jika benar skema ini disusun untuk menjebak SB, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum. Penjebakan (entrapment) dalam hukum pidana Indonesia dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip due process of law.

Penangkapan yang dilakukan oleh Oknum polres sumenep itu berpotensi Pelanggaran Hukum dan Etika Kepolisian.

Sebab, Banyak Pakar hukum menilai, tindakan penjebakan yang berujung penyergapan dirancang oleh penegak hukum adalah permufakatan jahat, jika benar terjadi, dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

” Anehnya, Katanya ada surat penangkapan, kenapa ada istilah operasi tangkap tangan ( OTT )..? Kalau ada surat penangkapan berarti kan harus ada penetapan tersangka. Jadi Tidak sinkron polres mengatakan ada LP. dalam hal ini Kasat terkesan bingung,” Ungkapnya.

Lebih lanjut Hasyim memaparkan, Dalam KEPP disebutkan bahwa aparat kepolisian wajib bertindak profesional, mengedepankan prosedur hukum, dan menjunjung tinggi asas keadilan serta perlindungan hak asasi manusia. Menjebak seseorang untuk dijadikan tersangka merupakan bentuk rekayasa hukum yang tidak bisa dibenarkan.

Kini, Publik Menanti Transparansi Polres dan Kejelasan Prosedur Hukum
dan menantikan keterbukaan dari Polres Sumenep terkait kronologi dan prosedur hukum yang dijalankan sebelum penangkapan SB. Apakah tahapan hukum seperti pemanggilan saksi, klarifikasi awal, dan penyelidikan telah dilakukan sesuai aturan? atau lebih dahulu laporan atau penangkapan..?

” Jadi, Kasus ini bukan hanya menjadi ujian bagi integritas aparat hukum, tetapi juga menjadi peringatan bagi pentingnya prosedur hukum yang adil dan transparan dan berprikemanusiaan,” Pungkasnya.

( Noung daeng )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *