Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
OPINI

Hasrat dan Selera yang Melampaui Akal Sehat

91
×

Hasrat dan Selera yang Melampaui Akal Sehat

Sebarkan artikel ini
Jacob Ereste

Oleh : Jacob Ereste

Kekecewaan rakyat terhadap pemimpin karbitan atau sekedar anak wayang yang dikendalikan para dalang terbukti dari kebijakannya yang tidak affirmative action bagi rakyat, sehingga etika dan moral terabaikan tidak selaras dengan amanah UUD 1945 dan Pancasila yang wajib dipatuhi dalam mengelola negara dan bermasyarakat. Janji sebelum menjabat saja untuk Walikota Depok sudah mengancam warga masyarakat untuk tidak menggunakan kendaraan (mobil) beroda empat. Jadi hanya ditinya saja –sebagai Walikota kelak — yang boleh menggunakan kendaraan beroda empat tersebut.

Coba bayangkan srdsbgkal itu cara berpikirnya hanya demi dan untuk enaknya diri sendiri, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.

Pemimpin yang kompeten harus memiliki pemikiran yang cerdas, pandai dan bijak untuk memberi contoh, solusi atau arahan bagi segenap komponen bangsa dalam mengarasi beragam masalah. Lha, kok ingin mengatasi masalah kemacetan lalu lintas, semua orang mau dilarang menggunakan kendaraan (mobil) pribadi, kecuali dirinya sendiri. Jadi sungguh mengesankan memang keturuban Fir’un.

Indonesia hari ini memerlukan sosok pemimpin yang tangguh memberi ketauladanan serta komitmen dengan integritas untuk mengabdikan diri  demi dan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan peribadi dan kelompok apalagi hanya untuk keluarganya semata. Karena itu upaya membangun dinasty di republik yang mengedepankan budaya demokratis menjadi sangat tercela dan nista, bila tak paham adat dan adab. Sama halnya warga masyarakat  yang tak jelas asal usulnya dari pelosok Sumatra sana mau menjadi Walikota di Solo, misalnya. Lha, bagaimana mungkin, pernah ke Solo juga kagak, apalagi bisa memahami masalah utama yang menjadi keresahan warga masyarakat setempat.

Kegandrungan rakyat menyambut Pemilu tahun 2024 jelas karena sangat berharap dapat melakukan perubahan untuk tatanan kehidupan yang lebih baik dari pada kondisi hari ini yang dirasakan telah berada jauh dibawah ambang batas yang menakutkan. Artinya, bila tak hendak melakukan perubahan, untuk apa dilakukan Pemilu dengan biaya yang mahal itu. Jadi logika yang sungsang seperti itu, patut diterapy dengan akupuntur akal sehat. Supaya pikiran sesat tidak menjadi pandemi bagi orang lain.

Cara berpikir yang bodoh dan tolol memang tidak dilarang di negeri ini. Cuma soalnya jangan ngajak atau menukarkan kepada orang lain. Maka itu, selera dari menu sop ceker ayam Solo, belum tentu cocok dijadikan menu suguhan untuk kami di Depok, kata Salwita tersungut-sungut. Pada saat yang sama aku pun teringat dengan pidato sanepo Prof. Sri-Edi Swasono yang sulit kupahami sampai hari ini, yaitu tentang datire sekumpulan singa yang dipimpin oleh seekor domba. Satire tentang singa dan domba itu, juga tentang pantun Melayu yang mengatakan “awak yang tak pandai mengukur baju di badan”. Sehingga aku pun sekonyong-konyong ingin juga menjadi Walikota di Lampung, meski sejak 40 tahun yang lalu aku sudah tidak lagi ingat dimana sekolah gajah itu kini berada.

 

Banten, 4 Agustus 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *