Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
HUKUM & KRIMINAL

Mantan Kasubag PPA Kesbang Pol Banggai Ajukan Banding Administratif ke Bupati

552
×

Mantan Kasubag PPA Kesbang Pol Banggai Ajukan Banding Administratif ke Bupati

Sebarkan artikel ini
Ir. H. Amirudin Tamoreka , Bupati Kabupaten Banggai, Provinsi Sulteng (Istimewa)

SULTENG,RELASIPUBLIK.COM– H.Abdul Sakkar,S.Ag.,MA, mantan Kasubag Perencanaan Program dan Anggaran di Kesbang Pol Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) akhirnya mengajukan “Banding Atministratif” atas surat Pembebasan Jabatan (mutasi) oleh Bupati baru Kabupaten Banggai, Ir. H. Amirudin Tamoreka yang baru dilantik 8 Juni 2021 atau dua bulan lalu.

Hal itu dilakukan atas dasar Surat Keputusan Bupati Banggai Nomor : 800/692/BKPSDM tentang pembebasan dari Jabatan atas nama dirinya.

Abdul Sakkar,S.Ag.,MA adalah seorang Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan IV/A dengan jabatan Kepala Sub Bagian (Subag) Perencanaan Program Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Banggai dengan jabatan baru yakni Pelaksana pada Bagian Kerjasama Sekretariat Kabupaten Banggai per tanggal 27 Juli 2021.

“Bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 BAB I Pasal 1 ayat 6, maaka dengan ini kami selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dareha Kabupaten Banggai mengajukan upaya administrasif berupa Keberatan atau banding administratif kepada Bupati Kabupaten Banggai,”tulis Abdul Sakkar dalam copy surat mutasi yang diterima redaksi hari ini.

Menurutnya, pada poin dua, Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.53 Tahun 2010 BAB II Tentang Kewajiban dan Larangan Pasal 3 ayat 1 sampai 17.

Sedangkan poin ketiga, bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.53 Tahun 2010 BAB III, Tentang Hukum dan Disiplin Pasal 7 ayat 1 poin a tentang hukuman disiplin ringan terdiri dari yang terdiri dari tiga poin.

Pertama, Teguran Lisan, poin dua, Teguran Tertulis dan poin tiga Pernyataan tidak puas secara tertulis.
Surat bandimg administratif tersebut ditembukan kepada Komisioner KASN di Jakarta (1), Kepala BKN Wilayah IV di Makasar (2), Gubernur Sulteng di Palu (3), dan Arsip.

Abdul Sakkar pun membeberkan kronologis peristiwa yang dialaminya. Bahkan dirinya menilai SK Mutasi tersebut sebagai suatau fitnah,karena dirinya merasa tidak melakukan kesalahan yang fatal sehingga langsung dikeluarkan SK mutasi oleh Bupati Amirudin yang baru 2 bulan dilantik telah melakukan kekeliruan fatal.
Bupati, kata Sakkar, harusnya mempelajarinya dengan teliti tentang peraturan Kewajiban dan Larangan Pasal 3 ayat 1 sampai 17.

“Saya difitnah/dituduh memprovokasi Jema’ah Mesjid Agung An Nur Luwuk,Banggai (Menentang kebijakan) oleh Bupati Banggai yang baru,” sesal Abdul Sakkar.

“Padahal yang melakukan orasi atau berbicara di depan mimbar Mesjid Agung An Nur Luwuk adalah Bapak H.Burhanuddin Mang,selaku Ketua Forum Jema’ah Mesjid Agung An Nur Luwuk,” tepisnya.

Adapun alasannya, tidak setujuh dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Baru yang menggantikan /memecat beberapa imam-imam Mesjid Agung dan Pengurus lama.

Sebelumnya H.Abdul Sakkar diundang tanggal 21 Juli 2021 untuk di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sidang Kode Etik di Kantor Bupati Kabupaten Banggai.

“Sidang kode etik ini tanpa melalui pembinaan awal sebagai PNS, baik secara lisan maupun tertulis. Selanjutnya saya menerima SK Non-job tanggal 27 Juli 2021. Dan Surat Keputusan Penempatan yang baru tanggal 29 Juli 2021 sebagai Staf di Sekretariat Kantor Bupati Banggai,” kisah H. Sakkar dalam keterangan melalui rekaman voicemail diterima redaksi media ini, Jumat pekan lalu.

Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka tingkat dan jenis hukuman disiplin yang ada di PP 53/ 2010, sebagaimana disebutkan di Pasal 7 PP adalah sebagai berikut:

Adapun, pada Bab III Pasal 7 mengatur sejumlah syarat yang diantaranya sebagai berikut.

Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
1. Hukuman disiplin ringan;
2. Hukuman disiplin sedang; dan
3. Hukuman disiplin berat.

Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
1. Teguran lisan;
2. Teguran tertulis; dan
3. Pernyataan tidak puas secara tertulis.

Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
1. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
2. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
3. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:

1. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
2. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
3. Pembebasan dari jabatan;
4. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
5. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnvian telah mengeluarkan SE (Surat Edaran) yang ditujuhkan kepada Gubernur,Bupati dan Wali Kota perihal aturan dalam melakukan mutasi ASN.

TIto Karnavian menyebut ada tiga syarat Kepala Daerah bisa mutasi ASN dengan aturan yang tegas.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan ada tiga syarat yang membolehkan kepala daerah melakukan mutasi aparatur sipil negara (ASN). Aturan itu ada dalam surat edaran (SE) Mendagri tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada 2020.

“Saya membuat edaran agar tidak melakukan mutasi, kecuali kalau pejabatnya ada yang wafat, melakukan perbuatan pidana sehingga ditangkap dan ditahan atau jabatan itu kosong,” kata Mendagri Tito mengutip Antara, Rabu, 20 Januari 2021.

Mendagri mengatakan SE tersebut dikeluarkan dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pilkada 2020 sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Khususnya, pada Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”

Ia mengatakan mengeluarkan SE tersebut dengan tujuan agar kepala daerah yang mencalonkan diri lagi tidak menyalahgunakan kewenangan mutasi pejabat ASN di Pemda untuk siasat memperoleh suara ASN pada Pilkada.

“Nah itu (kalau SE tidak ada), nanti partai-partai yang bukan petahana (incumbent) komplain ke saya. Yang diuntungkan ya petahana begitu,” kata Tito.

Ditambahkan, setelah selesai penetapan pasangan calon pemenang Pilkada 2020, larangan mutasi ASN oleh kepala daerah juga masih berlaku sama. Hal itu untuk menjaga agar tidak terjadi mutasi terhadap ASN yang sengaja disingkirkan karena tidak menjadi simpatisan kepala daerah terpilih tersebut.

“Sama, tidak boleh melakukan mutasi kecuali tiga hal ini. Wafat, kena pidana atau jabatan itu kosong. Karena apa? Supaya tidak terjadi mutasi-mutasi yang mengganggu stabilitas pemerintahan,” tegasnya.

Ia mengatakan gangguan stabilitas pemerintahan itu bisa terjadi jika mutasi ASN tersebut dilakukan dengan motif-motif tertentu.

“Mumpung masih belum pelantikan, dimutasi semua. Karena untuk janji atau untuk yang lain, kami enggak mengerti. Setelah kemudian pejabat baru masuk, ini dianggap bukan ‘orangnya’, ganti (lagi) semua. Nah itu, akan tidak bagus untuk pemerintahan. Tidak bagus juga untuk karir pegawai (ASN) itu,” kata Tito Karnavian. ** dese lewuk.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *