JAKARTA, RELASI PUBLIK – Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia, Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, mengungkapkan kritik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi [MK] pada Selasa (17/10/2023).
Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, menyatakan bahwa publik sangat terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi [MK].
“Pagi dibacakan bahwa MK Menolak Gugatan Batas Usia Capres/Cawapres di bawah 40 tahun. Ternyata sore harinya, putusan berubah membolehkan kepala daerah mengajukan diri sebagai Capres/cawapres. Ini berarti bahwa Gibran ditolak karena usianya di bawah 40 tahun,” ungkap Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia, Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn.
“Namun, belakangan disetujui untuk maju sebagai Kepala Daerah. Oleh karena itu, Gibran bisa lolos sebagai Capres/cawapres pada 2024,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, menyoroti adanya desain yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.
“Putusan MK ini merupakan permainan politik tingkat tinggi; tampaknya institusi hukum masih dapat dikendalikan oleh kekuasaan,” kritiknya.
“Memang sangat memalukan. Mahkamah Konstitusi, yang diisi oleh Profesor dan Doktor Hukum, ternyata belum sepenuhnya mampu mengedepankan kebenaran Hukum,” tambahnya.
Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, berpendapat bahwa putusan mengenai permohonan perubahan usia capres dan cawapres dari beberapa pihak tidak begitu jelas dalam kepentingan publiknya selama proses judicial review.
“Ia juga menyoroti bahwa putusan yang diambil oleh ketua MK, Anwar Usman, lebih mengedepankan pembenaran hukum,” ungkapnya.
Menurutnya, hal ini menyebabkan Prof. Saldi Irsal, salah satu komisioner hakim MK, merasa bingung karena putusan dengan petitum yang sama dapat berubah setelah ketua MK Usman mengikuti rapat pembahasan.
“Jelas bahwa kewenangan MK telah diatur oleh UUD 1945 dengan hanya empat kewenangan, termasuk membubarkan partai politik dan menangani sengketa pemilu. Bukan menciptakan norma hukum baru,” tegasnya.
Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn, mengungkapkan kebingungannya sebagai seorang ahli hukum terkait kontradiksi yang terjadi di tubuh MK, dan mengungkapkan keprihatinan khusus bagi masyarakat umum.
Dia menekankan bahwa dalam menjalankan tugasnya, MK harus lebih mengedepankan pembenaran hukum daripada hanya mengikuti aturan hukum. Namun, hal ini seharusnya tidak terjadi di lembaga hukum yang memiliki putusan kuat dan mengikat, tanpa upaya hukum lain dan wajib dilaksanakan.
“Tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa ada Hukum Tuhan yang tertinggi di dunia ini, dan kita berharap Tuhan akan memberikan keadilan hukum bagi mereka yang menyalahgunakan amanah dalam menjalankan tugas mereka,” harapnya.
“Keputusan MK yang terlihat tidak independen dan hanya mengedepankan serta mengakomodir kepentingan kelompok tertentu, merupakan tragedi demokrasi. Memalukan, memilukan, dan memuakkan,” tutupnya. (Thomas )