Relasipublik.com PAINAN – Masyarakat yang tergabung di empat Nagari, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), mengaku tidak akan menerima sertikat tanah dari BPN setempat, terkait dengan persoalan Ninik Mamak dengan KAN yang tak kunjung usai.
Jon Elfaris Dt.Tan Panghulu mengatakan, dalam pengurusan alas hak tanah telah terjadi indikasi penipuan tanda tangan, pasalnya saat itu yang menandatangani surat tersebut adalah mamak dari suku lain, padahal seharusnya surat tersebut ditanda tangani oleh ninik mamak yang bersangkutan.
“Surat penangguhan penerbitan sertifikat tanah di empat Nagari itu adalah, kenagarian Koto Berapak, Kapencong Lubuk Gambir (Kapelgam), Kubang dan Kenagarian Koto Baru. Hal itu berdasarkan laporan dari sebagian ninik mamak yang kami terima,” jelasnya. Selasa, (19/12).
Sementara itu, Kepala BPN, Yerry didampingi Ketua PTSL, Aguslim, mengatakan, pihaknya dari BPN tidak akan memberikan sertikat tanah kepada empat Nagari tersebut, sebelum persoalan itu selesai ditingkat bawah.
“Sebenarnya dalam mengurus sertifikat PTSL atau prona, pihak Nagari dan KAN boleh memungut biaya sebanyak Rp 250 ribu. Namun, hal itu harus sesuai pula dengan keputusan tiga menteri yakni menteri Agraria, Kemendagri dan PUPR,” ungkapnya.
Namun, ketika ditanya lebih jauh perihal keputusan tiga menteri yang memperbolehkan pemerintah Nagari serta KAN memungut biaya pengurusan prona, berapa nomornya dan apa bentuk bunyi keputusan tersebut. Pihak panitia PTSL tidak mampu menjawab secara pasti.
“Nan jaleh buliah, tapi kalau labiah dari Rp250 ribu, itu iyo salah mah. (yang jelas dibolehkan, tapi kalau lebih dari Rp250 ribu, sudah jelas menyalahi aturan, red),” ungkapnya.
Terkait persoalan itu, Yusmardi Dt.Mandaro Kayo menerangkan, berdasarkan hukum adat Bayang Nan Tujuh Koto, serta Koto Nan Salapan Nagari Bayang secara umum, tidak ada sejengkal tanah yang berstatus ulayat Nagari. Menurutnya, yang ada hanyalah ulayat kaum pusako tinggi berdasarkan Cancang Latih yang dikuasai secara turun-temurun oleh anak cucu sampai saat ini.
“Kalau kita mengacu kepada hukum adat, maka tidak ada sejenggal tanah yang berstatus ulayat Nagari sampai saat ini. Namun, para pemangku adat memanfaatkan situasi tersebut dengan melakukan pungutan Rp 1 juta,” ujarnya geram dengan nada geram.
Menurutnya, untuk pembuatan sertifikat prona harus berdasarkan Alas hak, sesuai penguasaan fisik lahan dengan status Pusako Tinggi suatu kaum yang ada pada Ranji serta pernyataan Mamak Paruik bersama Ninik Mamak. Dalam pengurusan sertifikat, lanjut dia, peran Ninik Mamak sangat menentukan agar silsilah pusako suatu kaum tidak hilang begitu saja.
“Nah, disinilah fungsi Ninik Mamak untuk menyelamatkan Sako dan Pusako yang ada dalam wilayah hukum adat suatu Nagari. Akan tetapi, dalam pengurusan sertifikat prona ini, terdapat indikasi adanya dugaan rekayasa tentang alas hak yang tidak melibatkan Mamak kuaso serta Ninik Mamak kaum. Dan ini bukan ranahnya adat lagi, tapi justru sudah cenderung mengarah pada persoalan hukum,” ungkapnya.
Ditambahkannya, saat ini dalam pengurusan sertifikat prona program pemerintah jelas tejadi kecurangan, yakni rekayasa tentang Alas hak yang tidak melibatkan Mamak kuaso serta Ninik Mamak pada kaum tersebut.
“Persoalan ini, tentu sebuah modus baru yang dilakukan pemangku adat dan mengatas namakan lembaga (KAN). Dan ini adalah modus baru untuk melakukan pungli ditengah kepada masyarakat. Saya berharap pelakunya harus segera ditindak tegas oleh aparat hukum,” harapnya.(Rel/Ks)