PADANG, RELASI PUBLIK – Dugaan penyelewengan dan penyelundupan BBM bersubsidi masih kerap terjadi, seperti yang dilakukan oleh oknum sopir tangki pertamina yang bernama Gufron beberapa waktu yang lalu di Sijunjung.
Ada yang melakukan penimbunan BBM, ada juga yang mengangkut tidak sesuai dengan tujuan, atau di tengah jalan diselundupkan oleh para oknum. Lalu Bagaimana pidananya?
Seperti diketahui bahwa setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM secara ilegal atau tanpa izin usaha penyimpanan dapat dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp30 miliar.
Dan setiap orang yang melakukan pengangkutan BBM secara ilegal atau tanpa izin usaha pengangkutan dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp40 miliar.
Pakar hukum pidana Dr. Zulkarnain Sanjaya, S.H., M.H. berpendapat bahwa kasus truk BBM kencing di jalan menjadi sorotan masyarakat.
Pihak Pertamina sudah melakukan berbagai upaya antisipasi dengan berbagai macam strategi, masih tetap kecolongan. Jika ditinjau dari segi hukum pidana, pihak Pertamina sebagai korban harus melaporkan kepada pihak kepolisian.
Tentu saja, disamping memperkuat pengawasan internal terhadap sopir/karyawan pengangkutan. Apabila ditemukan penyelewengan, harus segera ditindak tegas serta harus berkoordinasi dengan aparat keamanan.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), bahan bakar minyak (BBM) adalah bahan bakar yang diolah dari minyak bumi.
Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara. Penguasaan oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan.
Penimbunan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI) adalah kegiatan ilegal dalam mengumpulkan barang-barang yang dibatasi kepemilikannya oleh undang-undang.
Bahwa penimbunan merupakan bentuk penyimpanan BBM dengan cara ilegal, yaitu tidak sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang.
Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa memiliki izin usaha penyimpanan dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU Migas.
Setiap orang yang melakukan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp30 miliar.
Begitu pula terkait dengan pengangkutan, juga harus memiliki izin usaha pengangkutan. Setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa izin usaha pengangkutan dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU Migas.
Setiap orang yang melakukan pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi Rp40 miliar.
Ada pihak yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai dengan tujuan. Perbuatan tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal 55 UU Migas.
Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi BBM, pengangkutan dan penjualan BBM ke luar Negeri.
Zulkarnain yang juga Kepala Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Riau itu mengatakan bahwa kejahatan truk BBM “kencing” di jalan adalah perbuatan melanggar hukum, jatuhnya bisa pada tindak pidana penggelapan (pasal 372 dan 374 KUHP). (Rls)