JAKARTA, RELASIPUBLIK – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis melihat ada unsur kesalahan besar dalam pelaksanaan Verifikasi Faktual oleh KPU Sumbar. Dua kesalahan besar tersebut terletak pada adanya Form BA 5.1-KWK dan menjadikan dukungan di nagari pemekaran Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena tidak bisa ditemui oleh PPS.
“Apa yang mereka lakukan itu salah. Malah salah besar dengan menjadikan dukungan hasil dari nagari (Desa-red) TMS karena PPS tidak bisa menemui pendukung dan menerbitkan satu form yang tidak ada aturan dalam PKPU,” sebut Margarito Kamis kepada wartawan melalui seluler, Selasa (4/8/2020).
Dijabarkan Margarito, KPU didaerah harus berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh KPU RI. Termasuk soal administrasi.
“Form BA 5.1-KWK itu salah. KPU di daerah tidak boleh mengurangi atau menambahkan administrasi pilkada. Semua yang dilakukan oleh KPU didaerah harus sesuatu dengan PKPU yang sudah dibuat oleh KPU RI di Jakarta. KPU RI yang menderivasinya. Jika ada unsur penambahan Administrasi pilkada seperti Form BA 5.1-KWK dan tidak ada dalam PKPU, itu salah,” katanya.
Menurut Margarito, andaikan jika ada persetujuan KPU RI untuk melegalkan Form BA 5.1-KWK yang dikantongi oleh KPU Sumbar, hal tersebut tetap dinilai salah.
“Jika ada KPU RI memberikan restu untuk KPU Sumbar menerbitkan Form BA 5.1-KWK, berarti KPU RI juga ikut-ikutan salah. Secara administrasi tata negara, memang bisa saja. Tapi secara hukum tata negara, ini sudah salah Karena secara materilnya tidak ada. Apalagi, KPU RI bukan badan hukum yang melegalkan sebuah aturan. Restu, suara ataupun sikap dari KPU RI tidak bisa dijadikan dasar untuk menambah administrasi pilkada yang tidak ada dalam PKPU,” ungkapnya.
Kemudian, soal adanya keterbatasan PPS yang tidak bisa menemui pendukung akibat pemekaran nagari yang berujung pada TMS, hal tersebut dianggap Margarito juga salah. Baginya, jika PPS tidak bisa menemui pendukung karena aturan zona, hal tersebut adalah kekeliruan besar.
“Bukan terletak pada zona atau wilayah kerja PPS. Tapi karena di satu nagari pemekaran, ada penduduk. Ada rakyat yang memiliki hak untuk mendukung. Kemudian KPU tidak mendatangi mereka dan menyerap dukungan mereka. Hal itu jelas-jelas salah. Ini bisa menjadikan pandangan masyarakat bahwa KPU Sumbar telah menghilangkan hak demokrasi rakyat,” kata Margarito.
Margarito menyarankan agar KPU Sumbar agar membatalkan keputusan TMS untuk dukungan yang tidak ditemui karena pemekaran.
“Untuk dukungan yang berada di nagari pemekaran yang tidak bisa dijangkau PPS dan kemudian dijadikan TMS, KPU Sumbar harus membatalkan keputusan tersebut. Ini bisa bahaya dan merugikan sendiri bagi KPU Sumbar. Saran saya seperti itu. Untuk KPU Sumbar, berjalanlah dengan mekanisme yang sudah ditetapkan PKPU dan sesuai aturan. Jujurlah berbuat dan menjalankan instansi negara ini,” tutupnya. (***)