PADANG,RELASIPUBLIK – Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di kantor PWI Sumatera Barat berlangsung hangat dengan pemaparan materi oleh narasumber yang berkompeten.
“Saya rasa ini menjadi tanggungjawab kita bersama, mari bersama-sama memperbaiki indeks kemerdekaan pers (IKP) itu,” ajak wartawan senior Basril Basar FGD dengan tema “Bedah Hasil, Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Sumbar Anjlok”, Selasa, 24 Desember 2024 di Kantor PWI Sumbar.
Meski demikian, mantan Ketua PWI Sumbar yang akrab disapa BB tersebut mempertanyakan indikator yang digunakan pada penilaian survei IKP.
“Indikatornya bagaimana? Apakah diberlakukan sama dengan daerah lain? Karena kondisi di Sumatera Barat atau daerah lain berbeda. Apalagi IKP Indonesia juga mengalami penurunan tahun ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumbar yang juga ahli pers Sumbar, Zul Effedi menegaskan, “kemerdekaan pers itu bukan untuk kita, pers itu sendiri. Tapi kemerdekaan pers itu adalah untuk publik, rakyat. Kemerdekaan pers itu dijamin oleh konstitusi, UUD 45 pasal 28, point a dan e.”
Ditegaskannya, peran pers adalah menegakan demokrasi dan membela kebenaran untuk kepentingan publik. Baginya, profesi pers adalah profesi setengah nabi, profesi suci untuk membela kepentingan publik dan konstitusi.
“Tahun 2023, IKP kita nomor 9, tapi 2024 kita berada di nomor 34, sebelum tahun 2023 kita berada di 4 besar. Kenapa begitu dratis turunnya. Kalau tidak ada provinsi baru, kita berada di nomor buncit. Penyumbang terbesar penurunan IKP itu adalah fisik atau kekerasan dan politik,” cakapnya.
Di sisi lain, ahli pers Hendra Makmur memperkirakan tahun depan IKP Sumbar akan naik lagi. “Di 2023 itu banyak kasus, makanya IKP-nya rendah. Di 2024 ini kan tenang-tenang saja, makanya saya yakin tahun 2025, IKP Sumbar akan naik lagi,” ujarnya.
Ditegaskannya, soal kemerdekaan pers buka hanya tanggungjawab pemerintah saja, tapi juga ke dalamnya, internal pers itu sendiri.
“Untuk itu, mari bersama-sama kita benahi, saling koordinasi antara eksternal dan internal pers tersebut,” ujarnya.
Aidil Ichlas, salah seorang informan pers terkait penilaian pers tersebut mengatakan, di internal perusahaan pers, banyak wartawan digaji tidak layak.
“Tidak diberi THR. Tidak ada pembatas antara marketing dan wartawan. Saya juga melihat Gubernur Sumbar beberapa kali tampil di media nasional yang biayanya mencapainya ratusan juta, kenapa dana ratusan juta itu tidak diberikan saja ke media lokal, bisa 10 media untuk biaya 1 media nasional” urainya.
Merespon hal tersebut, Kepala Bidang IKP Diskominfo Sumbar, Indra Sukma menegaskan, hasil IKP Sumbar 2024 tersebut akan dijadikan bahan evaluasi untuk kedepannya, bagaimana hubungan dengan media.
“Kami memang diminta sebagai ahli dan itu sudah ada izin kepala dinas. Tapi kami hanya mengisi kusioner sebagaimana diminta. Kalau diminta diperbaiki, kami perbaikan. Bagi kami di Kominfo, IKP 2024 ini adalah modal, bagaimana kedepannya bekerjasama langsung dengan pers,” cakapnya.
Sebenarnya, jelas Indra Sukma, yang bersentuhan langsung dengan media adalah Biro Prokompin, karena mereka yang bekerjasama untuk publikasi dengan media. “Mestinya mereka juga diundang ke sini. Kami hanya menangani jumpa pers, jika ada OPD membutuhkan publikasi kegiatan,” akunya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol. Dwi Sulistyawan, S.I.K., M.Si., menjelaskan, kata kunci kemerdekaan pers itu, terkait intervensi dan sensor pemberitaan pers.
“Karena banyaknya kasus-kasus yang saya hadapi, saya sekarang lebih banyak diam, karena yang kita sampaikan A, yang keluar dalam pemberitaan lain pula. Tekanan-tekanan dan intervensi itu lebih banyak terjadi pada saat unjuk rasa,” ujarnya.
Dia menegaskan, kepolisian tidak menghalangi-halangi media mencari informasi. “Kami juga minta kepada rekan-rekan media, jika ada kondisi chaos, dari jauh saja mengambil dokumentasinya. Kalau ada unjuk rasa, jangan dekat-dekat, apalagi anggota yang didepan menangani anggota yang selama ini tidak dekat dengan media, masih banyak anggota baru,” ujarnya.
Sementara, terkait jika ada laporan kepada kepolisian terkait pemberitaan pers, maka pihaknya selalu berkoordinasi dengan Dewan Pers.
“Kalau ada laporan, kita arahkan kepada Polres diterima dulu, setelah itu kita koordinasi dengan Dewan Pers. Kalau saya menilai, pers di sini baik-baik saja, persnya sudah bagus. Yang penting kita berpegang pada tuposi masing-masing saja,” tukuknya. (*)