Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaBERITA UTAMANASIONALTERBARU

Balita Masih Konsumsi Kental Manis, Perlunya Sosialisasi Gizi Untuk Masyarakat di Optimalkan

221
×

Balita Masih Konsumsi Kental Manis, Perlunya Sosialisasi Gizi Untuk Masyarakat di Optimalkan

Sebarkan artikel ini
Susu Kental Manis. (Foto dok/Az)

JAKARTA, RELASI PUBLIK – Fakta komposisi kental manis yang mengandung lebih banyak gula daripada kandungan susunya perlu terus disosialisasikan. Sebab, bila masyarakat tidak teredukasi dengan baik, kesalahan konsumsi susu oleh anak terutama balita akan terus terjadi. Hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Dalam penelitian bersama yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) ditemukan masih banyak orang tua yang memberikan kental manis sebagai minuman susu untuk balita bahkan sebagai pengganti ASI pada anak dibawah 1 tahun, yang disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat akan kegunaan produk kental manis.

Penelitian bertajuk “Penggunaan Kental Manis pada Masyarakat Marjinal dan Dampaknya Terhadap Status Kesehatan Balita yang dilakukan di 3 wilayah, yaitu Banten, DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan pada Mei hingga Juni 2023 dan melibatkan total 3000 responden.

Ketua tim penelitian Prof. Dr. Tria Astika Endah P, S.K.M., M.K.M, yang sekaligus guru besar ilmu gizi di Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan, pemilihan ketiga wilayah sebagai locus penelitian berdasarkan beberapa faktor diantaranya tingkat kemiskinan, akses kesehatan dan informasi tentang kesehatan. “Masyarakat marjinal, atau masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah dan masyarakat yang kesulitan akses informasi adalah kelompok yang rentan terhadap kesalahan konsumsi kental manis ini. Mungkin mereka terinformasi, tapi tidak paham, lalu tetap memberikan kental manis untuk anak. Atau memang karena alasan ekonomi, memberikan kental manis karena lebih ekonomis, padahal ada jenis pangan lain yang memiliki kandungan nutrisi lebih baik dan juga ekonomis dan mudah di dapat masyarakat,” jelas Tria.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 11,4% balita di Banten, 8,4% di DKI Jakarta dan 5,3% di DI Yogyakarta mengonsumsi kental manis. Tidak hanya itu, 78,3% responden di Banten, 88,1% di DKI dan 95,2% di DI Yogyakarta memberikan kental manis kepada balitanya lebih dari 1 sachet perhari. Adapun faktor utama pemberian kental manis pada anak ini ditengarai akibat persepsi masyarakat di tiga wilayah ini yang masih menganggap kental manis adalah susu. Sebanyak 38% orang tua di Banten, 36,4% di DKI Jakarta, dan 22,3% di DI Yogyakarta yang menganggap bahwa kental manis adalah susu. Persepsi salah ini terbentuk mayoritas akibat informasi dari media massa.

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat mengatakan bahwa penelitian ini penting dan menjadi dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang lebih komprehensif. Lebih lanjut, penelitian ini juga dapat ditindak lanjuti dalam bentuk sosialisasi ke masyarakat dengan pendekatan yang tepat. Hal ini karena persepsi kental manis yang sudah mengakar kuat di masyarakat. Sehingga perlu adanya gerak nyata sebagai strategi mengubah persepsi tersebut seperti kegiatan edukasi kental manis.

“Bagaimana hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat, tidak hanya di jurnal-jurnal saja. Hasil ini nantinya juga akan kami bawa dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat” Jelas Warsiti.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan penelitian bersama ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan seluruh stakeholder terkait. “Dari penelitian ini, kita bisa lihat gambaran profil dan kebiasaan masyarakat. Dari pola pikir orang tua, apa yang dikonsumsi anak, kita bisa memprediksi bagaimana profil generasi muda Indonesia di masa depan, apakah akan menjadi generasi emas yang produktif yang akan membangun dan memperkuat bangsa, atau menjadi generasi yang rawan obesitas, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya yang tentu saja akan mempengaruhi kualitas SDM kita,” pungkas Arif.

Meskipun sudah memiliki peraturan yang mengatur penamaan produk dan cara beriklan tentang kental manis, pemerintah masih punya banyak tugas dalam implementasinya. Sejak 2018 melalui peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 kental manis sudah tidak masuk pada kategori susu yang boleh dikonsumsi balita. Namun demikian, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa kental manis bukan susu sehingga masih diperlukannya sosialisasi tentang kental manis bukan susu. (AZ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *