JAKARTA, RELASI PUBLIK – Kebuntuan Negara, Siapa Yang Untung ? Inilah pertanyaan utama dalam Podcast ke – 3 Forum Negarawan, pada Rabu, 9 Agustus 2023 setelah Irjen Pol. Dharma Pongrekun dan Prof. Dr. Siti Fadilah Supari pada bulan sebelumnya. Dan Sri Eko Sriyanto Galgendu serta HM. Bambang Sulistomo., SiP., MSi juga tercatat sebagai Presidium Forum Negarawan yang aktif dalam dialog rutin pada tanggal 11 setiap bulan, seperti untuk bulan Agustus 2023 berlangsung di Museum Satria Mandala, Jakarta.
Putra Bung Tomo ini, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu adalah teman setia dalam Forum Negarawan.
Dalam kondisi kebuntuan negara yang sedang terjadi, Bambang Sulistomo memberi contoh seperti suasana longsornya tambang emas Banyumas akibat hujan dan tanah longsor, sehingga bisa dibayangkan kondisi dari pekerja tambang itu dalam keadaan gelap dan pengap dengan oksigen yang hanya mampu bertahan beberapa saat saja.
Kira-kira seperti itulah kondisi yang tengah melanda Negeri Kita, katanya memaparkan tentang kebuntuan yang sedang melanda bangsa dan negara Indonesia hari ini.
Dalam praktek hukum pun, tidak lagi menjunjung tinggali cara musyawarah dan mufakat. Tetapi sudah menjadi to be or not to be. Meskipun belum seperti istilah dalam ketentaraan ; to kill or not to kill.
Jadi, karena wancinya sudah begitu, tidak lagi ada dialog. Dan d dialog dalam kebuntuan yang terjadi, dimana masing-masing pihak hanya ingin menjagokan kelompoknya sendiri. Dan cara untuk memenangkan kelompoknya sendiri itu dilakukan dengan cara yang halus maupun cara yang kasar.
Akibatnya, yang terjadi kemudian adalah rebutan pengaruh terhadap masyarakat, seperti yang tampak jelas dalam suguhan media sosial kita.
Jadi tidak ada lagiu musyawarah mufakat itu. Karena yang terjadi adalah perebutan pengaruh dalam masyarakat.
Jadi kebuntuan itu akibat dari masing-masing pihak merasa paling benar, dan mau menang sendiri. Itu semua didorong pula oleh para pendukungnya yang juga merasa paling benar sendiri juga. Jadi para pendukung itu pun semakin menambah suasana semakin memburuk.
Dalam kondisi serupa itu, tidak ada lagi yang mundur. Sebab kalau mundur akan dianggap kalah, atau bahkan bisa dianggap salah. Padahal, setiap manusia itu banyak kekurangannya, tak ada sempurna. Sebab selalu saja ada kekurangannya.
Mengenai puja-puji yang berlebihan dari orang-orang dekatnya, Bambang Sulistomo sangat yakin Jokowi pun sadar akan hal itu. Yang menjadi masalah, puja-puji itu sering kali dilakukan untuk menyerang pihak lain. Jadi kalau hanya sekedar untuk menghibur dan menyenangkan juga hati rakyat, tidaklah terlalu menjadi masalah.
Lalu masalahnya, apakah serangan politik harus dibalas juga dengan politik ?
Sebenarnya, menurut saya ujar Bambang Sulistomo, hal seperti itu seharusnya dapat dicegah oleh Jokowi. Karena Jokowi memiliki kekuasaan untuk melarang perseteruan seperti itu agar tidak terjadi.
Pertanyaan Sri Eko Sriyanto Galgendu tentang anggapan banyak orang bahwa Jokowi adakah seorang negarawan, menurut Bambang Sulistomo anggapan seperti itu wajar-wajar dikatakan oleh para pendukungnya. Karena pendukungnya memang harus mengatakan seperti itu. Tapi menurut saya, imbuh Bambang Sulistomo, Presiden Jokowi belumlah bisa disebut negarawan. Dan Pak Jokowi harus menyadari hal itu, kalau dirinya belumlah bisa disebut negarawan yang utuh. Sebab untuk dikatakan sebagai negarawan, seseorang itu harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. Kelebihan itu bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi tidak ada kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok.
Jadi seorang negarawan itu harus jelas dan tegas mengedepankan Kepentingan negara, bukan kepentingan kelompok. Misalnya ada beberapa koruptor yang tidak tertangkap sampai hari ini. Ada koruptor yang sangat terkesan mendapat perlakuan khusus. Dan banyak orang cukup tahu, para koruptor itu adalah mereka yang dekat dengan kekuasaan.
Jadi memang jangan heran, meski di negara kita ini tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum, tetapi yang ada ialah kasus hukumnya dihentikan, agar dia bisa disandera.
Kalau pun kemudian ada semacam ancaman nanti setelah tidak lagi menjabat kepada Pak Jokowi, menurut Bambang Sulistomo itu bisa saja upaya untuk menakut-nakuti Pak Jokowi. tapi juga ada dua kemungkinan penyebabnya. Yang pertama, karena Pak Jokowi semakin keras, dan yang kedua bisa saja membuat Pak Jokowi benar-benar takut dengan omongan yang bernada mengancam seperti itu.
Atas dasar itulah, Pak Eko perlu menyarankan kepada Pak Jokowi untuk bersikap sebagai negarawan. Caranya, ya harus mengedepankan kepentingan negara dari pada kepentingan pribadi dan kelompok.
Menurut saya, ungkap Bambang Sulistomo lebih jauh, Pak Jokowi tidak boleh ngotot. Sebab kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, sungguh sangat mengkhawatirkan dan mencemaskan sekali.
Lalu menjawab pertanyaan Sri Eko Sriyanto Galgendu tentang dorongan dari Jokowi untuk anak-anaknya dalam politik yang hendak mencalonkan diri dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) maupun Cawapres (Calon Wakil Presiden), Bambang Sulistomo merasa tidak ada masalah, asalksn semua dilakukan secara wajar dan baik seperti aturan yang berlaku. Tapi kalau dipaksakan, pasti akan menjadi bumerang bagi Pak Jokowi sendiri. Jadi kalau dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dipaksakan, itu masalahnya cuma tinggal menunggu waktu saja. Seperti Ir. Soekarno dan Pak Soeharto, siapa pernah menduga mereka bisa jatuh dengan sangat tragis. Jadi kalau begitu caranya, ya tinggal menunggu waktu saja, Mas, kata Bambang Sulistomo kepada Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Penulis : Jacob Ereste, Peneliti di Atlantika institut nusantara
Jakarta, 9 Agustus 2023