PADANG, RELASIPUBLIK – Ir. H. Mulyadi boleh berbangga. Perjuangan tak pernah lelah anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI saat di periode pertamanya (2009-2014) melobi berbagai kementerian dan mitra kerjanya untuk mempercepat pembangunan Jembatan Layang kelok 9 akhirnya berhasil, hingga akhirnya diresmikan Presiden SBY pada 2013 lalu.
Semua itu tak lain demi membuktikan komitmennya sebagai wakil rakyat untuk pembangunan sejumlah infrastrktur di Sumbar. Dari sekian banyak kesuksesannya, yang paling berat itu dirasakannya saat melobi anggaran untuk pembangunan Jembatan Layang Kelok Sembilan itu.
“Pertempuran paling berat yang saya rasakan itu adalah perjuangan pembangunan Jembatan Layang Kelok Sembilan, yang menjadi ikon baru Sumatera Barat. Karena anggarannya cukup besar,” jelas Mulyadi.
Jembatan Layang Kelok 9, merupakan karya anak bangsa yang meliuk-liuk menyusuri dinding bukit terjal ini memiliki panjang 2,5 km. Pembangunan jembatan yang total anggaran mencapai Rp600 miliar tersebut, sebenarnya, telah dimulai sejak tahun 2003. Hingga 7 tahun pengerjaan, pembangunan jembatan itu telah menghabiskan anggaran Rp200 miliar.
“Melihat perkembangannya yang lambat tersebut, saya yang ketika itu menjabat Wakil Ketua Komisi V meminta Kementerian Pekerjaan Umum untuk mempercepat pembangunannya. Saya meyakinkan Menteri dan Dirjen Bina Marga di Kementerian PU. Alhamdulillah, perjuangan itu berhasil sehingga pengerjaan Jalan Kelok 9 bisa dipercepat penyelesaiannya,” ucap Mulyadi sudah tiga periode menjadi Anggota DPR RI.
Logikanya, lanjut Mulyadi yang diperiode ketiganya ini (2019-2024) bertugas di Komisi III DPR RI, jika 7 tahun melalui mekanisme anggaran normal menghabiskan Rp200 miliar, maka butuh waktu 14 tahun lagi bisa selesai dengan total anggaran Rp600 miliar tersebut.
“Karena itu, saya pikir, harus dilakukan intervensi melalui pola anggaran khusus, karena kebutuhan yang strategis dari Kelok Sembilan sebagai jalur penghubung Sumatera Barat dan Riau. Dimana, arus barang dan orang sering terhambat di jalan yang dibangun Kolonial Belanda seabad lalu,” ungkap Mulyadi.
Namun Kementerian Pekerjaan Umum melihat anggaran Rp400 miliar untuk melanjutkan pembangunan jembatan tersebut terlalu besar, karena pola anggaran harus dibagi rata seluruh Indonesia. Tapi Mulyadi tidak menyerah untuk meyakinkan mitranya tersebut hingga beberapa kali rapat. Di satu sisi dia setuju dengan pemerataan, tetapi harus ada kebijakan khusus untuk infrastruktur strategis seperti Jembatan Layang Kelok Sembilan ini.
“Akhirnya, Kementerian PU mau menganggarkan Rp400 miliar untuk pembangunan jembatan tersebut dengan target selesai sebelum tahun 2014. Pembangunan jembatan layang Kelok Sembilan ini dimulai lagi tahun 2011 dan selesai tahun 2013 sesuai target. Untuk memastikan pekerjaan tersebut berjalan sesuai target, saya membawa anggota Komisi V kunjungan kerja ke Kelok Sembilan sebanyak 3 kali hingga diresmikan oleh Presiden SBY, pada Oktober 2013,” jelasnya.
Mulyadi memang merasa bangga. Karena Jembatan Kelok Sembilan tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat, tetapi juga infrastruktur kebanggaan Kementerian PU. Sebab semua pengerjaannya dilakukan oleh BUMN tanpa ada supervisi asing. Dan, Mulyadi pun sangat puas dengan hasil perjuangannya untuk masyarakat Sumatera Barat tersebut.
“Dinamikanya panjang, karena tidak mulus mereka mau menerima begitu saja. Terjadi perdebatan mulai dari tingkat Dirjen hingga Menteri. Disanalah, kita sebagai politisi harus mampu meyakinkan mitra di kementrian, dalam artian melakukan intervensi positif agar mereka menyetujui anggaran pembangunan strategis tersebut,” ungkap Mulyadi.**