Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHTERBARU

Kaltara Beri 5 Rekomendasi Pengembangan SDM untuk Jokowi

165
×

Kaltara Beri 5 Rekomendasi Pengembangan SDM untuk Jokowi

Sebarkan artikel ini

TARAKAN, RELASIPUBLIK – Staf Khusus Presiden RI, Adamas Belva Syah Devara menerima 5 point rekomendasi dari Kelompok Kerja (Pokja) Literasi Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Pokja mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul untuk menyambut bonus demografi. Presiden diminta membuat kebijakan konkrit untuk memastikan anak-anak Indonesia, paling lambat di kelas 3 SD, sudah tuntas kompetensi dasar membaca. Anak-anak itu sudah harus mampu membaca teks, memahami maknanya dan mampu mengkomunikasikan isi bacaan dengan kata-katanya sendiri. “Lima point rekomendasi ini adalah sumbangsih pemikiran kami untuk Indonesia. Staf Khusus Presiden Jokowi, Adamas Belva telah menerima rekomendasi ini pada Sabtu, 18 Januari 2020. Ia hadir sebagai pembicara utama Kemah Literasi Kaltara 2020,” terang Safril Efendi, Ketua Forum Guru Tapal Batas (FGTB) dalam siaran berita, Senin (20/1).

Adamas Belva merespon baik rekomendasi yang diberikan. Ia siap menjadi jembatan penghubung antara para pegiat literasi yang berkerja di lapangan dengan pemerintah pusat yang membuat kebijakan. “Jadi saya sudah mendengar aspirasi dari semua, dan saya juga di sini sama-sama belajar. Insya Allah saya akan menyambungkan ini kepada pemerintah pusat terkait masalah yang ada di tapal batas,” kata Adamas Delva.

Adamas Belva lebih lanjut mengatakan pada periode kedua ini, Presiden Jokowi fokus kepada peningkatan SDM. Tentunya daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) menjadi salah satu titik fokus pembangunan. “Jadi saya datang menjadi perwakilan Presiden, ini juga untuk melihat kondisi yang ada di Kaltara. Juga merupakan bukti bahwa komitmen akan terus berjalan,” tegas alumnus universitas Harvard dan Stanford di Amerika Serikat ini.

Ketua 1 Pokja Literasi Kaltara, Thajuddin Noor mengatakan bahwa untuk membangun SDM berkualitas, pemerintah harus memperbaiki keterampilan membaca mulai dari kelas awal (kelas 1-3 SD). Sejumlah penelitian sudah menunjukkan, rendahnya keterampilan membaca siswa SD menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu lulusan pendidikan. Ketidakmampuan membaca di tingkat SD menjadi penyebab anak tidak mampu belajar dan berkembang di tingkat pendidikan selanjutnya.”Usaha kita menuntaskan pencapaian kompetensi membaca dasar di tingkat SD harus menjadi gerakan arus utama (mainstreaming),” tambah Thajuddin.

Thajuddin mengatakan hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) Kemendikbud 2016, menunjukkan 47 persen siswa kelas IV SD Indonesia tidak memiliki keterampilan membaca. Hasil studi Bank Dunia bertajuk Learning Poverty tahun 2011, menunjukkan sepertiga anak Indonesia yang berusia 10 tahun tidak mampu membaca dan memahami cerita sederhana. Hasil serupa ditunjukkan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) melalui test PISA (Program International Student Assessment) 2018. Hasilnya 7 dari 10 anak Indonesia berusia 15 tahun, kompetensi membacanya di bawah kompetensi minimal.”Padahal terampil membaca merupakan kunci bagi anak untuk bisa memahami semua mata pejaran, memiliki keterampilan dan berprestasi,” tegas pensiunan Kabid Dikdas Disdikbud Tarakan ini.

Selanjutnya Thajuddin mengatakan, ada lima points yang harus Presiden Jokowi perbaiki.
Pertama, Menuntaskan Kompetensi Dasar Membaca.
Pemerintah harus benar-benar membuat kebijakan untuk memastikan anak tuntas kompetensi dasar membaca paling lambat kelas 3 SD. Kelas awal (kelas 1-3 SD) merupakan fase penting untuk membentuk kesiapan anak belajar di kelas selanjutnya. Di kelas awal, anak belajar untuk bisa membaca, berhitung dan menulis. Di kelas selanjutnya (kelas 4-6 SD), anak menggunakan keterampilan membaca, berhitung dan menulis untuk mempelajari mata pelajaran lainnya. Jika anak tidak terampil membaca di kelas 3, maka mereka akan kesulitan belajar dan berkembang di kelas selanjutnya. Mereka tidak mampu memahami mata pelajaran yang harus dipahami lewat kegiatan membaca. Ketidakberhasil belajar dan berkembang seperti ini disebut Effect Matthew.

Kedua: Penyediaan Buku Non Teks Pelajaran yang Lebih Banyak.
Sangat penting untuk memastikan ketersediaan buku non teks pelajaran yang sesuai dengan usia dan minat anak. Terutama untuk siswa kelas awal. Selama ini buku-buku yang tersedia di sekolah, perpustakaan, TBM dan masyarakat didominasi buku-buku yang memiliki teks panjang dan isinya tidak menarik bagi anak.

Ketiga: Peningkatan Keterampilan Mengajar Guru, Pegiat dan Relawan Melalui Pelatihan
Cara belajar anak dan cara mengajar guru merupakan dua faktor utama yang menentukkan hasil berlajar anak. Mengubah cara mengajar guru akan mempengaruhi mutu pendidikan. Guru-guru kelas awal harus dilatih agar mampu mengajarkan 5 tahapan membaca dengan baik. Cara-cara mengajar konvensional selama ini, ternyata tidak cukup berhasil meningkatkan keterampilan membaca anak. Guru harus menggubah metode mengajar menjadi lebih aktif dan menyenangkan, memakai media sederhana dan didukung buku non teks pelajaran yang relevan. Pemerintah Pusat perlu mendesain materi pelatihan yang praktikal dan bisa dilatihkan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), agar guru benar-benar mampu mengajarkan literasi di kelas awal.
Selain guru, para pegiat dan relawan juga harus dilatih serta dikembangkan kapasitasnya. Tujuannya agar mereka bisa bersinergi. Semangat relawan menggerakan program literasi harus dibarengi dengan pengetahuan dan kemampuan teknis-teknis yang berhubungan dengan literasi, khususnya literasi kelas awal. Selama ini gerakan literasi di sekolah dan masyarakat masih jalan sendiri-sendiri.

Keempat: Meningkatkan Kemampuan Sinergi Sekoah-Orangtua-Masyarakat
Diperlukan kolaborsi yang lebih kuat untuk mempercepat penuntasan pencapaian kompetensi dasar membaca. Perbaikan metode mengajar guru di sekolah harus diikuti dengan tambahan kegiatan membaca di lingkungan masyarakat baik di rumah, taman baca masyarakat (TBM), Perpustakaan Desa (Persusdes) dan kegiatan komunitas lainnya. Semakin banyak waktu anak membaca buku yang menarik, semakin banyak kosa kata yang dikuasai. Semakin banyak kosa kata anak, semakin mudah mereka memahami dan mengkomunikasikan isi bacaan.
Kolaborasi antara sekolah-orangtua-masyarakat sangat efektif membantu anak lebih cepat terampil membaca. Terutama bagi anak-anak yang terindentifikasi lamban membaca. Hasil pengukuran akhir Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) di 7 SD rintisan literasi kelas awal di Kabupaten Bulungan, Kaltara, menunjukkan kombinasi pelatihan guru, peningkatan budaya baca dan layanan khusus siswa lamban membaca, mampu memangkas waktu penuntasan kompetensi literasi dasar lebih cepat, dari tiga tahun menjadi dua tahun.

Kelima: Kampanye Literasi yang Lebih Masif
Dibutuhkan kampanye literasi yang lebih masif lagi untuk membangun keterampilan membaca. Pemerintah Pusat, daerah, masyarakat dan swasta harus merespon masalah ini bersama-sama. Kampanye literasi yang lebih masif diperlukan untuk membangun kesadaran bahwa membangun budaya baca berarti membangun bangsa.
Kemah Litersi Kaltara 2020 secara resmi ditutup pada Minggu,19 Januari 2020 di Bumi Perkemahan ASAD, Pantai Amal, Tarakan. Sebanyak 135 lembaga dari Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jakarta ikut berpartisipasi. Mereka berasal dari sekolah pelaksana Gerakan Literasi Sekolah (GLS), TBM, Perpusdes, komunitas literasi, suku-suku pedalaman kalimantan dan instansi pemerintah. Kegiatan ini digelar untuk mengkonsolidasikan gerakan literasi. KLK 2020 digelar oleh Forum Guru Tapal Batas (FGTB) serta didukung penuh oleh Kelompok Kerja (Pokja) Literasi Kaltara dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *