SUMBAR, RELASI PUBLIK – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) terus berkomitmen dalam mengentaskan kemiskinan di sekitar kawasan hutan melalui Program Perhutanan Sosial. Program ini bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat di kawasan hutan mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP).
Gubernur Mahyeldi Ansharullah menyatakan bahwa Pemprov Sumbar fokus pada pengembangan Perhutanan Sosial dengan target luas pengelolaan hutan seluas lebih dari 700 ribu hektare. Hingga saat ini, program ini telah berhasil mengelola 205 unit dengan luas akses 287 hektare dan memfasilitasi sekitar 175 ribu Kepala Keluarga (KK).
“Capaian ini merupakan kontribusi signifikan Pemprov Sumbar dalam mencapai target Perhutanan Sosial Nasional sebesar 12,7 juta hektare,” kata Mahyeldi pada Selasa (10/9).
Mahyeldi menegaskan bahwa pengelolaan Perhutanan Sosial penting karena sekitar 81 persen masyarakat Sumbar tinggal di sekitar hutan, dengan 57 persen di antaranya bekerja di sektor pertanian, termasuk perhutanan. “Kami serius dalam memberikan perhatian kepada masyarakat agar tidak merusak hutan dengan penebangan atau pembakaran. Tanpa perhatian ini, dampaknya bisa merugikan kawasan hutan kita,” tuturnya.
Menurut data Dinas Kehutanan Sumbar, hingga 2023, kawasan hutan yang mendapatkan izin pengelolaan Perhutanan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencapai 205 unit dengan luas 287.553 hektare. Dari 205 unit izin tersebut, telah terbentuk 618 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang fokus pada potensi usaha di kawasan hutan.
Survei Dinas Kehutanan Sumbar menunjukkan bahwa sekitar 175.892 KK memanfaatkan Program Perhutanan Sosial. Dengan asumsi lima orang per KK, sekitar 877.765 orang menggantungkan hidup pada program ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat mencatat total penduduk 5.757.205 orang pada 2023, sehingga sekitar 15,24 persen masyarakat memanfaatkan program ini. Masih terdapat 212.447 hektare dari alokasi 700.000 hektare yang tersedia untuk izin pengelolaan hutan.
Program Perhutanan Sosial dengan berbagai skema, seperti Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan, memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Contoh sukses dari program ini termasuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) Solok Radjo di Nagari Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Koperasi Produsen & Serba Usaha (KPSU) Solok Radjo, yang didirikan pada 2014, kini telah mengekspor kopi ke Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Korea.
Ketua KPSU dan HKm Solok Radjo, Joni Sandika Putra, menjelaskan bahwa mereka menampung hasil panen kopi dari masyarakat dan berhasil memberikan dampak ekonomi signifikan kepada petani holtikultura di sekitar.
Keberhasilan juga terlihat pada Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Taram, Kabupaten Limapuluh Kota, yang mengelola 800 hektare hutan dengan skema Hutan Nagari sejak 2018. Dari pengelolaan destinasi wisata di kawasan itu, perputaran uang mencapai Rp2 miliar per tahun.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi, melaporkan bahwa pendapatan petani hutan meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Rata-rata pendapatan petani hutan pada 2023 mencapai Rp2.319.511 per bulan, mendekati UMR Sumbar sebesar Rp2,81 juta per bulan.
Program Perhutanan Sosial memberikan harapan bagi masyarakat Sumbar, dengan 850 dari 1.157 nagari di Sumbar berada di sekitar kawasan hutan. Program ini berpotensi besar dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar hutan. (Adpsb)