PADANG,RELASIPUBLIK–Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mengembangkan ekonomi hijau saat menghadiri KTT G20 di Brasil.
Anggota DPR RI, Nevi Zuairina berharap pada Pemerintah agar mampu menarik minat investor untuk menanamkan modal di sektor energi hijau dengan memberikan kemudahan berupa insentif fiskal dan non-fiskal yang menarik, namun tetap menjaga keberlanjutan keuangan negara.
Anggota Komisi XII DPR RI ini, menyampaikan pandangannya terkait langkah ini. Ia menekankan pentingnya upaya pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk sektor energi terbarukan.
“Pemerintah harus mampu meyakinkan investor untuk berinvestasi di sektor energi hijau ini. Kemudahan-kemudahan seperti insentif fiskal dan non-fiskal yang menarik perlu diberikan, asalkan tidak membebani keuangan negara,” ujar Politisi PKS ini di Jakarta, baru baru ini.
Legislator Sumatera Barat II ini juga berharap, langkah pemerintah mendapat dukungan dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha, peneliti, akademisi, hingga masyarakat umum. Dukungan tersebut, menurutnya, akan sangat berarti dalam pencapaian target-target besar di bidang ekonomi hijau dan energi terbarukan.
“Kolaborasi semua pihak sangat penting agar Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri energi sekaligus bermartabat,” imbuhnya.
Nevi menyoroti target ambisius yang dicanangkan Presiden Prabowo, termasuk pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 75 GW hingga tahun 2040 dan upaya menggantikan bahan bakar minyak berbasis fosil dengan biodiesel 100 persen.
“Hal ini membutuhkan peningkatan produksi yang signifikan dibandingkan kondisi saat ini. Namun, dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia di bidang energi terbarukan, saya optimis target ini bisa tercapai,” jelasnya.
Konsistensi pemerintah dan dukungan regulasi yang komprehensif disebut Nevi sebagai kunci utama untuk mewujudkan visi Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2060. Salah satu langkah penting adalah mendorong pengesahan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EB-ET) yang sempat tertunda pada periode sebelumnya.
“Regulasi yang mendukung sepenuhnya pengembangan EBT sangat dibutuhkan. Jika memang ada pasal-pasal kontroversial yang menjadi hambatan, RUU tersebut seharusnya tetap bisa dilanjutkan dengan menghilangkan bagian yang memicu perdebatan,” ungkap Nevi.
Anggota Parlemen periode kedua ini juga mengungkapkan bahwa di masa pemerintahan sebelumnya, kontribusi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional masih cukup kecil, yakni 13,93 persen dari total energi primer. Angka ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional, yaitu 19,67 persen pada 2024 dan 23 persen pada 2025.
“Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk merevisi target menjadi lebih realistis, yakni 17-19 persen tahun depan, merupakan langkah yang masuk akal,” tutup Nevi Zuairina.(***)