Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
POLITIK

Pengamat Komunikasi Politik, Jamiluddin Ritonga : Masyarakat Butuh Kepastian Informasi Vaksin Covid-19

361
×

Pengamat Komunikasi Politik, Jamiluddin Ritonga : Masyarakat Butuh Kepastian Informasi Vaksin Covid-19

Sebarkan artikel ini
M. Jamiluddin Ritonga Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul. (Dok.Pribadi)

JAKARTA,RELASIPUBLIK.COM-Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengatakan, ketidakpastian informasi terkait vaksin Covid-19 membuat sebagain masyarakat khawatir untuk divaksin.

“Memang sudah banyak informasi terkait vaksin Covid-19 yang disampaikan pemerintah. Bahkan presiden sudah berulang kali menyampaikan vaksinasi covid-19 aman dilakukan,” katanya di Jakarta, Kamis (7/1/2021).
Untuk itu, presiden menjanjikan akan menjadi orang pertama yang divaksin. Kemudian akan diikuti para petinggi negeri.

Bahkan kata dia, ancaman denda Rp 5 juta bagi masyarakat yang tidak mau divaksin.Semua informasi tersebut belum cukup untuk menyakinkan sebagian masyarakat untuk divaksin. Ada yang menyatakan lebih baik membayar denda daripada divaksin.

“Adapun, penolakan itu terjadi karena informasi yang dibutuhkan masyarakat terkait vaksinisasi belum mereka peroleh. Sementara pemerintah terus menerus mengkampanyekan vaksin tersebut,” tegas pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi,dan Riset Kehumasan ini.

Lanjutnya, padahal yang dibutuhkan masyarakat yang menolak hanya dua hal. Pertama ada izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Hingga saat ini BPOM belum mengeluarkan izin tersebut.

Kedua, lanjut dia, bahwa sertifikat halal dari MUI atau pihak yang diberi otoritas. Namun, lagi-lagi hal ini belum juga ada.

“Jadi, seintensif apapun kampanye vaksinisasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah akan sulit diterima sebagian masyarakat bila belum ada informasi tentang EUA dari BPOM dan surat keterangan halal dari MUI. Sebab dua informasi tersebut yang dibutuhkan masyarakat,”urai penulis buku Tipologi Pesan Persuasif, Perang Bush Memburu Osama, dan Riset Kehumasan tersebut.

“Jadi, pemerintah sebaiknya menunggu dua informasi tersebut baru dilakukan vaksinasi. Dengan begitu, masyarakat secara sukarela mau melaksanakan vaksinasi,” tutup Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 itu. ** Domi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *