Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMATERBARU

Irwan Prayitno Dianugerahkan “Pin Emas Academic Award Sastra” UIN Imam Bonjol

753
×

Irwan Prayitno Dianugerahkan “Pin Emas Academic Award Sastra” UIN Imam Bonjol

Sebarkan artikel ini

PADANG, RELASIPUBLIK –– Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang menyelenggarakkan Seminar Internasional Pantun, Syair, Tambo dan Tarombo Dalam Pemajuan Kebudayaan di Aula Kampus UIN Imam Bonjol, Senin (28/10/2019).

Pada acara tersebut Gubernur Sumatera Barat Prof. Dr. H. Irwan Prayitno P.Si, M.Sc Datuak Rajo Bandaro Basa Tuanku Paduko Marahi Basa dianugerahkan Academic Award Sastra “Pin Emas” dari Fakultas Adab dan Humaniora yang diserahkan dan disematkan langsung oleh Rektor UIN Imam Bonjol Padang Dr. Eka Putra Wirman Lc, MA.

Irwan Prayitno dinilai sebagai sastrawan yang kreatif dan produktif, piawai berpantun spontan mentradisikannya dalam berbagai orasi, pidato, amanat dan sambutannya pada masa jabatannya sebagai gubernur Sumatera Barat.

Dalam sambutannya Irwan Prayitno mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan, semoga ini semua menjadi inspirasi dan motivasi bagi generasi muda. Karena pantun masuk dalam kategori budaya yang dideskripsikan berada dalam situasi hampir punah.

Generasi milenial saat ini banyak yang tidak akrab dengan pantun. Dikarenakan kalangan sesepuh yang pandai berpantun pun jumlahnya sudah berkurang. Akhirnya pantun yang beredar di masyarakat pun juga semakin berkurang.

“Kita berharap generasi penerus Sumatera Barat dapat melestarikan budaya pantun, bersyair, tambo dan tarombo dalam perkembangan kemajuan budaya Minangkabau, jangan sampai budaya kita menjadi asing di rumahnya sendiri, masyarakat Melayu,” jelas Irwan.

Sejarah Melayu banyak menceritakan tentang pantun dan juga karya pantun. Ini bisa dilihat dari buku atau tulisan serta peninggalan lama dalam kehidupan adat sehari-hari. Selain itu pantun masih dipakai pada saat acara adat dan sekali-kali di berbagai acara kemasyarakatan.

Namun secara umum, kini pantun tidak banyak dipakai dan tidak banyak karya pantun yang tersebar. Kalaupun ada pantun, biasanya pantun yang berulang, yang sudah sering dibacakan di tengah masyarakat.

“Maka dari itu saya sangat mendukung adanya seminar ini, dan juga tentunya kita berharap agar seminar ini menghasilkan suatu pemikiran-pemikiran, konsep yang bisa diterapkan untuk memperkuat pemajuan budaya Minangkabau,” kata gubernur Sumbar.

Dulu, pantun punya peran sosial sebagai alat penyampai pesan sehingga kita mengenal bahwa pantun itu seringkali digunakan dengan cara berbalas-balasan.

“Saat ini pantun masuk dalam usulan sebagai sebuah budaya yang unik, kini Indonesia tengah berjuang mendaftarkan pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia ke UNESCO,” ungkapnya.

Kalau nanti sudah ditetapkan oleh UNESCO, maka akan menambah jumlah warisan budaya Indonesia namun menjadi tantangan juga bagi generasi muda semua untuk menjaga dan melestarikan pantun.

“Karena kalau sudah ditetapkan oleh UNESCO, mereka akan melakukan pemantauan empat tahun sekali. Hal itu akan mendorong kita semua menjaga dan melestarikan pantun,” pintanya.

Pada kesempatan itu Rektor UIN Imam Bonjol Padang Eka Putra Wirman juga menyampaikan bahwa penghargaan yang diberikan pada Irwan Prayitno bukan suatu kebetulan, tetapi dia berhasil memecahkan rekor sebagai kepala daerah yang menciptakan pantun terbanyak di Indonesia versi Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

“Rekor ini bukan nasional saja, tetapi sudah masuk rekor dunia. Sebagai profesor psikologi menjadikannya kepala daerah pencipta pantun terbanyak di dunia,” ucap Eka Putra.

“Menciptakan pantun sebegitu banyak lebih dari puluhan ribu pantun kami anggap sebagai kreativitas luar biasa dari seorang kepala daerah di tengah kesibukan yang seabrek,” tuturnya.

Dalam penghargaan itu, Irwan Prayitno memiliki gaya tersendiri dalam menciptakan pantunnya secara spontan, tak dapat dipungkiri ia telah menyambung mata rantai adat tadisi Minangkabau – Sumatera Barat bersyukur dan berpantun yang sudah terputus selama kupang lebih dua abad lamanya.

Kini terasa tradisi berpantun bernapas kembali dan menginspirasi generasi hari ini mencermati nilai Minang genius dalam mengolah kata berbentuk seni.

BIRO HUMAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *