PADANG, RELASIPUBLIK — Pembinaan olahraga di Indonesia dari hasil kajian para pakar bermasalah dari level paling bawah, yakni fundamental movement skill dan detection. Karena itu guru besar olahraga Universitas Negeri Padang (UNP) Prof Syahrial Bakhtiar mengunjungi Belanda, salah satunya Pusat Pelatihan Olimpiade Belanda (Olympic Training Center) Papendal, yang berlokasi di hutan Veluwe 8 kilometer dari Arnhem.
Prof Syahrial didampingi Risky Syahputra, M.Pd, Arischo Mardiansyah, S.Pd (mahasiswa S2) dan stafnya Afdal Ade Hendrayana, M.Pd, saat Senin (21/10) lalu menginformasikan, suasana di sekitar Hotel de Zeven Heuvelen, Nijmegen terasa dingin. Hembusan angin pada suhu 10OC kian terasa guna melakukan perjalanan dari hotel menuju lokasi Pusat Pelatihan Olimpiade Belanda (Olympic Training Center) Papendal menghabiskan waktu satu jam.
Sesampai dilokasi Olympic Training Center, peserta yang berasal dari berbagai negara yang juga merupakan International Program pertama yang diadakan oleh Prof. Johan Pion dan Tim dari HAN University (Belanda) dan Ghent University (Belgia) terlihat antusias untuk mengikuti materi pada hari pertama.
“Salah satu alasan kerja sama kedua universitas ini adalah dikarenakan sebagian besar tim adalah lulusan dari Ghent University yang kemudian menjadi dosen dan peneliti di HAN University serta bekerja pada Pusat Pelatihan Atlit Elit Negara Belanda,” jelas Syahrial.
Ditambahkannya, rasa antusias peserta semakin terlihat sesaat sampai di Papendal. Bagaimana tidak, pada bulan Maret 2009 Papendal menjadi salah satu dari empat Pusat Olahraga dan Pendidikan Elit di Eropa. Para atlet dapat berlatih, belajar dan tinggal pada satu lokasi. Pada 2013 Arnhem hall dibuka dan menjadi lokasi pelatihan multifungsi. Arnhem hall terdiri dari dua ruang olahraga yang digunakan oleh tim-tim besar Belanda, di antaranya terdapat dua ruang latihan kekuatan, ruang tinju, ruang atletik indoor, sebuah sprint hall, coach area dan sebuah restoran, BMX arena dan track atletik yang sengaja direnovasi sesuai dengan sarana yang akan digunakan pada ajang Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
Saat ini sekitar 550 atlet menggunakan fasilitas Pusat Pelatihan Olimpiade ini dan setiap hari ada 400 atlet yang berlatih. Papendal memiliki hotel olahraga, tempat tinggal atlet muda yang berlatih setiap hari. Banyak organisasi-organisasi olahraga berbasis di Papendal, seperti National Olympic Committee (NOC), National Science Foundation, Klub Sepak Bola Vitesse, Federasi Atletik dan HAN University of Applied Sciences serta terdapat juga sekitar 850 orang yang bekerja di Papendal.
“Setiba di Papendal, kami langsung menuju ke sebuah ruangan di lantai 2. Ruangannya yang besar dengan kapasitas siswa sekitar 40 orangdengan fasilitas yang lebih modern. Di dalam kelas, kami disambut oleh Marcell, seorang jurnalis, guru, konsultan dalam menajemen olahraga,yang telah menerbitkan beberapa buku, materi pertama yang kami terima adalah tentang perkembangan prestasi atlit di berbagai negara,” paparnya lewat pesan whatsAppnya.
Suasana kian menjadi hangat ketika setiap peserta diminta untuk mempresentasikan idola mereka di bidang olahraga. Setiap peserta dengan semangat dan percaya diri menjelaskan sosok idola mereka masing-masing.
“Berbicara tentang atlet di Indonesia, tentunya kita akan ingat dengan beberapa nama atlit legendaries khususnya di bidang Bulu Tangkis, seperti Rudi Hartono, Lim Swie King, Susi Susanti, Taufik Hidayat , Alan Budi kusuma dan beberapa nama lainnya. Sosok inilah yang mewarnai perbincangan ketika peserta dari Indonesia tampil di depan para peserta lainnya,” terangya.
Diungkapknya, tak terasa waktu menunjukkan pukul 12 siang waktu Belanda. Namun, udara dingin tak ubahnya seperti di pagi hari. Dengan posisi Papendal yang berada di tengah-tengah hutan, tiupan angin terasa menusuk hingga ke tulang. Lalu diarahakan menuju sebuah restoran besar tepat berada di tengah-tengah Papendal. Menu yang disediakan tak jauh berbeda dengan apa yang dimakan ketika sarapan di hotel. Suasana kian ramai menjelang pukul 12.30 siang karena semua atlet yang latihan di Papendal menuju restoran untuk makan siang. Dengan corak pakaian dan jaket serba orange yang dipakai para atlit menambah suasana di Negara Kincir Angin kian terasa. Warna inilah yang membangkitkan semangat tim nasional Belanda dalam membela negaranya di kancah olahraga.
“Setelah makan siang, kami menuju ke hall olahraga Papendal. Dalam perjalanan ke sana, kami juga dibawa melihat hall masing-masing tiap cabang olahraga seperti tenis meja, voli, basket dan berbagai arena atletik yang sengaja dibangun untuk menyambut Olimpiade di Jepang pada tahun 2020.
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi tentang SportKompas sebuah alat dan aplikasi baru untuk identifikasi, deteksi dan pengembangan bakat olahraga yang diciptakan oleh Prof. Johan Pion. Dalam aplikasi yang diberi nama SportKompas ini, ada beberapa digital platform yang disediakan untuk mengidentifikasi bakat olahraga anak antara lain SportKompas I Do dan SportKompas I Like.
Dalam SportKompas I Do ada beberapa kategori rangkaian tes yang akan dilakukan seperti Antropometri (tinggi badan, berat badan, tinggi badan ketika duduk); Fleksibilitas (fleksibilitas bahu dan jangkauan); Kekuatan (lompat, push-up, curl-up); Koordinasi (keseimbangan, lompat samping, koordinasi mata tangan); dan Kecepatan (lari). (Agusmardi/Humas UNP)