Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMADAERAHHUKUM & KRIMINALTERBARU

Penyidik KLHK Tetapkan Tersangka Perusakan Hutan di Pesisir Selatan

81
×

Penyidik KLHK Tetapkan Tersangka Perusakan Hutan di Pesisir Selatan

Sebarkan artikel ini
Konferensi pers perambahan dan perusakan kawasan hutan di Aula Dinas Kehutanan Sumatra Barat. (Foto dok si)

PADANG, RELASI PUBLIK – Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sumatera menetapkan EL (66 tahun) sebagai tersangka dalam kasus pengerjaan, penggunaan, dan pendudukan kawasan hutan secara ilegal. EL ditemukan menggunakan alat berat jenis ekskavator di antara 25 hektare area hutan yang sudah terbuka dan 1.000 hektare yang telah ditanami kelapa sawit di Kampung Talang Medan, Kecamatan Lunang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Penetapan tersangka ini diumumkan pada Senin, 3 Juni 2024, sebagai tindak lanjut Operasi Gabungan Pengamanan Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) oleh Gakkum KLHK dan Dinas Kehutanan Sumatera Barat. EL ditangkap bersama MD (30 tahun), warga setempat yang saat ini masih berstatus saksi, pada 22 Mei 2024. Saat ditangkap, keduanya sedang membuka lahan dan membuat jalur untuk penanaman kelapa sawit menggunakan ekskavator merek Hitachi.

“Saat ini EL telah ditahan di Rutan Polda Sumatera Barat untuk menjalani proses penyidikan lebih lanjut,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam konferensi pers di Aula Dinas Kehutanan Sumatra Barat pada Senin, 3 Juni 2024.

Rasio menegaskan bahwa EL tidak bekerja sendiri. Dia berjanji penyidikan tidak akan berhenti pada EL dan memerintahkan penyidik untuk segera menindak pihak-pihak lain yang terlibat dalam perambahan dan perusakan kawasan hutan di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan. “Selain EL, ada beberapa pihak yang sedang kami dalami terkait dengan kejahatan ini,” ujarnya, tanpa menyebut lebih detail perihal aktor intelektual atau perusahaan di balik perambahan hutan tersebut. “Penetapan tersangka EL merupakan langkah awal untuk menindak pelaku lainnya,” tambahnya.

Rasio menekankan bahwa perusakan kawasan hutan merugikan masyarakat luas dan meningkatkan ancaman bencana bagi masyarakat Sumatera Barat. “Tidak boleh dibiarkan pelaku-pelaku kejahatan yang mendapatkan keuntungan dengan merusak lingkungan, mengorbankan masyarakat, dan merugikan negara. Mereka harus dihukum maksimal, agar ada efek jera dan adil,” tegasnya.

EL dijerat dengan Pasal 92 ayat (1) huruf b jo. Pasal 17 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), sebagaimana diubah dalam Paragraf 4 Kehutanan Pasal 37 angka 16 Pasal 92 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 jo. Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana diubah dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman pidana penjara untuknya paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 miliar rupiah.

Menurut Rasio, EL dan pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam perusakan hutan di Tapan harus dikenakan pidana berlapis. Ia juga mengisyaratkan penerapan tindak pidana pencucian uang agar dapat menyasar penerima manfaat utama melalui penelusuran aliran uang, sehingga hukumannya lebih maksimal dan berefek jera.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menyoroti penindakan perambahan hutan untuk perkebunan sawit di Kabupaten Pesisir Selatan yang hanya menangkap pelaku di lapangan. Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, pada Senin (3/6/2024), menyatakan bahwa langkah yang diambil Ditjen Penegakan Hukum KLHK terkesan reaktif karena muncul desakan publik pasca bencana banjir bandang di Pesisir Selatan pada 7-8 Maret lalu.

Dalam operasi gabungan tersebut, tim mengamankan dua orang terduga pelaku, yaitu EL (66) warga Dusun Baru Alang Rambah, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan dan MD (30) warga Kampung Talang Medan, Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan. “Mereka sedang melakukan kegiatan pembukaan lahan dan membuat jalur untuk ditanami kelapa sawit dengan menggunakan alat berat jenis ekskavator merk Hitachi tanpa izin (ilegal),” jelas Rasio.

Hasil pemeriksaan terhadap EL dan MD oleh penyidik Balai Gakkum LHK Sumatera menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan EL sebagai tersangka, sementara MD masih sebatas saksi. Tim Gabungan Gakkum KLHK, Dinas Kehutanan Sumatera Barat, dan Polda Sumatera Barat sedang mencari barang bukti ekskavator yang sudah tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP).

“Saat pengamanan pelaku dan barang bukti ekskavator, tim operasi terkendala medan yang berat, cuaca hujan, dan banjir, serta salah satu anggota tim, yaitu Kepala Satuan Tugas Polhut UPTD KPHL Bukit Barisan, Haryanto, gugur dalam tugas. Akibatnya, alat berat belum dapat diamankan,” jelas Rasio.

Rasio menyebut bahwa EL telah ditahan di Rutan Polda Sumatera Barat untuk menjalani penyidikan lebih lanjut. Kejahatan perusakan hutan yang dilakukan oleh EL merupakan kejahatan serius yang merugikan masyarakat luas dan meningkatkan ancaman bencana bagi masyarakat Sumatera Barat.

“Saya sudah perintahkan penyidikan kasus ini melibatkan penyidik dari Ditjen Gakkum yang ada di Jakarta. Penegakan hukum pidana berlapis, termasuk penerapan tindak pidana pencucian uang agar dapat menyasar penerima manfaat utama melalui penelusuran aliran uang,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *