Sumenep, Relasipublik.com – Perseteruan hukum antara wartawan Erfandi dan Polres Sumenep terus berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Dalam sidang jawaban tergugat pada 23 Maret 2025, Polres Sumenep melalui kuasa hukumnya menuding gugatan Erfandi penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.
Gugatan ini bermula dari penghentian penyelidikan atas laporan Erfandi terkait dugaan penghalangan tugas jurnalistik yang dilakukan oleh Syaiful Akshan alias Ipong, pihak CV Asia Line. Ipong diduga melarang dua wartawan meliput dan menginvestigasi proyek pembangunan ruang kelas baru di MAN Sumenep yang dibiayai APBN 2024 sebesar Rp 3,4 miliar.
Laporan Erfandi diterima Polres Sumenep pada 29 April 2024 dengan No. LPM/84/SATRESKRIM/IV/2024/POLRES SUMENEP, didukung bukti berupa keterangan saksi wartawan dan rekaman video. Namun, setelah 10 bulan berlalu, penyelidikan dihentikan dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana, berdasarkan keterangan ahli Dewan Pers.
Erfandi menilai keputusan penyidik Polres Sumenep tidak transparan. Ia menduga ada intervensi kekuasaan yang berusaha mengaburkan fakta sehingga laporannya tidak diproses lebih lanjut.
“Bila penyidik serius menangani laporan saya dan bergerak cepat, rekaman CCTV di lokasi tidak akan dihapus dan bisa dijadikan alat petunjuk. Sebelum menerbitkan SP3, seharusnya dilakukan olah TKP untuk memastikan rangkaian kejadian yang sebenarnya terjadi,” tegas Erfandi.
Menurutnya, penghentian penyelidikan baru dilakukan setelah proyek rampung, semakin memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu.
Dalam jawaban tergugat tertanggal 10 Maret 2025, Polres Sumenep menyatakan bahwa penyelidikan telah dilakukan sesuai prosedur dan tidak ditemukan unsur pidana dalam laporan Erfandi.
Selain itu, mereka mempertanyakan legalitas Erfandi sebagai wartawan dengan mengklaim bahwa media tempatnya bernaung, Suara Demokrasi, belum terverifikasi di Dewan Pers. Mereka juga menuding Erfandi menyampaikan informasi yang tidak benar terkait statusnya sebagai wartawan terdaftar di dewan pers.
Menanggapi tuduhan Polres Sumenep, Erfandi membantah keras. Ia menegaskan bahwa dirinya adalah wartawan Madya yang sah dan terdaftar di Dewan Pers melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diselenggarakan oleh Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI).
“Jawaban tergugat tidak sesuai fakta dan hanya menggiring opini untuk melemahkan posisi saya sebagai jurnalis. Saya berharap PN Sumenep memberikan putusan yang seadil-adilnya,” ujar Erfandi.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama di kalangan jurnalis dan aktivis kebebasan pers. Banyak pihak menilai putusan dalam perkara ini dapat menjadi preseden penting dalam perlindungan hak-hak wartawan di Indonesia.
“Seluruh rakyat Indonesia tahu bagaimana kinerja penegak hukum saat ini yang dilakukan oleh banyak oknum kepolisian. Asumsi masyarakat bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul terhadap mereka yang berkuasa dan beruang, hal ini harus diluruskan. Majelis Hakim menjadi harapan terakhir untuk menegakkan keadilan,” tambah Erfandi.
Hingga berita ini diterbitkan, Kanit Pidter Reskrim Polres Sumenep, IPDA Okta Afriasdiyanto, S.H., M.H., belum memberikan tanggapan atas tuduhan kepada Erfandi. Sementara itu, PLT Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S., S.H., meminta wartawan untuk langsung mengonfirmasi ke Erfandi.
Sidang akan berlanjut dengan agenda Replik Penggugat, pembuktian, dan pemeriksaan saksi dalam waktu dekat. Media akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk memastikan transparansi dan keadilan bagi semua pihak.