Kangean – Daeng Sultan Bone menilai kelompok penolak migas telah gagal memahami secara utuh makna eksplorasi dan eksploitasi migas, termasuk dampak serta manfaat ekonominya bagi daerah.
“Mereka justru memelintir informasi kepada masyarakat agar aksinya diterima. Bahkan mengaitkan isu migas dengan janji-janji politik anggota dewan maupun Bupati. Padahal ini dua hal yang berbeda,” tegas Daeng Sultan Bone.
Menurutnya, kegiatan migas memiliki dasar hukum yang kuat, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), Participating Interest (PI) atau PMM, serta program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan lainnya.
“Bupati justru berjuang agar eksploitasi migas dilakukan onshore (di darat) supaya bagi hasil untuk daerah lebih besar, mencapai 6 persen. Kalau dilakukan offshore (di laut), bagi hasilnya hanya 2 persen, dan itu pun harus dibagi dengan 37 kabupaten/kota lain di Jawa Timur, seperti di Pagerungan,” jelasnya.
Daeng Sultan juga menanggapi tudingan sebagian kelompok penolak migas yang menyebut Bupati dan Wakil Bupati tidak cerdas.
“Saya tegas mengatakan, justru Bupati orang yang cerdas — buktinya beliau dipilih rakyat dan mampu memimpin daerah ini dengan visi yang jelas,” pungkasnya.
(@Noung daeng )














