KAB. SOLOK, RELASI PUBLIK – Tragedi longsor yang terjadi di tambang emas ilegal di Bukik Akok, Nagari Sungai Abu, Kabupaten Solok, menyisakan duka mendalam.
Bencana ini menewaskan 13 orang dan menyebabkan 12 lainnya luka-luka. Para korban yang selamat kini tengah menjalani perawatan di RSUD Arosuka dan RSU Mohammad Natsir, sementara proses evakuasi telah selesai dilakukan.
Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Solok, Akbar Ali, mendesak pemerintah pusat untuk segera menghentikan segala aktivitas di kawasan tersebut, khususnya di hutan lindung yang menjadi lokasi tambang ilegal.
Menurut Akbar, penghentian aktivitas di kawasan tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah dan provinsi hanya bisa mengajukan permintaan penghentian.
“Kami tidak ingin kejadian serupa terulang lagi,” tegas Akbar saat berbicara kepada awak media pada Senin (30/9/24).
Ia menyoroti pentingnya langkah cepat untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak akibat aktivitas tambang yang tidak memiliki izin dan berpotensi menimbulkan bencana.
Akbar juga mengakui adanya dilema di tengah masyarakat. Di satu sisi, tambang tradisional menjadi mata pencaharian bagi sebagian warga, namun di sisi lain, aktivitas ini ilegal dan membahayakan nyawa. Ia menyarankan alternatif solusi, seperti memberdayakan masyarakat untuk menjalankan usaha yang ramah lingkungan, salah satunya dengan pembibitan pohon.
“Kajian mengenai hal ini harus menjadi perhatian dalam APBD 2025,” tambahnya.
Proses evakuasi yang melibatkan TNI-Polri, Basarnas, BPBD, PMI, dan relawan telah selesai. Posko di Sungai Abu tetap dibuka untuk mengantisipasi laporan keluarga yang mungkin masih kehilangan anggotanya.
Pemerintah Kabupaten Solok juga telah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk membebaskan biaya perawatan bagi korban non-BPJS.
Tragedi ini menjadi pengingat pentingnya penanganan tegas terhadap aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan sekaligus mengancam keselamatan warga. (A2)