Kawasan Batang Arau dan sekitarnya beberapa waktu lalu cukup dikenal sebagai “museum terbuka”, yang dikenal dengan “Padang Kota Lama”. Namun, Gempa Tektonik berkekuatan 7,9 SR, telah memporakporandakan kawasan itu.
PADANG, RELASI PUBLIK–Bila Anda mengitari kawasan Pasar Gadang dan Jalan Batang Arau-Muara Padang, di sana akan disua deretan bangunan besar yang menyimpan kenangan sejarah zaman kolonial Belanda. Gedung-gedung ini merupakan kantor pemerintahan, perbankan, dan kantor dagang peninggalan VOC.
Di kawasan Jalan Batang Arau misalnya, pada kawasan ini banyak terdapat deretan bangunan tua, yang menghadap ke aliran Batang Arau (Muara). Dari deretan bangunan besar itu, terdapat beberapa bangunan yang menonjol, seperti : gedung NHM (Nederlansche Handels-Maatschappij).
Menurut catatan sejarah, gedung yang berarsitektur unik dengan tinggi 24 meter dan memiliki atap dengan dua cerobong sebagai tempat sirkulasi udara ini, didirikan sebelum tahun 1920.
Dululunya NHM ini merupakan kantor dagang swasta, seperti asuransi dan perbankan. Kini bangunan ini hanya dijadikan gudang oleh sebuah perusahaan. Tak berapa jauh dari NHM ini, juga terdapat gedung De Javansche Bank yang dibangun sekitar tahun 1930.
Berjalan sekitar 100 meter arah ke hulu dari gedung NHM ini, maka ditemukan gedung berlantai 2, dengan tinggi sekitar 35 meter. Gedung yang berdiri membelakangi sungai (batang Arau) dan didirikan tahun 1908 ini merupakan gedung Padangsche Spaarbank.
Beberapa waktu belakangan, gedung ini beralih fungsi menjadi Hotel Batang Arau, yang dikelola pasangan Amerika Cris Scurrah dan Christine Florance. Walau demikian, sisa-sisa yang menunjukkan bahwa gedung ini dulunya merupakan sebuah kantor bank masih saja terlihat, sebab di salahsatu ruangnya masih dapat dilihat kotak brankas peninggalan bank zaman Hindia Belanda.
Tak berapa jauh dari gedung Padangsche Spaarbank terdapat gedung NV Internatio, sebuah perusahaan dagang, yang dibangun sekitar 1910. Selain itu juga banyak terdapat bangunan bersejarah lainnya, seperti ; gedung bekas kantor Geo Wehry, gedung Okupasi Warga Keturunan Tionghoa, gedung bekas kantor Nederlansch Idische Escomto My dan beberapa gedung bersejarah lainnya.
Berjalan makin ke hulu, di sana akan ditemukan tiga kawasan pasar, yaitu ; Pasar Gadang, Pasar Mudik, dan Pasar Tanah Kongsi. Menurut catatan, kawasan pasar ini didirikan pada akhir abad 19.
Menurut prediksi para ahli sejarah, bangunan-bangunan yang berderet di ketiga pasar ini diperkirakan jauh lebih tua dibanding bangunan yang terdapat di kawasan Jalan Batang Arau. Konon, Pasar Gadang, Pasar Mudik, dan Pasar Tanah Kongsi ini sudah mulai berkembang sejak tahun 1667 hingga 1900-an.
Hampir sebagian besar bangunan di Pasar Gadang ini dipengaruhi oleh gaya arsitektur kolonial Belanda bercampur arsitektur tradisional Cina. Selain berfungsi sebagai toko, bangunan di Pasar Gadang ini juga berfungsi sebagai rumah tinggal bagi pemiliknya. Konon, Pasar Gadang ini hingga pertengahan abad ke-19 menjadi urat nadi perekonomian Kota Padang.
Sementara itu, gedung-gedung di Pasar Mudik bangunannya lebih banyak menyerupakan ruko serangkai, yang mendapat pengaruh arsitektur Cina, Arab, India, dan Minang. Seabagai bangunan di daerah pasar, banguan-bangunan di kawasan Pasar Mudik ini terlihat lebih praktis.
Sedangkan Pasar Tanah Kongsi yang konon didirikan oleh warga keturunan Tionghoa, ciri umum arsitekturnya lebih mengarah gaya kolonial Belanda bercampur dengan arsitektur tradisional Cina. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung yang menonjol, seperti ; Kelenteng yang dibangun pada abad ke-17 dan gedung HBT (Himpunan Bersatu Teguh).
JADI KAWASAN CAGAR BUDAYA
Lantaran menyimpan sejarah penting, puluhan bangunan tua yang terdapat di daerah Batang Arau, Pasar Gadang dan beberapa kawasan lainnya, Pemerintah Kota Padang pun menjadikannya sebagai sebagai cagar budaya, sehingga keasliannya tetap terpelihara. Kawasan ini pun akhirnya dikenal dengan nama “Kawasan Kota Lama”. Kawasan Padang Kota Lama ini pun telah ditetapkan sebagai objek wisata sejarah dan budaya di Kota Padang.
Bahkan, pada bulan April 2009 lalu, Gubernur Sumatera Barat yang saat itu dijabat oleh Gamawan Fauzi menggulirkan ide untuk merevitalisasi kota lama ini. Ide tersebut disampaikan Gamawan dalam jamuan makan malam dengan tokoh Tionghoa serta Pemko Padang. Ketika itu Gamawan Fauzi berharap, bangunan bersejarah tersebut bisa dirawat dan diperbaiki tanpa meninggalkan arsitektur kuno.
Gamawan Fauzi saat itu juga meminta Pemerintah Kota Padang agar menata kawasan tersebut, sehingga nyaman bagi wisatawan serta bernilai ekonomis bagi warga setempat.
Gubernur Gamawan Fauzi meyakini, bila bangunan bersejarah yang terdapat di “Kota Tua” itu ditata dengan baik, maka nilainya akan jauh lebih tinggi dibandingkan saat ini. Sebab, “Kota Lama” yang mempunyai nilai sejarah itu sangat menarik untuk pariwisata.
GEMPA MEROBAH SEGALANYA
Belakangan ada yang berobah dari pancaran pesona ‘Padang Kota Lama” ini—terutama pasca gempa tektonik berkekuatan 7,9 SR pada 30 September lalu. Ternyata, goncangan gempa yang begitu dahsyat, turut memporakporandakan beberapa bangunan bersejarah di kawasan, Batang Arau, Pasar gadang, Pasar Mudik dan Kampung Cina.
Kala itu di sepanjang jalan akan terlihat hamparan reruntuhan bangunan. Selain itu, juga akan terlihat beberapa bangunan yang sudah miring dan tak kokoh lagi, lantaran dihoyak gempa berkekuatan 7,9 SR.
Menurut catatan, kerusakan bangunan paling parah banyak terdapat di kawasan seputar jalan Niaga-Kampung Cina. Selain mengalami kerusakan bangunan paling parah, di kawasan itu juga diduga banyak terdapat korban yang tertimbun bersama reruntuhan bangunan. Sebab, selain sebagai pusat niaga, kawasan tersebut menjadi tempat tinggal bagi etnis Tionghoa.
Tak hanya gempa yang merusak puluhan bangunan di kawasan bersejarah ini. Kala itu kobaran api juga turut meludeskan sebanyak empat gudang tempat penyimpanan buah pinang dan minyak goreng, di Jalan Pasar Mudik-Kelurahan Pasar Gadang-Kecamatan Padang Selatan-Kota Padang.
Gempa tektonik dan kobaran api boleh merobah pancaran pesona “Padang Kota Lama”, namun gempa dan kobaran api jangan sampai memporak-porandakan tekad Pemerintah Kota Padang untuk tetap melestarikan kawasan ini. (Rangga EK Fadil)