PADANG – Rapat Paripurna Penyampaian Pendapat Akhir tentang Perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Padang Syafrial Kani, Senin (6/1/2020).
Laporan Ketua Panitia Khusus III tentang Pajak Air Tanah diwakili sekretaris pansus Irawati Meuraksa.
Muzni Zen (F Gerindra), Helmi Moesim (F Persatuan Berkarya NasDem), Wismar Panjaitan (F Golkar, Mukhlis (F Demokrat), Faisal Nasir (F PAN).
Pendapat akhir fraksi pertama disampaikan oleh Edmon dari Fraksi PKS. Mendorong Pemprov Sumbar jika ada perusahaan di Padang yang ingin mengambil air tanah harus mendapatkan rekomendasi dari Pemko Padang.
Pemakaian yang tidak memakai regulasi yang tepat sehingga turun permukaan tanah. Instansi terkait agar mensosialisasikan perda tersebut.
Revisi Perda terhadap penurunan nilai pajak air bawah tanah dari 20% menjadi 10%. Pansus III DPRD kota Padang melakukan pembahasan bersama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada pembahasan pansus tersebut.
Ketua Pansus III Surya Jufri mengatakan Pemko Padang mengusulkan penurunan pajak air bawah tanah dari nilai 20% menjadi 10%, karena 20% dinilai sangat tinggi.
“Maka untuk kita mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan pihak Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk mendengarkan pandangan berkaitan dengan penurunan itu,” katanya.
Surya Jufri menyebutkan, YLKI menyampaikan bahwa penurunan tersebut agar ada keseimbangan antara kepuasan wajib pajak dengan pelayanan yang diberikan. Sementara PHRI menyampaikan keberatan dengan 20% karena akan menimbulkan kos yang sangat besar terhadap operasional hotel, maka mereka meminta penurunan hingga 10%.
“Usai pembahasan pansus III ini, hasilnya akan disampaikan kepada pimpinan untuk disampaikan kepada fraksi untuk memberikan pandangan sehingga dapat disetujui di Rapat Paripurna DPRD Kota Padang,” lanjutnya.
Surya Jufri berharap dengan penurunan ini dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak, terutama air bawah tanah untuk melakukan pembayaran terhadap pajaknya. Karena ini merupakan itikad baik pemerintah untuk menurunkannya.
“Dengan penurunan ini Bapenda Kota Padang dapat meningkatkan pendapatannya. Serta dapat memberikan sosialisasi dan pemahaman pajak kepada wajib pajak,” jelasnya.
Sementara, Edmon dari Fraksi PKS menuturkan, penurunan tarif pajak air bawah tanah dari 20% menjadi 10%, agar masyarakat tidak terbebani. Namun begitu kita harapkan pemakaian air bawah tanah ini tidak serta merta digunakan terus menerus.
Jika air bawah tanah ini dipakai terus menerus maka akan mengakibatkan keropos didalam tanah. Tentu menyebabkan penurunan pada permukaan tanah,” kata Tokoh masyarakat Lubuk Kilangan ini.
Edmon juga mengungkapkan, tadi kita juga mendengar dari pengurus PHRI, bahwasanya kondisi air tanah itu kurang bagus dibandingkan dengan air PDAM. Jadi sebenarnya mereka lebih cenderung juga memakai air PDAM.
“Maka kita berharap juga PDAM untuk meningkatkan layanannya, Sehingga ketika orang beralih dari air tanah ke PDAM, perusahan air daerah itu siap untuk melayani pelanggannya,” pungkasnya.
Wakil Ketua Bidang Organisasi PHRI, Elvi Syarif saat itu mengatakan, jauh-jauh hari PHRI sudah menyampaikan keberatan kepada Walikota Padang dengan nilai pajak air bawah tanah ini. Dan itulah sekarang yang ditanggapi oleh DPRD.
“Pada Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah itu sebesar 20%, perhitungannya akan diturunkan menjadi 10%, artinya nilai pajak air bawah tanah yang diperwako itu juga turun 50%, kita sangat setuju dengan 10% berarti sudah 50% turunnya,” tuturnya.
Juga diungkapkan, tadi acuan semuanya dari Pergub, Pergub Nomor 119 Tahun 2017, harga air baku, itu kan Rp.1054,-. “Harusnya itu yang direvisi, karena nilainya terlalu tinggi dari nilai sebelumnya perlakuan naiknya sampai 700%, ini pemintaan dari PHRI pada Wako Padang agar ditinjau kembali,” pungkasnya.
Anggota Pansus III Surya Jufri, Boby Rustam, Helmi Moesim, Osman Ayub, Edmon dan Muzni Zein.
Studi banding ke PDAM Kota Depok, Kementerian PU