Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHTERBARU

Berharap Sentuhan Tangan Pemerintah, Keluarga Isal Sudah Puluhan Tahun Tinggal di Gubuk Derita

717
×

Berharap Sentuhan Tangan Pemerintah, Keluarga Isal Sudah Puluhan Tahun Tinggal di Gubuk Derita

Sebarkan artikel ini
Nuli (42), bersama anak semata wayangnya Oyip (7), yang saat ini masih duduk dibangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD) dan Mertuanya Piak Itam (60), yang saban hari menjaga anaknya dikala Isal (45), pergi bekerja.

Relasipublik.com PAINAN – Pasangan keluarga kurang mampu, Isal (45) dan Nuli (42), warga Kampung Bukit Timarau, Kenagarian Lagan Gadang Mudik Punggasan, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), saat ini masih menetap dirumah tidak layak huni (RTLH) dan butuh perhatian Pemkab setempat.

Isal suami Nuli, yang kesehariannya hanya bekerja sebagai buruh tani dan memotong karet, mengaku kesulitan untuk biaya hidup sehari-hari. Bahkan, rumah yang ditempati bersama keluarga saat ini, nyaris roboh pada bagian belakang. Rumah yang ditempatinya tidak memiliki ruang khusus untuk memasak, dikarenakan tak memiliki fasilitas perabotan yang memadai. Selain itu, mereka kerap kesulitan untuk mendapatkan air untuk mencuci dan mandi (MCK), lantaran tidak memiliki sumur dan jamban.

“Kalau listrik kami sudah ada, namun masih menumpang dari rumah tetangga. Selain itu, kami juga kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Setiap Pagi dan Sore, kami harus menelusuri bukit untuk menuju sebuah Sumur tua yang berjarak sekitar 200 meter, sambil menenteng Jerigen,” Sebut Isal, dikediamannya. Minggu (29/10).

Lebih jauh diceritakannya, keinginan untuk memperbaiki rumah yang sebagian besar telah rapuh itu, tentu ada. Namun, dikarenakan faktor ekonomi yang tidak memadai dan tak menentu, ia hanya bisa bertahan untuk makan keluarga dan biaya anak sekolah.

“Sebenarnya, sudah lama kami ingin memperbaiki atap rumah yang bocor. Tapi tak ada biaya. Sebagai buruh tani karet, penghasilan saya tidak menentu, kadang dapat kadang tidak. Apalagi harga karet saat ini sudah turun. Dan saya sadar diri dengan keterbatasan ekonomi saat ini, dapat untuk makan saja, sudah Alhamdulillah,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Menurutnya, kekhawatiran pihak keluarga terhadap rumah roboh kerap terjadi, terlebih disaat hujan lebat atau angin kencang. Sebab, kondisi belakang rumah juga difungsikan sebagai kamar anak semata wayangnya Oyip (7), yang saat ini masih duduk dibangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD) dan Mertuanya Piak Itam (60), yang saban hari menjaga anaknya dikala ia dan istri pergi bekerja.

“Saya sering kasihan sama anak dan mertua, kalau malam kami sering kedinginan dikarenakan atap dan dinding rumah banyak yang sudah bocor. Niat untuk ganti sudah lama ada, tapi belum bisa, lantaran pendapatan masih pas-pasan,” sebutnya lagi.

Dikatakannya, harapan untuk memperbaiki rumah lewat bantuan bedah rumah pemerintah memang ada. Menurutnya sekitar dua bulan lalu, keluarganya telah diusulkan oleh pihak pemerintah nagari untuk mendapatkan bantuan bedah rumah. Namun, hingga kini ia belum tahu kapan program tersebut akan direalisasikan.

“Kalau saya, sangat berharap secepatnya rumah kami bisa diperbaiki. Takutnya, kalau dibiarkan terlalu lama, sewaktu-waktu roboh. Apalagi anak kami masih kecil dan mertua saya sudah tua,” harapnya.

Dari pengakuan Isal, kondisi tersebut sudah sekitar 10 tahun lebih dihadapinya. Menurutnya, pihak keluarga sebelumnya memang pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah nagari melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Namun, sudah 3 tahun lebih, bantuan tersebut tak pernah lagi mengalir kepada keluarganya.

“Saat ini dari pemerintah nagari, kami hanya dapat jatah beras raskin (Rasta), sebulan 5 liter (setengah kulak,red), dengan tebusan uang Rp8000. Bantuan PKH sudah tidak pernah lagi kami terima,” jelasnya.

Ia menambahkan, untuk mencukupi kebutuhan keluarga, ia memang tidak terlalu menggantungkan uluran tangan dari sejumlah pihak. Namun, jika ada bantuan yang mengalir dari pihak nagari atau dermawan, tentu ia sangat bersyukur, karena akan lebih meringankan beban keluarganya.

“Saat ini, kami hanya bisa pasrah dan terus berjuang melawan nasib. Kalau ada yang mau membantu, ya syukur alhamdulillah. Biar kami bisa tidur tenang bersama keluarga,” katanya dengan nada polos.

Terkait kondisi itu, Wali Nagari Lagan Gadang Mudik Punggasan, Iwat, mengatakan bahwa keluarga Isal (45) dan Nuli (42), warga Kampung Bukit Timarau, memang layak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Menurutnya, saat ini pihak nagari sudah mengusulkan sebanyak 9 proposal bantuah rumah tidak layak huni (RTLH) kepada Pemkab setempat, untuk mendapatkan bantuan bedah rumah. Kendati demikian, pihaknya juga belum mengetahui secara pasti, kapan bedah rumah tersebut akan terealisasi.

“Benar, pihak nagari sudah mengajukan sebanyak 9 proposal kepada Pemkab Pessel, keluarga Isal termasuk salah satu calon penerima. Sebelumnya warga kami atas nama Wati, janda empat anak, sudah di bantu dengan anggaran dana desa. Namun, kalau keseluruhan kami bantu, tentu tidak mungkin. Sebab, masih banyak kebutuhan lain, yang menjadi skala prioritas di nagari ini,” terangnya.

Lebih jauh dijelaskannya, Nagari Lagan Gadang Mudik Punggasan, memiliki dua kampung penghubung, yakni Lagan Gadang dan Lagan Ketek yang dihuni penduduk sekitar ratusan KK. Bahkan, sekitar 30 persennya adalah mereka yang tergolong warga kurang mampu. Selain itu, kondisi jalan juga sangat jauh dari kata layak, disertai keberadaan sejumlah fasilitas umum yang kurang memadai.

“Saat ini, masih banyak lagi rumah warga yang tidak layak huni, bahkan ada yang lebih parah kondisinya dari rumah keluarga Isal, yakni tek Jana, beliau masih warga yang sama, dan sudah kami daftarkan sebagai calon penerima bantuan (RTLH). Kami dari pihak nagari akan terus berupaya agar warga kurang mampu di Kenagarian Lagan Gadang Mudik Punggasan, dapat lebih sejahtera lagi kedepannya,” ujarnya. (h/RP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *