PAINAN, RP – Sejumlah masyarakat petani Gambir, di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), kembali mengeluh akibat tidak stabilnya harga komoditi tersebut, beberapa bulan terakhir.
“Harga Gambir selalu turun dan tidak stabil sejak awal bulan Puasa kemarin. Ini membuat ekonomi kami menjadi sulit akhir-akhir ini,” sebut Ujang (47) salah seorang peladang Gambir di Kecamatan Sutera, Senin (24/7).
Dikatakannya, sebelumnya harga 1kg Gambir di daerah itu, mampu mencapai angka Rp55 ribu, Rp60 ribu, bahkan mampu mencapai angka Rp70 ribu perkilonya. Namun, saat ini menurun secara drastis hingga perkisaran angka Rp38 ribu hingga Rp40 ribu.
“Padahal biaya yang harus kami keluarkan sekali panen sangatlah besar, seminggu saja mampu menghabiskan biaya sekitar Rp1.200,000. Sementara, waktu menunggu panen sekitar tiga Minggu,” terangnya.
Menurutnya, tidak stabilnya harga Gambir tersebut, juga diduga karena permainan sejumlah tangkulak (toke), sehingga membuat harga relatif tidak stabil dan tidak sesuai dengan harga di pasaran.
“Informasinya, kalau di Padang harga Gambir di pasaran masih mencapai Rp95 ribu satu kilogram. Kami tidak tau kenapa, toke disini membeli Gambir dengan harga jauh merosot,” sebutnya lagi.
Terkait hal itu, ia sangat berharap adanya perhatian dari Pemerintah Daerah. Sebab, kondisi tersebut, benar-benar membuat peladang Gambir menjadi kewalahan, sehingga sulit untuk memperkerjakan pihak ketiga selaku buruh Gambir, karena tuntutan upah yang relatif tidak sebanding.
“Kalau harga Gambir tidak naik. Bagaimana kami harus membayar upah buruh. Sedangkan untuk kami saja tidak sebanding,” jelasnya.
Sementara itu, seorang tangkulak (toke) Gambir, Imul (40) mengatakan, bahwa tekanan harga komoditas Gambir terjadi, dengan alasan modal para tangkulak sering tertahan di daerah lain. Sehingga harga tersebut sulit disesuaikan dengan harga pasaran.
“Tidak stabilnya harga Gambir, karena modal kami (toke) sering tertahan. Nah, tentu kita tidak bisa lagi membeli dengan harga sebelumnya. Apalagi, akhir-akhir ini memasarkannya juga agak sulit ke pasaran,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Pessel, Jumsu Trisno, mengatakan, tidak stabilnya harga komoditas Gambir di daerah itu, pihaknya belum bisa menyikapi secara regulasi. Sebab, harga gambir belum diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Selatan.
“Untuk harga gambir, kita belum bisa menyikapi secara aturan. Sebab, tergantung pasaran dari tangkulak. Karena harga standar Gambir memang tidak diatur oleh Pemerintah Daerah,” jelasnya.
Kendati demikian, lanjut dia, pihaknya akan mencoba menelusuri penyebab kenaikan harga Gambir tersebut, dan mencarikan solusinya.
“Apakah memang harga pasaran, yang membuat Gambir tidak stabil, atau memang permainan dari tangkulak itu sendiri. Nanti, akan kita upayakan menjawab keluhan masyarakat ini. Jika memang ada permainan tangkulak, mungkin perlu kita nasehati, agar membeli Gambir sesuai dengan harga pasaran,” ujarnya. (*)