PADANG, RELASI PUBLIK – Pemilihan Umum (Pemilu) tinggal 160 hari lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat terus lakukan sosialisasi tahapan Pemilu ke masyarakat terkait hak pilih pemilih pada Pemilu 2024 mendatang.
Ketua Divisi Perencanaan, Data dan Informasi KPU Sumatera Barat, Medo Patria mengatakan Syarat utama seorang penduduk bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024, tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai alamat domisili dalam KTP elektronik.
“Memiliki KTP elektronik kemudian beranggapan bisa memilih di mana saja, merupakan pemahaman keliru,” ujarnya pada Kamis 7 September 2023
Ketika pemilih bermodal KTP elektronik ini tetap memaksa menggunakan hak pilihnya di luar domisili yang tercantum dalam KTP ini juga akan beresikonya bagi petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) adalah pemungutan suara ulang di TPS (tempat pemungutan suara) tersebut.
“Merujuk peristiwa di Pemilu sebelumnya, kejadian seperti ini biasanya terjadi di TPS yang ada di sekitar perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta. Para mahasiswa tersebut kerap memaksa memilih dengan modal KTP,” sebut Medo.
“Parahnya, KPPS juga memberikan seluruh surat suara, DPRD kabupaten/kota, provinsi, DPR RI, DPD RI dan Presiden. Ini mesti perhatian, KPPS di sekitar kampus atau daerah yang banyak anak kosnya,” tambah Medo.
Dijelaskan Medo, bagi penduduk yang memperkirakan tak bisa menggunakan hak pilihnya sesuai dimana dia tercatat dalam DPT pada hari dan tanggal pemungutan suara, Rabu, 14 Februari 2023, disarankan untuk segera mengurus dokumen pindah memilih.
“Batas waktu mengurus pindah memilih bagi warga yang telah tercatat dalam DPT, 30 hari sebelum waktu pencoblosan, 14 Februari 2024,” ungkap Medo.
“Bagi yang mengurus pindah memilih ini, nantinya akan dicatatkan dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) di lokasi yang dituju. Lewati tenggat waktu 30 hari ini, maka pindah memilih tak bisa lagi diproses,” tambah Medo.
Apa itu Pemilih dalam Pemilu?
Berdasarkan Pasal 1 PKPU No. 7 Tahun 2022, Pemilih dalam Pemilu adalah warga negara Indonesia (WNI) yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Pemilih dalam Pemilu ini memiliki hak untuk memilih pada saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu).
Syarat Menjadi Pemilih dalam Pemilu
Aturan tentang syarat Pemilih dalam Pemilu ini telah termuat dalam Pasal 4 PKPU No 7 Tahun 2022.
Berikut ini syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Pemilih dalam Pemilu:
Genap berumur 17 tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibuktikan dengan KTP-el (e-KTP).
Berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el (e-KTP), Paspor dan/atau Surat Perjalanan Laksana Paspor. Bagi Pemilih belum mempunyai KTP-el (e-KTP) dapat menggunakan Kartu Keluarga (KK).
Tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pengecualian Berdasarkan Putusan MK
Sementara, bagi yang bekerja di rumah sakit, terdampak bencana alam atau ditugaskan khusus oleh lembaga tempatnya bekerja, maka pindah memilihnya bisa 7 hari jelang hari dan tanggal pencoblosan.
“Ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” ungkap Medo.
Sementara, warga yang tidak tercatat dalam DPT namun menggunakan hak pilihnya di TPS sesuai dengan domisili yang tercantum dalam dokumen kependudukan itu, menurut Medo, akan dicatatkan KPPS kedalam Daftar pemilih khusus (DPK).
“Pemilih yang mencoblos berdasarkan KTP sesuai domisili ini, waktunya antara pukul 12.00 hingga 13.00 atau satu jam sebelum penutupan waktu pencoblosan,” terang dia.
Ilustrasi Jumlah Surat Suara yang Diberikan untuk Pemilih Pindah Memilih
Medo kemudian mengilustrasikan, mahasiswa asal Provinsi Riau (punya KTP elekronik) yang tengah kuliah di Kota Padang.
Maka, hak pilih yang didapatnya jika telah mengurus dokumen pindah memilih hanya satu surat suara yaitu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Alasan sederhananya, daerah pemilihan untuk Pemilihan presiden dan Wakil Presiden itu seluruh provinsi di Indonesia dan/atau warga negara Indonesia. Karenanya, si mahasiswa ini hanya berhak mengikuti pemilihan presiden.
Untuk surat suara Pemilu legislatif di semua tingkatan dan calon DPD, terang Medo, mahasiswa tersebut tidak mendapatkan haknya.
“Karena, domisili si mahasiswat tersebut sesuai alamat KTP di Provinsi Riau, sedangkan dia mencoblos di Kota Padang, Sumatera Barat yang notabene akan memilih wakil rakyat mulai dari DPRD Kota Padang, DPRD Provinsi Sumbar, DPR RI Dapil I dan DPD RI,” ungkap Medo.
Dijelaskan Medo, jumlah surat suara yang akan diberikan pada seorang pemilih yang telah memiliki surat pindah memilih, merujuk alamat di dalam KTP elektronik dan lokasi tujuan dia pindah memilih.
Ilustrasinya, terang Medo, Mahasiswa Unand asal Kabupaten Pesisir Selatan yang indekos di Kelurahan Limau Manis, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Maka, surat suara yang didapatnya 3 jenis saja, yaitu surat suara pemilihan presiden, DPD RI dan DPR RI.
Logikanya, pemilihan presiden itu daerah pemilihannya Indonesia, DPD RI itu daerah pemilihannya Provinsi Sumatera Barat.
Sedangkan DPR RI juga masuk, karena Kabupaten Pessel merupakan salah satu dari 11 kabupaten kota di Sumbar yang jadi daerah pemilihan parlemen di tingkat pusat itu. Sedangkan surat suara untuk DPRD Provinsi Sumbar dan DPRD Pesisir Selatan, si mahasiswa itu tidak berhak.
“Untuk Pemilihan DPRD Provinsi, Kabupaten Pesisir Selatan itu tergabung di Dapil Sumbar VIII yang meliputi Pessel dan Mentawai. Karena dia mencoblos di Kota Padang yang merupakan Dapil Sumbar I, konsekwensinya dia tak berhak mencoblos anggota dewan provinsi,” ungkap Medo.
“Begitu juga dengan pemilihan anggota DPRD Kota Padang. Si mahasiswa tadi mencoblos di Kota Padang yang notabene memilih anggota DPRD Padang, bukan memilih anggota DPRD Pesisir Selatan sesuai alamat KTP-nya,” pungkasnya. (Rilis)