PADANG, RELASI PUBLIK–Meski banyak yang pesimis ketika program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diluncurkan pemerintah per 1 Januari 2014, namun dalam keraguan, Hasan (40 tahun) berusaha juga menjaminkan perlindungan kesehatan anaknya pada BPJS ini. Ternyata fakta membuktikan bahwa nyawa putri kesayangannya dapat terselamatkan berkat menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Kisah yang tak pernah disangka akan terjadi ini, kata Hasan, kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu, berawal ketika dia mengalami prahara rumah tangga, yang puncaknya harus berpisah dengan istrinya “RF” (38 tahun), pada tahun 2013.
Pasca perpisahan tersebut, dia mengakui bagai kapal patah kemudi, terombang-ambing di tengah lautan. Pikirannya kacau, hati pun galau. Dia seolah tak tahu arah ke mana harus melangkah, karena tiga orang anak dari pernikahannya dengan “RF”, harus dibesarkannya sendirian.
Beriringan dengan itu, Hasan mengaku kehilangan pekerjaan di sebuah perusahaan percetakan, dan harus mencari nafkah secara serabutan. Tak bisa bertahan membesarkan tiga orang anak tanpa pekerjaan, akhirnya anak-anak itu dirawat oleh neneknya.
Cobaan belum berhenti menghamprinya. Akibat perceraian itu, ternyata berdampak pada kejiwaan anak tertuanya, “NA”. Remaja kelahiran 1999 itu mulai suka melawan dan berwatak keras.
Di tengah saratnya beban persoalan yang dihadapinya, ditambah lagi dengan sikap anaknya yang mulai bandel, Hasan mengakui sempat marah besar terhadap putri kesayangannya itu.
Ternyata kata dia mengakui, ini menjadi cikal bakal persoalan lebih besar yang harus dihadapinya. Sebab, pasca dia memarahi putrinya itu, keesokan harinya dia tak bisa lagi menatap raut wajah anaknya, sebab si buah hati lari meninggalkan rumah.
Hampir lima bulan dia berkeliling mencari tahu dimana keberadaan putrinya itu, namun sosok putri tercinta tak kunjung disua.
Tiba-tiba suatu hari, Hasan yang sehari-hari tinggal di gang Duku Lubuk Begalung, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat ini mendapat informasi bahwa putrinya “NA” berada di Jakarta.
Mendapat kabar itu, meski dia tak tahu dimana keberadaan anaknya di Jakarta, berbekal uang seadanya, dia berangkat menuju kota besar bernama Jakarta, sekitar bulan Februari 2014.
Dari Jakarta Hasan menuju Bogor, dan menumpang hidup dengan keluarga di sana. Sembari mencari putri kesayangannya, dia juga bekerja serabutan, apa yang bisa dikerjakan dan bisa menghasilkan uang halal tak malu dikerjakannya.
Melihat kondisi itu, keluarganya mengingatkan dia agar menjaminkan kesehatannya pada BPJS. Sebab, dengan bekerja tak kenal waktu, dia rentan terserang penyakit, sementara biaya berobat cukup mahal.
Awalnya dia mengabaikan nasihat saudaranya itu dan terus menghabiskan waktunya untuk bekerja secara serabutan sembari mencari putri kesayangannya siang dan malam.
Tiba-tiba kata Hasan CH, sekitar awal bulan Mai 2014 muncul keinginannya untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Namun, sesampai di Kantor BPJS Tambak, Jakarta Timur, dia justru mendaftarkan nama anaknya “NA”.
Hanya berselang sehari, tiba-tiba dia dapat telpon dari nomor yang tak dikenal, yang mengabarkan bahwa putrinya itu menjadi korban tabrak lari dan dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo.
Awalnya dia tak percaya, namun karena dinasehati keluarganya, akhirnya dia berusaha menyusuri ruang korban kecelakaan di rumah sakit yang cukup besar itu.
Penat berkeliling, akhirnya ‘benteng kelaki-lakian’ Hasan luruh dan berganti dengan derai air mata, ketika melihat putri tercinta tergolek tak berdaya, tanpa sadar di atas tempat tidur rumah sakit itu. Hatinya bercampur haru dan bahagia, karena si buah hati yang dicari telah ditemukan lagi, meski dalam kondisi tak berdaya.
Hampir 29 hari penuh dia habiskan waktu di RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk merawat putri tercinta.
Berkat perhatian penuh, meski putrinya harus melalui pemeriksaan CT Scan, untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak anaknya, akhirnya anaknya kembali sembuh.
Yang membuat dia menjadi bahagia, selain kembali bertemu dengan buah hatinya, seluruh biaya perawatan anaknya yang mencapai Rp30 juta, ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Namun kini rasa salah kembali menghinggapi diri Hasan CH, meski BPJS Kesehatan telah hadir sebagai “dewa” dalam kehidupannya, namun karena kehidupan ekonomi yang masih morat-marit, dia tak dapat lagi melanjutkan pembayaran iuran dari bulan ke bulan.
Rasa khawatir mulai menghinggapi fikirannya, sebab dia terkesan bagai orang yang tidak tahu berterimakasih. Namun katanya, apa yang terjadi itu semata-mata karena perekonomiannya yang belum mapan. Kepada Allah Hasan mohon ampun dan pada manusia dia mohon maaf. (Rangga EK Fadil)
PADANG, RELASI PUBLIK–Meski banyak yang pesimis ketika program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diluncurkan pemerintah per 1 Januari 2014, namun dalam keraguan, Hasan CH (38 tahun) berusaha juga menjaminkan perlindungan kesehatan anaknya pada BPJS ini. Ternyata fakta membuktikan bahwa nyawa putri kesayangannya dapat terselamatkan berkat menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Kisah yang tak pernah disangka akan terjadi ini, kata Hasan, kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu, berawal ketika dia mengalami prahara rumah tangga, yang puncaknya harus berpisah dengan istrinya “RF” (38 tahun), pada tahun 2013.
Pasca perpisahan tersebut, dia mengakui bagai kapal patah kemudi, terombang-ambing di tengah lautan. Pikirannya kacau, hati pun galau. Dia seolah tak tahu arah ke mana harus melangkah, karena tiga orang anak dari pernikahannya dengan “RF”, harus dibesarkannya sendirian.
Beriringan dengan itu, Hasan mengaku kehilangan pekerjaan di sebuah perusahaan percetakan, dan harus mencari nafkah secara serabutan. Tak bisa bertahan membesarkan tiga orang anak tanpa pekerjaan, akhirnya anak-anak itu dirawat oleh neneknya.
Cobaan belum berhenti menghamprinya. Akibat perceraian itu, ternyata berdampak pada kejiwaan anak tertuanya, “NA”. Remaja kelahiran 1999 itu mulai suka melawan dan berwatak keras.
Di tengah saratnya beban persoalan yang dihadapinya, ditambah lagi dengan sikap anaknya yang mulai bandel, Hasan mengakui sempat marah besar terhadap putri kesayangannya itu.
Ternyata kata dia mengakui, ini menjadi cikal bakal persoalan lebih besar yang harus dihadapinya. Sebab, pasca dia memarahi putrinya itu, keesokan harinya dia tak bisa lagi menatap raut wajah anaknya, sebab si buah hati lari meninggalkan rumah.
Hampir lima bulan dia berkeliling mencari tahu dimana keberadaan putrinya itu, namun sosok putri tercinta tak kunjung disua.
Tiba-tiba suatu hari, Hasan yang sehari-hari tinggal di gang Duku Lubuk Begalung, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat ini mendapat informasi bahwa putrinya “NA” berada di Jakarta.
Mendapat kabar itu, meski dia tak tahu dimana keberadaan anaknya di Jakarta, berbekal uang seadanya, dia berangkat menuju kota besar bernama Jakarta, sekitar bulan Februari 2014.
Dari Jakarta Hasan menuju Bogor, dan menumpang hidup dengan keluarga di sana. Sembari mencari putri kesayangannya, dia juga bekerja serabutan, apa yang bisa dikerjakan dan bisa menghasilkan uang halal tak malu dikerjakannya.
Melihat kondisi itu, keluarganya mengingatkan dia agar menjaminkan kesehatannya pada BPJS. Sebab, dengan bekerja tak kenal waktu, dia rentan terserang penyakit, sementara biaya berobat cukup mahal.
Awalnya dia mengabaikan nasihat saudaranya itu dan terus menghabiskan waktunya untuk bekerja secara serabutan sembari mencari putri kesayangannya siang dan malam.
Tiba-tiba kata Hasan CH, sekitar awal bulan Mai 2014 muncul keinginannya untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Namun, sesampai di Kantor BPJS Tambak, Jakarta Timur, dia justru mendaftarkan nama anaknya “NA”.
Hanya berselang sehari, tiba-tiba dia dapat telpon dari nomor yang tak dikenal, yang mengabarkan bahwa putrinya itu menjadi korban tabrak lari dan dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo.
Awalnya dia tak percaya, namun karena dinasehati keluarganya, akhirnya dia berusaha menyusuri ruang korban kecelakaan di rumah sakit yang cukup besar itu.
Penat berkeliling, akhirnya ‘benteng kelaki-lakian’ Hasan luruh dan berganti dengan derai air mata, ketika melihat putri tercinta tergolek tak berdaya, tanpa sadar di atas tempat tidur rumah sakit itu. Hatinya bercampur haru dan bahagia, karena si buah hati yang dicari telah ditemukan lagi, meski dalam kondisi tak berdaya.
Hampir 29 hari penuh dia habiskan waktu di RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk merawat putri tercinta.
Berkat perhatian penuh, meski putrinya harus melalui pemeriksaan CT Scan, untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak anaknya, akhirnya anaknya kembali sembuh.
Yang membuat dia menjadi bahagia, selain kembali bertemu dengan buah hatinya, seluruh biaya perawatan anaknya yang mencapai Rp30 juta, ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Namun kini rasa salah kembali menghinggapi diri Hasan CH, meski BPJS Kesehatan telah hadir sebagai “dewa” dalam kehidupannya, namun karena kehidupan ekonomi yang masih morat-marit, dia tak dapat lagi melanjutkan pembayaran iuran dari bulan ke bulan.
Rasa khawatir mulai menghinggapi fikirannya, sebab dia terkesan bagai orang yang tidak tahu berterimakasih. Namun katanya, apa yang terjadi itu semata-mata karena perekonomiannya yang belum mapan. Kepada Allah Hasan mohon ampun dan pada manusia dia mohon maaf. (Rangga EK Fadil)