Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BERITA UTAMABISNISDAERAHTERBARU

Kerupuk Daun Gambir Siguntur Tuo Pessel, Diharapkan Bisa Tembus Pasar Mancanegara

493
×

Kerupuk Daun Gambir Siguntur Tuo Pessel, Diharapkan Bisa Tembus Pasar Mancanegara

Sebarkan artikel ini
Lisda Hendrajoni saat mengunjungi lokasi home industri Kerupuk Daun Gambir di Lubuak Kasai, Kampung Tarandam, Kenagarian Siguntur Tuo, Kecamatan Koto XI Tarusan

 

PAINAN, RELASIPUBLIK – Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), memang sudah terkenal dengan hasil olahan getah Gambirnya yang sangat berkualitas untuk ekspor, khususnya Kecamatan Sutera dan Koto XI Tarusan.

Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga, sejumlah masyarakat khususnya kaum laki-laki rela berbulan-bulan di ladang Gambir, untuk melakoni pekerjaan “Manggampo” (sebutan untuk mengolah daun gambir hingga menjadi getah-red) yang nantinya siap untuk dijual keluar daerah.

Namun, berbeda halnya dengan usaha rumah tangga yang dilakoni sekelompok ibu-ibu di Lubuak Kasai, Kampung Tarandam, Kenagarian Siguntur Tuo, Kecamatan Koto XI Tarusan, Pessel. Di tangan mereka daun gambir diolah menjadi kerupuk yang renyah, sehingga menjadi makanan yang sangat khas sehingga menambah penghasilan masyarakat setempat. Mereka menamakan produk tersebut dengan “Kerupuk Daun Gambir”.

Baru-baru ini, Ketua Kelompok Usaha Kerupuk Daun Gambir Lubuak Kasai Elliza, disambangi sejumlah Wartawan dilokasi, menurutnya ide tersebut muncul ketika sekelompok ibu-ibu rumah tangga di daerah itu, tidak bisa lagi terlibat secara langsung dalam pengolahan getah gambir mengingat cara kerja yang cukup berat.

“Jadi, kami berpikir bagaimana caranya agar ketersedian gambir yang cukup banyak tidak mubazir dan bisa dimanfaatkan oleh ibu-ibu rumah tangga dalam bentuk lain. Dan akhirnya kami sepakat untuk membuat kerupuk dari daun gambir,” sebutnya kepada Wartawan, Minggu (28/1).

Menurutnya, kebiasan masyarakat di kampung mereka, daun gambir selain digunakan sebagai pelengkap untuk memamakan sirih juga berguna untuk obat diare. Untuk itu, tidak ada salahnya jika dijadikan bahan kerupuk sebagai makanan khas dan oleh-oleh Pessel. Sejak lima bulan terakhir, kelompok mereka telah aktif memproduksi kerupuk daun gambir dan dipasarkan untuk warga lokal dengan harga Rp 15 ribu perbungkus dengan berat 2 ons perbungkusnya.

Dijelaskannya, cara pembuatan kerupuk daun gambir juga sangat mudah, cukup dengan menyediakan daun gambir yang masih segar kemudian direbus dan dimasukan dalam adonan yang telah disediakan berupa campuran tepung terigu, bawang putih, cabe merah, ketumbar, setelah itu diaduk dengan rata bersama daun gambir, setelah itu baru dilakukan proses penggorengan.

“Sekarang untuk menambah citra rasa, kami juga tambahkan ikan-ikan kecil dan daun kunyit. Namun, rasa pahit sedikit dari daun gambir tetap ada dan itu sebagai ciri khas pertanda kerupuk tersebut dari daun gambir,” sebutnya.

Lebih lanjut kata dia, saat ini mereka masih terkendala dalam soal pemasaran, kemudian untuk izin usaha baru sebatas izin dari walinagari setempat. Terkait kondisi tersebut, pihaknya juga berharap adanya bantuan lain dari pemerintah daerah untuk kelancaran usaha kerupuk daun gambir tersebut agar berkembang dan bisa dipasarkan hingga keluar daerah.

“Sekarang baru KKI Warsi yang bantu pemasaran, jika mereka ada kegiatan baru pesan produk kami untuk promosi,” sebutnya.

Sementara itu, Ketua TP-PKK Lisda Hendrajoni yang saat itu mengunjungi lokasi, mengaku bangga dan sangat mengapresiasi ide kreatif yang dihasilkan oleh ibu-ibu rumah tangga di Lubuak Kasai, Kampung Tarandam, Kenagarian Siguntur Tuo, Kecamatan Koto XI Tarusan. Di tangan mereka daun gambir berhasil diolah menjadi kerupuk yang sangat renyah, sehingga menjadi makanan yang sangat khas untuk Kabupaten Pesisir Selatan.

“Insha Allah, untuk pemasaran dan promosi akan kita libatkan tim dari Dekranasda. Namun, terkait izin kemasan tentu harus diakui dulu secara resmi. Sebab, saat ini mereka belum mempunyai izin, hanya sebatas di nagari saja. Selain itu, daun gambir setelah diolah menjadi kerupuk, apakah masih berkhasiat untuk obat atau tidak, ini harus kita kaji juga,” sebut Lisda. (Rel/Ks)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *