Setiap harinya manusia mengalami berbagai macam kejadian yang beragam, jutaan informasi masuk memenuhi memori manusia hanya dalam jangka waktu 24 jam. Belum lagi apabila hari-hari berikutnya atau hari-hari sebelumnya, tak terhitung apa yang telah dialami satu per satu individu dalam satu kurun waktu. Ini menjadikan kehidupan manusia merupakan suatu proses yang rumit sekaligus kompleks, sehingga tentunya masalah-masalah dalam prosesnya akan datang tak terhindarkan.
Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna, manusia dibekali dengan akal pikiran agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Akal digunakan manusia untuk berpikir, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan berpikir sebagai kegiatan menggunakan akal untuk menimbang dan memutuskan, menimbang untuk mengingat sesuatu. Berpikir merupakan satu dari banyak aktivitas mental yang melibatkan kerja otak. Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, menimbang dan memutuskan (Sobur, 2003).
Jadi dapat diartikan, berpikir merupakan suatu kegiatan memproses seluruh informasi yang diterima oleh manusia. Proses tersebut meliputi membandingkan, menggolongkan, memilah, menghubungkan, menafsirkan, menimbang, dan juga memutuskan. Ada juga yang mengatakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan untuk memahami, mengetahui, dan memperoleh pengetahuan (informasi). Secara umum, proses berpikir akan menimbulkan kegiatan-kegiatan jiwa berupa membentuk pengertian, membentuk pendapat, dan membentuk kesimpulan. Selain berkaitan dengan akal –karena akal disebut-sebut sebagai pikiran, berpikir juga berkaitan dengan masalah. Jika tidak ada masalah maka manusia tidak akan berpikir. Dan dalam kehidupan ini, masalah adalah suatu kepastian. Proses penyelesaian masalah itulah yang disebut dengan proses berpikir (Ahmadi, 2009).
Dalam menyelesaikan masalah, manusia akan mengidentifikasi segala hal terkait permasalahan yang dialaminya beserta solusi pemecahannya. Ini sudah merupakan bagian dari proses alamiah manusia dan tidak dapat dipungkiri. Baik disengaja ataupun tidak, manusia akan selalu berpikir dan memproses seluruh informasi yang datang. Terutama ketika sedang mengalami suatu masalah. Masalahnya, ada beberapa proses berpikir yang memiliki kekacauan dan kesalahan dalam proses berpikir dan menyelesaikan masalah. Hal ini disebut dengan distorsi kognitif.
Kognitif merupakan proses berpikir pada manusia dan lingkungan sekitarnya. Burn (1991) menjelaskan distorsi kognitif adalah proses berpikir pada manusia yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Distorsi kognitif seringkali diartikan sebagai pikiran otomatis yang negatif. Kemunculannya seringkali tidak disadari oleh individu. Ditambahkan oleh Lovrina dkk (2011) bahwa proses kognitif setiap orang pada dasarnya sama, namun terdapat beberapa faktor yang dapat membuatnya berbeda yaitu karena pengaruh lingkungan sekitar, komunikasi dengan orang lain dan juga pengalaman. Sepanjang perjalanan kehidupannya, setiap manusia akan memiliki pengalaman yang berbeda-beda bahkan saudara kembar sekalipun. Ini berarti tidak ada manusia yang menerima informasi persis sama dengan manusia lainnya, secara tidak langsung proses kognitifnya pun akan berbeda.
Helmond dkk (2014) berpendapat distorsi kognitif merupakan hal penting dalam menjelaskan tentang masalah perilaku atau kebiasaan yang bermasalah. Distorsi kognitif dapat menyebabkan reaksi emosional yang tidak menyenangkan pada seseorang, sebagai tanda bahwa pemikirannya tidak rasional. Salah satu bentuk distorsi kognitif yaitu paralysys analysys atau juga disebut dengan overthinking.
Overthinking merupakan sebuah situasi dimana seseorang sangat berlebihan dalam memikirkan sesuatu. Overthinking yang dialami seseorang dapat memberikan manfaat dan juga kerugian, tergantung kepada subjek pemikirannya dan juga intensitas mengenai seberapa besar overthinking yang dialaminya. Meskipun seringkali kasus yang terjadi justru berujung kepada hal yang merugikan. Jikalau dapat memposisikan overthinking yang dialaminya, maka orang tersebut dapat menjadi seseorang problem solver yang baik karena selalu berhati-hati akan setiap tindakan yang akan diambilnya. Begitu sebaliknya, apabila overthinking tidak dapat dikendalikan, maka akan sangat banyak kerugian yang didapatkan. Bentuk pikiran overthinking berujung negatif yaitu: hanya fokus pada hal-hal negatif, berpikir secara ekstrem, mengutamakan hal kecil yang bersifat tidak penting, melakukan labelling akan setiap hal, menyamakan (generalisasi) setiap sesuatu, tidak memilik bukti yang relevan akan suatu kesimpulan, berusaha mengartikan segala perilaku orang lain, berpikir “harus” dalam segala sesuatu, menyalahkan diri sendiri, dan bersikap terlalu emosional.
Overthinking berpotensi menyebabkan gangguan psikologis jikalau dibiarkan, yaitu kecemasan. Ketika seseorang terus-menerus berlebihan dalam memikirkan suatu permasalahan akan tetapi tidak juga menemukan solusi alias buntu. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap produktivitas dan kreativitas seseorang, mengganggu pola tidur, tidak tenang, menganggu ke kesehatan mentalnya karena terus menerus terjebak dalam pikirannya sendiri, selalu khawatir akan banyak hal. Berlanjut dari kecemasan, pada tahap yang lebih berbahaya overthinking dapat menyebabkan stres bahkan depresi. Dapat disimpulkan overthinking bukanlah sebuah kebiasaan yang baik untuk dipelihara.
Akibat yang dimunculkan tidak sesederhana yang diperkirakan dan tidak boleh dianggap sepele. Seseorang dapat kehilangan percaya dirinya dikarenakan overthinking, selalu merasa bahwa dirinya tidak mampu melakukan banyak hal apalagi memenuhi ekspektasi publik. Merasa panik dan gelisah akan hal-hal kecil, membesar-besarkan dan memperumit masalah yang dihadapi padahal sejatinya tidak separah seperti yang dipikirkan. Selalu berlebihan dalam menyikapi banyak hal, cenderung tidak siap berhadapan dengan banyak hal serta kerap kali terkena serangan panik yang tidak berlandasakan. Seseorang yang overthinking tidaklah realitis dalam memandang hidupnya sendiri.
Pola pikir semacam ini akan amat menggangu sekali, karena seakan hidup tanpa memiliki harapan akan kebahagiaan. Padahal, berpikir secara berlebihan bukanlah bentuk dari pikiran yang tidak sehat, pikiran yang tidak mampu mengidentifikasi masalah yang telah terjadi sehingga tidak akan mampu juga menemukan solusi konkrit. Hanya bisa takut, takut dan takut dan merasa tak mampu menangani apapun itu persoalannya. Seperti kata yang seringkali kita dengar, “tempatkanlah sesuatu pada tempatnya”. Ini juga berlaku dalam memikirkan sesuatu dan memecahkan masalah.
Untuk teman-teman yang merasa telah mengalami overthinking, berpikirlah dengan rasional dan sesuai dengan realitas yang ada, beranilah dalam menghadapi pikiran sendiri. Alihkan overthinking tadi kepada hal-hal yang lebih bermanfaat, menerima kekurangan diri sendiri dan yakin bahwa mampu untuk mengembangkan potensi diri. Abaikan hal-hal yang tidak penting dan fokuslah kepada sesuatu yang dirasa memberi manfaat. Overthinking hanya akan membuang-buang tenaga.
Secara logika saja, bagaimana mungkin seseorang tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri? Tapi begitulah kenyataannya. Bagi seseorang yang telah mengalami overthinking, tidaklah mudah untuk menghindari kebiasaan buruk ini. Dan juga, hanya dirinya sendirilah yang mampu untuk menyelesaikannya. Percayalah bahwa setiap manusia dibekali kemampuan untuk mengusahakan yang terbaik bagi kehidupannya, tak ada yang akan memberinya kepadamu, kau harus meraihnya sendiri. Kelemahan itu semu selagi mau untuk berusaha selalu dan waktu tak akan berpihak pada perasaan yang meragu. Kemampuan manusia itu hanya dibatasi oleh imajinasinya sendiri. Semoga berhasil.