Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
TERBARU

Kewirausahaan Masalembu: Perempuan Berdaya, Ekonomi Kepulauan Terbuka Lebih Luas

28
×

Kewirausahaan Masalembu: Perempuan Berdaya, Ekonomi Kepulauan Terbuka Lebih Luas

Sebarkan artikel ini

SUMENEP,— Lantai tiga Pondok Pesantren Mambaul Asror, Rabu (12/11/2025), menjadi ruang pertemuan puluhan perempuan dan pemuda dari berbagai desa di Kepulauan Masalembu—Kramian, Masalima, Masakambing, hingga Sukajeruk. Mereka mengikuti Seminar Kewirausahaan Pemuda yang diselenggarakan Yayasan Bina Nezer Ummat bekerja sama dengan Perwika (Persatuan Wanita Kepulauan). Forum ini dirancang bukan sekadar sesi edukasi, melainkan upaya membangun fondasi ekonomi baru berbasis pemberdayaan perempuan di wilayah kepulauan.

Ketua Perwika Kabupaten Sumenep sekaligus Ketua TP PKK Sumenep, Nia Kurnia Fauzi, dalam keterangan tertulisnya mengapresiasi kegiatan tersebut. Ia menekankan pentingnya pemerataan akses pelatihan hingga ke wilayah terluar kabupaten, khususnya sentra-sentra kepulauan yang selama ini minim fasilitas pemberdayaan.

Senada dengan itu, Ketua Perwika Kepulauan, Sukati Nurhayati, S.Pd., mengungkapkan bahwa kegiatan ini lahir dari kegelisahan melihat keterbatasan ruang belajar bagi perempuan kepulauan. Menurutnya, perempuan di daerah pesisir kerap menghadapi hambatan ganda—minimnya pelatihan, akses terbatas, serta kurangnya ruang untuk mengembangkan potensi. Kegiatan di Masalembu ini menjadi lanjutan dari seri seminar sebelumnya yang dilaksanakan di Kecamatan Arjasa pada Ahad (12/10/2025).

Tiga narasumber dihadirkan dalam seminar tersebut. Arisandi Hidayatullah, Manajer CV Cahaya Masalembu, membuka diskusi dengan memaparkan potensi ekonomi Masalembu yang belum tergarap optimal. Ia menyoroti komoditas strategis seperti ikan tongkol, teripang, rajungan, serta produk pertanian berupa jagung, kacang mente, kelapa, pisang, dan singkong. Menurutnya, pengembangan produk turunan seperti tepung ikan, olahan rajungan, hingga garam tradisional sangat mungkin dilakukan jika hambatan utama—ketersediaan listrik—dapat diatasi. Arisandi menegaskan bahwa tanpa suplai listrik stabil, rantai produksi seperti pembuatan es dan penyimpanan hasil laut tidak dapat berjalan efektif.

Materi kedua disampaikan Sukati Nurhayati yang memaparkan peluang usaha Virgin Coconut Oil (VCO) berbasis produksi rumah tangga. Ia menjelaskan bahwa kelapa melimpah di Masalembu dapat menjadi bahan baku ideal untuk memproduksi VCO berkualitas. Prosesnya relatif sederhana dan produknya memiliki nilai ekonomi tinggi sekaligus manfaat kesehatan, terutama bagi perempuan.

Narasumber terakhir, Ana Haninah Billini, alumni Komunikasi dan Konseling Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, menekankan pentingnya keterkaitan antara pemberdayaan ekonomi perempuan dan ketahanan keluarga. Ia menyatakan bahwa perempuan berdaya berperan krusial dalam menciptakan stabilitas emosional dan sosial dalam keluarga, terutama di wilayah kepulauan yang kerap berhadapan dengan keterbatasan struktural.

Sesi tanya jawab berlangsung dinamis. Seorang peserta, Iwan, mengangkat isu absennya pejabat kecamatan dalam berbagai aktivitas masyarakat. Ia mengungkapkan keresahan warga yang merasa “tidak memiliki camat” karena pejabat setempat jarang berada di tempat. Moderator membenarkan bahwa undangan telah disampaikan, namun tidak ada pejabat yang dapat hadir.

Meski sempat muncul kritik, forum berjalan kondusif dan ditutup dengan optimisme. Para peserta berharap kegiatan serupa dapat lebih sering dilaksanakan sebagai sarana memperluas wawasan serta mendorong lahirnya pelaku usaha baru yang mampu mengolah potensi lokal menjadi produk bernilai ekonomi lebih tinggi.

Seminar berakhir menjelang siang, meninggalkan semangat baru bagi masyarakat Masalembu. Bagi para peserta, kegiatan ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan awal dari proses panjang membangun kemandirian ekonomi di wilayah kepulauan. (@Noung daeng )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *