PADANG, RELASIPUBLIK — Menyingkapi permasalahan Silpa (Sisa Lebih Penghitungan Anggaran) APBD Provinsi Sumatera Barat, Pengamat Tata Kelola Pemerintahan yang juga Ketua DPC Peradi Padang, Miko Kamal menyebutkan besarnya dana APBD yang belum cair saat ini belum bisa disebut Silpa tetapi baru potensi Silpa.
“Soal besarnya dana APBD yang belum cair, saat ini belum bisa disebut Silpa, tapi bisa disebut potensial Silpa. Sebab, bisa jadi kepala dan staf OPD masih sedang bekerja membereskan administrasi pembayaran proyek yang akan selesai sesuai dengan batas waktu yang pencairan sesuai aturan yang berlaku”. Ujar Miko saat dihubungi media.
Miko juga menjelaskan bahwa pentingnya kehati-hatian pemerintah dalam mengambil kebijakan penggunaan anggaran haruslah diperhatikan.
“Prudence atau kehati-hatian dalam mengambil kebijakan sangat perlu. Akan tetapi, jangan sampai prinsip kehati-hatian itu sampai menghalangi pengambilan lebijakan seperti melakukan tender dan menentukan pemenang dari tender tersebut.” Lanjutnya.
Menurut Miko, dalam konteks ini, Gubernur dan Wakil Gubernur harus melakukan evaluasi terhadap kepala OPD yang tidak dapat memenuhi pencairan anggaran yang sudah dialokasikan untuk OPD mereka. Intinya, Gubernur dan Wakil Gubernur memastikan apakah tidak cairnya dana tersebut karena kehati-hatian agar tidak terjadi penyelewengan atau proyek yang tidak tepat sasaran atau karena mereka tidak bekerja maksimal.
“Jika yang terjadi adalah ketidakmaksimalan Kepala OPD menjalankan tugas mereka, sebaiknya Gubernur dan Wakil Gubernur segera mengevaluasi atau mengganti para Kepala OPD yang tidak bekerja maksimal tersebut. Sebab, Kepala OPD yang tidak bekerja maksimal akan berefek negatif kepada kinerja atau jani politik Gubernur dan Wakil Gubernur yang diucapkan pada saat kampanye dan telah dituliskan di dalam RPJMD.” Tegas Miko.
Miko menjelaskan secara hukum, memang tidak ada masalah dengan Silpa yang besar. Sebab, dana yang tidak terpakai tahun 2022 akan bisa digunakan di tahun 2023. Akan tetapi, Silpa yang besar akan menangguhkan pemenuhan hak rakyat: rakyat yang seharusnya menikmati hasil pembangunan di tahun 2022 harus ditunda ke tahun berikutnya. (monsis)