PADANG, RELASIPUBLIK – Jika selama ini perekonomian Sumatera Barat ditopang oleh sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan ke depan sektor pariwisata dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Akan tetapi untuk bisa menjadikan pariwisata sebagai sumber ekonomi baru dibutuhkan sejumlah upaya agar angka kunjungan wisatawan terus meningkat dengan mengoptimalkan daya tarik objek wisata.
Berdasarkan catatan yang dihimpun dari Dinas Pariwisata setempat jumlah kunjungan wisatawan ke Sumatera Barat pada 2018 diperkirakan mencapai 8,1 juta orang atau mengalami penambahan tipis dari target 8 juta orang. Dari 8,1 juta wisatawan tersebut terdiri atas 8.073.070 orang wisatawan nusantara dan 57.638 orang wisatawan mancanegara. (Berita portal Antara, tanggal 7 Januari 2019.)
” Perhitungan jumlah wisman dan wisnu 2019 masih dalam proses perhitungan dari kab/kota, namun melihat angka bulan nov 2019, diperkirakan wisman bisa mencapai lebih kurang 57.000 dan wisnu bisa mencapai lebih kurang 8.000.000 orang.
Untuk tahun 2020 bertambahan 1 juta orang menjadi 9 juta orang kunjungan ke Sumbar, sesuatu yang wajar, karena kinerja wisatawan nusantara tahun 2018 sudah mencapai 8,1 juta, jadi rasonya dengan adonya event yang begitu padat di tahun 2020 wajar kita berharap lebih
“, ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Barat Novrial, SE, MA, Akt disela-sela kesibukan, Jum’at (31/1/2020).
Kadis Pariwisata itu mengatakan, untuk 2020 kita lebih optimis, pertama untuk wisman karena promosi mulai digencarkan melalui sales mission langsung di pasar potensial seperti malaysia dan singapura, melalui B to B meeting dengan memfasilitasi industri pariwisata dengan partner di luar negeri (LN), dan melalui promosi famtrip dan medsos bersama.
” Untuk wisnu kita akan konsentrasi optimalisasi MICE melalui surat gubernur ke kementerian/ lembaga dan organisasi profesi, promosi ke perantau, dan promosi event nasional penastani, MTQ, harganas, dll”, ujar Novrial.
Novrial juga sampaikan, sejauh ini minat wisatawan ke Sumbar relatif terjaga tinggi, namun yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah konsistensi informasi tentang calender of event dan informasi potensi ekraf seperti kuliner, fashion dan seni pertunjukan yang semakin diminati wisatawan sebagai motif kunjungan selain objek destinasi alam.
” Memang belum dapat diukur dengan pasti berapa multiplier effect dan trickle down effect kepariwisataan langsung kepada masyarakat, namun kalau occupacy hotel tinggi artinya ada kepastian tenaga kerja, kepastian pasokan bahan baku untuk kebutuhan hotel. Kalau jumlah wisatawan tinggi potensi belanja kuliner, belanja produk fashion lokal dan belanja gift, biaya mobilitas serta retribusi objek wisata pasti juga lebih besar”, ungkapnya.
Ia juga tegaskan yang perlu dioptimalkan adalah hasil langsung yang dirasakan masyarakat harus lebih ditingkatkan. Hal-hal seperti objek dan atraksi spesifik di destinasi wisata harus diorganisir langsung oleh masyarakat setempat, cenderamata unik juga harus dihasilkan oleh masyarakat setempat, komunikasi dan interaksi yang menarik wisatawan untuk tinggal lebih lama dan ingin kembali lagi juga harus ditumbuhkembangkan di seluruh lapisan dan elemen masyarakat.
” Banyak ahli yang sudah mengkaji bahwa pariwisata adalah tulang punggung utana perekonomian sumatera barat. Hal tsb hanya bisa terwujud kalau masyarakat berperan aktif sebagai tuan rumah dalam aktifitas kepariwisataan yang tentu saja akan menerima manfaat secara materi dari hal tersebut. Kita harus terus membangun sense of belonging masyarakat Sumbar terhadap kepariwisataan”, harap Novrial.
Seorang Dr. James Spillane, SJ, Romo Spillane panggilan akrabnya, sejak tahun 1980 beliau aktif di bidang pariwisata. Beliau sukses mendirikan P3PAR USD (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata), banyak terlibat di ASITA (Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies), PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), dan dalam 9 tahun terahir berhasil mendirikan Tourism and Hospitality Management di St. Augustine University of Tanzania [SAUT] di Mwanza, Tanzania.
Dalam sebuah artikel Romo Spillane mengatakan, sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pemanfaatan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.
Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik.(Spillane, 1994 :14).
Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa.
Selama berwisata, wisatawan berbelanja, sehingga secara langsung menimbulkan permintaan pasar barang dan jasa. Selanjutnya wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut.
Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain (Spillane, 1994 : 20)