Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
BeritaSENI & BUDAYATERBARU

Taman Budaya Sumbar Kuatkan Citra Padang sebagai Kota Sastra lewat Festival Marah Roesli dan Wesvae

5
×

Taman Budaya Sumbar Kuatkan Citra Padang sebagai Kota Sastra lewat Festival Marah Roesli dan Wesvae

Sebarkan artikel ini

PADANG,RELASIPUBLIK—Dinas Kebudayaan Sumatra Barat melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Sumatera Barat menutup kalender kegiatan seni dan kebudayaan tahun 2025 dengan dua perhelatan besar yang saling terhubung secara gagasan, yakni Festival Sastra Marah Roesli dan pameran seni rupa West Sumatera Visual Art Exhibitions (Wesvae). Kedua agenda ini dirancang sebagai ruang refleksi, dialog kritis, dan pembacaan ulang realitas sosial melalui medium sastra dan seni rupa.

Kepala UPTD Taman Budaya Sumatera Barat, M. Devid, menyampaikan bahwa festival sastra dan pameran rupa tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan dirangkai dalam satu benang konseptual untuk merespons perkembangan kebudayaan dan dinamika sosial di Sumatera Barat maupun Indonesia secara lebih luas.

“Ada dua kegiatan besar di akhir tahun 2025 ini, yakni Pameran Wesvae dan Festival Sastra Marah Roesli. Keduanya kami rancang sebagai ruang diskusi dan refleksi kritis atas perkembangan seni dan kebudayaan,” ujar Devid dalam konferensi pers di Laga-laga Taman Budaya Sumbar, Selasa (16/12/2025).

Pameran Wesvae resmi dibuka pada Selasa malam, 16 Desember 2025 dan berlangsung hingga 30 Desember 2025 yang dihadiri ratusan pengunjung dari pelbagai kalangan.

Tahun ini, Wesvae mengusung tema “Hulu” yang dimaknai sebagai titik mula pembacaan persoalan, baik yang bersumber dari alam, sejarah, maupun struktur sosial. Pameran tersebut dikuratori oleh Iswandi Bagindo Parpatih dan Dio Pamola.

Sebanyak 37 perupa dari berbagai daerah ambil bagian dalam Wesvae, di antaranya berasal dari Sumatera Barat, Aceh, Riau, Jakarta, Yogyakarta, hingga Kalimantan Selatan. Karya-karya yang dipamerkan menghadirkan beragam medium dan pendekatan visual yang merefleksikan relasi manusia dengan alam, ingatan kolektif, serta kondisi sosial yang paradoksal.

Menurut Devid, secara tematik Wesvae memiliki irisan kuat dengan semangat kritik yang diusung Festival Sastra Marah Roesli. Keduanya sama-sama merespons isu kebencanaan, ketimpangan sosial, serta ironi yang muncul di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

“Tema ‘Hulu’ tidak hanya bicara soal geografis, tetapi juga tentang sumber persoalan. Ini sejalan dengan kritik sosial yang dibangun dalam festival sastra,” kata Devid.

Sementara itu, Festival Sastra Marah Roesli digelar selama empat hari, mulai Rabu hingga Sabtu, 17–20 Desember 2025, dengan pusat kegiatan di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat. Festival tahun ini mengusung tagline “Negeri (dan) Ironi” yang merefleksikan kondisi sosial, budaya, dan kebangsaan melalui perspektif sastra.

Kepala Seksi Produksi dan Kreasi Seni Budaya Taman Budaya Sumbar, Ade F. Dira, menjelaskan bahwa Festival Sastra Marah Roesli merupakan agenda tahunan yang difokuskan pada pembinaan penulis, terutama penulis muda, sekaligus penghormatan terhadap Marah Roesli sebagai pelopor sastra modern Indonesia asal Kota Padang, Sumatera Barat.

“Nama Marah Roesli kami angkat sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang meletakkan dasar sastra modern Indonesia dan berupaya menguatkan jenama Padang sebagai Kota Sastra,” ujar Ade F Dira yang juga seorang penulis sastra ini.

Rangkaian festival diawali pada Rabu (17/12/2025) dengan seminar nasional bertema “Sastra sebagai Suara Zaman: Negeri dan Ironi”, disusul peluncuran buku dan workshop penulisan sastra. Workshop ini diikuti oleh 25 peserta terpilih dan menghadirkan sastrawan nasional Raudal Tanjung Banua dan Sasti Gotama sebagai mentor.

Agenda literasi kemudian berlanjut dengan diskusi dan bedah buku. Salah satu kegiatan yang menjadi perhatian adalah peluncuran dan diskusi antologi cerpen hasil lomba menulis cerpen Festival Sastra Marah Roesli 2025. Lomba tersebut berhasil menjaring sekitar 800 penulis dari berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan tingginya minat dan partisipasi penulis dalam festival ini.

Pengumuman pemenang lomba cerpen dijadwalkan berlangsung pada Kamis (18/12/2025) dalam acara bedah buku di Galeri Taman Budaya Sumbar. Selain itu, festival juga menghadirkan bedah novel Leiden (1920–2020) karya Hasbunallah Haris, penulis muda Sumatera Barat yang dikenal sebagai peraih penghargaan Balai Bahasa dan pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta.

Tak hanya berfokus pada sastra modern, festival ini juga memberi ruang pada khazanah lokal. Pada Jumat (19/12/2025), digelar diskusi budaya Mentawai yang membahas Kamus Digital Bahasa Indonesia–Mentawai “Simaeruk” sebagai upaya pelestarian bahasa daerah melalui pendekatan digital.

Kompetisi baca puisi tingkat pelajar turut menjadi bagian penting festival. Lomba tingkat SD dan SMP dilaksanakan pada Jumat pagi, disusul lomba tingkat SMA pada Jumat siang. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan minat sastra sejak usia dini serta memperluas basis regenerasi pembaca dan penulis puisi.

Festival juga dimeriahkan dengan malam apresiasi seni berupa pembacaan puisi dan musikalisasi puisi yang mengangkat tema kepedulian sosial. Kegiatan ini menjadi ruang pertemuan antara sastra dan ekspresi artistik lintas disiplin.

Puncak Festival Sastra Marah Roesli dilaksanakan pada Sabtu (20/12/2025) dengan agenda eksplorasi Kota Tua Padang. Peserta dan undangan diajak menyusuri kawasan bersejarah, mulai dari Padangsche Spaarbank hingga Muaro, termasuk kawasan Siti Nurbaya. Di lokasi tersebut, diskusi sastra tetap berlangsung sebagai upaya membaca karya sastra dalam konteks geokultural dan sejarah ruang.

Rangkaian acara ditutup dengan pengumuman pemenang lomba baca puisi tingkat SD, SMP, dan SMA se-Sumatera Barat serta penyerahan hadiah.

Devid menegaskan bahwa Taman Budaya Sumatera Barat berkomitmen menjadi ruang aktualisasi tradisi lisan dan sastra tulis, mengingat Padang dan Sumatera Barat merupakan pusat intelektual dan tempat lahir sastrawan besar bangsa seperti Marah Roesli, Abdul Muis, HAMKA, dan Chairil Anwar.

Melalui kolaborasi pameran seni rupa dan festival sastra ini, Taman Budaya Sumbar berharap dapat memperkuat ekosistem kesenian daerah, meningkatkan minat literasi, serta mendorong lahirnya generasi baru sastrawan dan seniman yang kritis, produktif, dan berakar pada konteks sosial-budaya Sumatera Barat.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *