PADANG – Pemungutan Suara Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024, ditetapkan pada 14 Februari. Untuk penyempurnaan kebijakan pemungutan dan penghitungan suara, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD).
“Dari FGD ini kita harapkan mendapatkan masukan-masukan terkait berbagai hal dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sehingga mendapatkan hasil yang maksimal nantinya. Kita menghimpun masukan dari segenap pimpinan parpol, ormas, akademisi dan pemangku kepentingan sehingga memperoleh rumusan yang lebih baik sekaligus dalam mengurangi berbagai resiko yang kemungkinan terjadi pada hari pemungutan suara nantinya.
Rumusan ini nantinya, akan kita sampaikan ke KPU Pusat sebagai masukan untuk PKPU pemungutan dan penghitungan suara,” ungkap Medo Patria, mewakili Ketua KPU Sumbar saat membuka FGD yang bertajuk. Penyiapan Rumusan Kebijakan Pemungutan dan Penghitungan Suara pada Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024, Senin (26/6/2023) di Pangeran Beach Hotel Padang.
Ketua Divisi Teknis KPU Sumbar, Ori Sativa Syakban yang menjadi narasumber dalam kegiatan ini menyampaikan isu krusial dalam perumusan rancangan Peraturan KPU (PKPU) terkait pemungutan dan penghitungan suara pada Pemilu 2024.
“Hari pemungutan dan penghitungan suara pada 14 Februari 2024 adalah puncak dari Pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Pada pemilu sebelumnya, banyak persoalan yang muncul pada hari puncak ini, termasuk banyaknya petugas KPPS dan TPS yang meninggal dunia. Nah, inilah yang coba kita rumuskan lewat FGD ini sehingga muncul pemikiran bersama guna meminimalisir tingkat resiko yang akan terjadi,” kata Ori dalam hantaran diskusi yang dipandu oleh Kasubag Teknis, Rahman Al Amin.
Dikatakan Ori Sativa, dalam penghitungan suara pada Pemilu 2019, KPU menggunakan sistem aplikasi Sirekap, dimana semua formulir C Hasil pemghitungan suara difoto dan dikirim ke aplikasi Sirekap. Selain itu, KPPS juga harus mengisi rangkap 5 salinan hasil penghitungan suara Pilpres, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi hingga Kabupaten kota.
“Nah, ini tentu memberatkan kerja KPPS. Karena itu, perlu kita diskusikan rumusan untuk memudahkan kerja KPPS sehingga lebih praktis. Sehingga pelaporannya bisa lebih cepat dan tidak begitu melelahkan,” jelas Ori.
Terkait layanan informasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) narasumber lainnnya, Malse Yulivestra mengatakan bahw perlu penegasan di PKPU agar layanan informasi di TPS bisa diatur sedemikian rupa, sehingga lebih memudahkan pemilih mendapatkan informasi terkait DPT, parpol peserta pemilu, calon anggota legislatif di masing-masing Parpol, Capres dan Calon perorangan.
Nah, perlu didisain sedemikian rupa penempelan pengumumannya di lokasi TPS. Sehingga tidak terjadi desak-desakan di lokasi TPS. Menurut saya, disain lokasi TPS ini perlu diatur dalam PKPU sehingga bisa lebih tertib dan nyaman,” jelas Malse Yulivestra, S.Sos. M.AP.
Sementara itu Didi Rahmadi, MA, Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Sumbar, menyampaikan bahwa ada 3 isu strategis penghitungan suara, yakni Penyederhanaan penghitungan suara, aksesibilitas penghitungan suara.
“Selama ini terjadi beberapa hambatan di lokasi TPS, yaitu jumlah dan kapasitas petugas, keterbatasan jumlah saksi, luas TPS dan ketersediaan perangkas kwras yang memadai di setiap TPS. Ini perlu dipertimbangkan pada pemungutan suara 14 Februari 2024 nanti,” ucap Didi dalam diskusi yang dipandu oleh Soetrisno, Kabag Humas KPU Sumbar.
Sistem penyelenggaraan Pemilu di Indonesia lanjut Didi, merupakan terumit di dunia. Karena itu, perlu pengelolaan manajemen, pelatihan petugas dan penggunaan aplikasi yang tepat, sehingga penyelenggaraan pemilu bisa lebih mudah sekaligus mengansitipasi berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan.
“KPU juga perlu menyiapkan model offline guna mengantisipasi keterbatasan jaringan internet saat pemungutan dan penghitungan suara,” ucapnya.
Sedangkan DR. Lince Magriati, M.Si, narasumber lainnya menguraikan, bahwa ada 8889 TPS di lokasi khusus di 37 provinsi di Indonesia. Karena itu, perlu ada rekapitulasi pemilih dari disabilitas sehingga lebih memudahkan pemilih disabilitas menggunakan hak pilihnya. Lakukan pemetaan pemilih disabilitas di lokasi khusus.
“Karena itu, saya mengusulkan agar KPU perlu memperhatikan jumlah pemilih disabilitas di lokasi TPS khusus. Jumlah 300 di satu TPS khusus perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada, baik di lokasi pesantren, Lapas, atau sekolah-sekolah khusus. Perlu diperkuat koordinasinya, apalagi juga terkait dengan pendampingan,” ujar Lince.
Keempat narasumber ini, semuanya terkait dengan panel penghitungan suara pilpres dan DPD serta DPR/DPRD.
FGD dihadiri perwakilan Forkopimda Sumbar, instansi vertikal, seluruh perwakilan parpol peserta pemilu, anggota dan LO DPD RI serta kalangan akademisi, LSM dan ormas. (ms/ald)