PAINAN. RELASI PUBLIK— Proyek lanjutan pembangunan jalan strategis Pasar Baru–Alahan Panjang di bawah Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR) Provinsi Sumatera Barat kembali menuai sorotan. Sejumlah pihak mempertanyakan mutu material serta dugaan praktik tidak sehat antara oknum pejabat dan kontraktor.
Kritik ini mencuat setelah temuan di lapangan menunjukkan material yang digunakan diduga tidak sesuai standar kontrak. Material base A dan base B disebut memanfaatkan limbah galian batu basi di kawasan Kebun Teh Sariak Bayang, bukan dari sumber yang memenuhi spesifikasi teknis.
Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Rudi Candra, menilai kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dari BMCKTR Sumbar.
“Kalau pengawasan tidak berjalan, tentu muncul tanda tanya. Bukan tidak mungkin ada permainan antara pejabat BMCKTR dengan kontraktor. Urusan fee proyek itu bukan rahasia umum lagi,” ujarnya kepada wartawan.
Tidak hanya material timbunan jalan, kualitas batu untuk pasangan drainase dan penahan tebing juga dipertanyakan. Batu yang digunakan diduga bukan batu sungai sebagaimana tercantum dalam spesifikasi kontrak, melainkan batu gunung hasil galian sekitar lokasi.
Batu gunung tersebut memiliki tingkat abrasi tinggi sehingga mudah hancur dan berpotensi mengurangi daya tahan konstruksi.
Selain itu, penggunaan material yang diduga ilegal juga berpotensi menyalahi regulasi perizinan pertambangan sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
“Kalau memang tidak benar menggunakan material ilegal, harusnya disampaikan ke masyarakat. Tapi sejauh ini tidak ada penjelasan, sehingga wajar publik mempertanyakannya,” lanjut Dr. Rudi, yang juga akademisi dari Universitas Dharma Indonesia.
Proyek yang ditargetkan selesai tahun ini memiliki nilai anggaran sekitar Rp38 miliar, dengan pelaksana PT Arpex Primadhamor. Namun dugaan penggunaan material tidak sesuai standar menimbulkan pertanyaan tentang kualitas hasil pekerjaan.
Dr. Rudi menegaskan perlunya aparat penegak hukum turun tangan untuk memastikan tidak ada praktik permainan proyek.
“Harus diselidiki kebenarannya. Jika terbukti, tentu harus ada sanksi. Jika tidak terbukti, masyarakat juga harus diberi penjelasan agar tidak timbul prasangka negatif,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi terkait dugaan tersebut, Kabid Bina Marga BMCKTR Sumbar, Adratus, enggan memberikan respons.
“Saya sedang rapat, tidak bisa memberikan komentar. Sama PPK-nya saja ya,” ujarnya singkat.
Sikap diam BMCKTR ini semakin memicu spekulasi di masyarakat. Sebagian warga menilai kemungkinan adanya kendala anggaran, sementara lainnya menduga lemahnya koordinasi antarinstansi menjadi penyebab lambatnya penanganan dan kualitas pekerjaan di lapangan.
(syahrul)














