JAKARTA, RELASI PUBLIK – Dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan tiga Menteri Koordinator, yaitu Kemenko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Hj. Nevi Zuairina, Anggota DPR RI Komisi VI, menyampaikan pandangannya terkait pentingnya pengurangan pengangguran melalui penguatan UMKM dan kebijakan investasi yang tepat sasaran.
Pada pidato Menteri Keuangan mengenai Pandangan Fraksi-Fraksi terhadap KEM-PPKF 2025, pemerintah sepakat bahwa insentif perpajakan sebagai bagian dari insentif fiskal merupakan instrumen penting dalam memberikan stimulus dan mendukung kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Hj. Nevi Zuairina menekankan bahwa insentif fiskal harus dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan masing-masing sektor, termasuk penguatan UMKM. “Peran pemerintah sebagai trade facilitator dan industrial assistance harus memperhatikan dukungan terhadap seluruh UMKM, bukan hanya yang berorientasi ekspor. UMKM harus didorong produktivitasnya melalui berbagai insentif dan pendampingan,” kata Hj. Nevi Zuairina.
“Terutama, kita harus mendukung Gen Z untuk membangun dan mempelopori UMKM, seiring dengan bonus demografi yang akan datang,” tambahnya. Dalam diskusi, Hj. Nevi Zuairina mempertanyakan porsi penganggaran pemerintah terkait UMKM baru/startup dengan yang sudah berorientasi ekspor. “Pemerintah harus memberikan perhatian yang seimbang, memastikan bahwa seluruh UMKM, termasuk yang baru berdiri, mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk berkembang,” ujarnya.
Pemerintah juga menyatakan akan membuat kebijakan teknis sebagai turunan dari kebijakan umum perpajakan, salah satunya adalah memberikan insentif fiskal yang terarah dan terukur untuk meningkatkan iklim investasi. Insentif ini ditujukan pada sektor-sektor usaha yang memiliki nilai tambah tinggi, mendorong penyerapan tenaga kerja, serta menunjang akselerasi pengembangan ekonomi hijau, termasuk untuk UMKM.
Hj. Nevi Zuairina mencatat bahwa realisasi investasi di Indonesia selama empat tahun terakhir mencatat angka yang menakjubkan, namun aliran investasi tersebut tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi. “Investasi yang masuk ke Indonesia, meskipun besar, tidak membuat pertumbuhan ekonomi kita tumbuh kencang. Ini adalah fakta yang terjadi sejak era tahun 2014 sampai 2023,” tambahnya.
Ia menyoroti bahwa banyak investor yang masuk ke Indonesia membawa miliaran dolar Amerika, namun investasi tersebut tidak membuka lapangan kerja secara signifikan karena lebih banyak berfokus pada sektor padat modal. “Investasi di sektor seperti smelter, pabrik baterai, dan pabrik mobil, tidak membutuhkan banyak pekerja karena menggunakan teknologi canggih dan robot, sehingga lapangan pekerjaan tidak banyak terbuka,” jelas Hj. Nevi Zuairina.
Hj. Nevi Zuairina meminta pemerintah untuk membuka data mengenai porsi investasi yang masuk untuk program padat karya dan padat modal, serta seberapa banyak investasi yang sudah benar-benar membuka lapangan kerja untuk rakyat Indonesia. “Kita perlu transparansi dari pemerintah terkait hal ini untuk memastikan investasi yang masuk benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah cenderung melupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja baru, seperti industri tekstil, sepatu, dan mebel. “Industri ini memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan mengkapitalisasi PDB,” tambahnya.
Hj. Nevi Zuairina mengakhiri dengan menekankan pentingnya dukungan menyeluruh terhadap UMKM dan industri padat karya untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kita harus memastikan bahwa kebijakan investasi dan insentif fiskal benar-benar bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama dalam menciptakan lapangan kerja baru,” pungkasnya.