PADANG, RELASI PUBLIK – Perjuangan para seniman menolak rencana alihfungsi pembangunan kompleks Taman Budaya, yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat, terus berlangsung. Bahkan gerakan yang telah berjalan sejak bulan Februari 2023 lalu, melalui pelbagai aktifitas, dialog, diskusi kian menderas.
Terakhir, Minggu 11 Juni 2023 diwakili seniman berjumlah 35 orang, mereka diterima dengan terbuka dan penuh keramahan oleh Anggota DPD RI, H Leonardy Harmainy Dt.Bandaro Basa, S.IP, MH. Hadir didampingi aktifis senior H. Syaharman Zanhar.
Dalam pertemuan yang penuh kekeluargaan di Rumah Makan Sambalado Hj. Zainab Ulak Karang, para seniman dan budayawan itu mengungkapkan alihfungsi bangunan Taman Budaya membuat mereka melakukan berbagai aktifitas seperti dialog, diskusi hingga panggung ekspresi.
Kepada Leonardy, para seniman dan budayawan itu tegas mengatakan Kompleks Taman Budaya Sumbar yang terletak di kawasan jalan Diponegoro, sejak tahun 1974 dikenal sebagai pusat aktifitas dan kreatifitas dari para seniman, pekerja seni, sastrawan maupun budayawan dan lainnya dari seluruh Sumatera Barat. Namun baru-baru ini, pemerintah provinsi Sumatera Barat, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) melakukan FGD yang menjelaskan tentang rencana perubahan fungsi gedung zona C.
Mereka mengungkapkan dari semula sebagai kantor untuk aktifitas kegiatan perkantoran Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya, dialihkan sebagai bangunan hotel bintang lima. Sementara pembangunan zona B, yang semula direncanakan untuk aktifitas seniman, yang nantinya memuat bangunan teater utama, bioskop, gallery, labor musik, tari, perpustakaan, dan lain-lain tidak berlanjut pembangunannya.
Syarifuddin Arifin, seniman yang dikenal sebagai penyair lintas negara mengatakan alangkah baiknya pembangunan kompleks zona B ini diselesaikan dahulu, agar para seniman bisa kembali beraktifitas normal kembali. Baru kemudian rancangan zona C ini diteruskan.
Ery Mefri koreografer yang diketahui telah malang melintang di panggung-panggung Internasional, melengkapi. “Pada hakekatnya kami para seniman, tidaklah anti pembangunan.”
Ery mengatakan jika pembangunan Zona B selesai, maka para seniman pun dapat kembali bisa beraktifitas seperti semula. Sementara pemerintah maunya merubah rencana menjadi hotel, para seniman tidak akan menghalangi
“Sekarang ini, seolah-olah kami ini para seniman diperlakukan malah jauh lebih buruk daripada sampah. Dibuang tanpa tahu tempatnya. Padahal, sampah saja jika dibuang, ada tempatnya, begitu kira-kira analoginya,” tambah Ery Mefry.
Sementara Khairul Jasmi, tokoh pers Sumatera Barat menyarankan ada baiknya diadakan kembali pertemuan terbuka antara tiga pihak agar bisa diketahui lebih jelas lagi soal rancangan detail bangunan yang akan dilakukan pihak pemerintah Prov. Sumbar. Terutama pertemuan antara pihak PU, Bappeda dan seniman. Penting kemudian, dibuat kesepakatan yang lebih tegas sebagai bentuk hasil dari pertemuan itu.
Syaharman Zanhar, aktifis yang dikenal juga pernah ikut mendirikan Sanggar Seni Paris di Padang Pariaman era 1980an, berharap agar gerakan-gerakan para seniman dan pertemuan dengan senator ini hendaknya dapat menggugah kepedulian pemerintah terhadap iklim kesenian maupun kebudayaan di Sumatera Barat.
“Karena tanpa kehadiran seniman maupun budayawan yang terus berkarya, bagaimana bisa pembangunan dilaksanakan secara humanis dan penuh nilai?” ujar Syaharman.
Setelah mendengarkan keluhan serta usulan dari para seniman dan budayawan, Senator H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH mengajak seniman dan budayawan itu untuk memahami arti penting budaya, seni, budayawan, seniman dan Taman Budaya bagi masyarakat Sumatera Barat.
Leonardy menjelaskan, budayawan adalah orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentang budaya atau berkecimpung dalam bidang budaya yang mengandung nilai-nilai luhur.
Sementara seniman adalah kumpulan dari orang-orang yang kreatif dan inovatif yang mahir dalam bidang seni. Sementara Taman Budaya merupakan tempat berkumpulnya para seniman dan budayawan, tempat berdiskusi dan tempat berlatih.
Kata Leonardy, Ketua Badan Kehormatan DPD RI, kita Sumatera Barat yang dikenal dengan budaya. Budayanya yang penuh dengan simbol-simbol yang universal. Sumatera Barat juga terkenal dengan seninya. Bahkan seninya ini telah mengharumkan nama negara dan nama daerah. Jangan sampai seni dan budaya Sumatera Barat tercerabut oleh perkembangan zaman.
“Untuk itu kita harus mengawal para budayawan, mengawal para seniman agar pemikiran-pemikiran tentang seni dan budaya Sumatera Barat ini tetap terjaga. Kita dalam hal ini tidak hanya masyarakat, khususnya pemerintah daerah. Kita harapkan kehadiran pemerintah daerah dalam hal mengawal budayawan dan seniman. Salah satunya dengan memfasilitasi tempat mereka berkreasi, tempat mereka berinovasi, tempat mereka berdiskusi. Selama ini ya di Taman Budaya, yang ada di Jalan Diponegoro,” ungkapnya.
Jadi perlu perhatian bersama agar Taman Budaya yang sedang dibangun tetap memikirkan fungsi-fungsi yang selama ini telah ada. Ada teater utama, bioskop, gallery, labor musik, tari, perpustakaan. Serta tempat rapat dan diskusi tetap ada di Jalan Diponegoro tersebut. “Aneh rasanya jika Sumatera Barat tidak punya Taman Budaya,” pungkasnya.
Hadir pada pertemuan yang didahului makan siang itu wartawan dan sastrawan senior Khairul Jasmi, penyair Yeyen Kiram yang dikenal sebagai aktifis Cagar Budaya, koreografer tari Internasional Ery Mefri, Angga Djamar, penyair Syarifuddin Arifin, Andrea C Tamsin, Nasrul Azwar, Trikora Irianto, Jeffnil St Pandeka, koreografer Deslenda, Filhamzah, Dadang Leona, Hermawan An, teaterwan Rizal Tanjung, Muslim Noer, Fauzul elNurca, Kamal Guci, dan masih banyak lainnya. (Rilis)