JAKARTA,RELASIPUBLIK– Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Saleh menyoroti kasus salah seorang calon kepala daerah di Pasaman yang ternyata berstatus mantan terdakwa.
Hal itu disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPU, Bawaslu dan DKPP bersama Komisi II DPR RI di Gedung Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Rahmat menyatakan, bahwa penyelenggaran dinilai tidak mengantisipasi banyak hal yang berkaitan dengan aturan dari awal tahapan Pilkada dimulai, hingga pencoblosan.
“Dinamika Pilkada Serentak ini kita harus evaluasi panjang. Karena banyak hal yang mungkin tidak diantisipasi (oleh penyelenggara) dari awal, menyebabkan Pilkada sekarang itu banyak catatan,” kata Rahmat.
Dari kelalaian dalam berbagai hal dalam pelaksanaan Pilkada yang berdampak turunnya partisipasi pemilih.
“Pilkada serentak ini yang digelar serentak seluruh Indonesia menyebabkan hampir semua instansi terkait dengan persyaratan, kadang-kadang kurang teliti,” katanya.
Salah satunya adalah kasus salah seorang calon kepala daerah di Kabupaten Pasaman.
Awalnya yang bersangkutan dikeluarkan surat keterangan terkait tidak pernah terdakwa dari pengadilan.
“Namun ternyata yang bersangkutan ini pernah terdakwa, setelah selesai proses pencalonan dan dianggap lolos, pengadilan baru sadar yang bersangkutan pernah terdawak. Akhirnya, pengadilan mencabut surat itu, namun pencalonannya sudah ditetapkan menjadi calon, dan dia ikut sekarang, serta dianggap sah,” jelasnya.
Menurutnya dari peristiwa itu, terdapat persoalan yang mengarah ke cacat hukum, karena bertentangan dengan aturan yang ada. “Ini harus diatensi khusus terkait hal ini, mulai dari bawah. Ini salah satu contoh, tentu harus kita evaluasi,” katanya.
Selain itu, Rahmat juga menyoroti masih ada dugaan _Money Politic_ atau politik uang yang terjadi pada Pilkada 2024.
Caranya dengan mengabadikan foto pilihan pemilih di bilik suara. “Salah satu yang menjadi cara politik uang dengan memberikan setengah uangnya dulu, kemudian dibuktikan dengan dokumentasi pilihan di bilik suara,” katanya.
Hal ini juga menjadi kelalaian dari penyelenggara yang tak mempertegas aturan atau penghalangan bagi pemilih untuk membawa ponsel ke bilik suara.
“Tentu dari awal sudah kita ingatkan akan aturan ini. Tapi tak ada protokoler baik dari petugas maupun Linmas TPS yang mencegat pemilih untuk membawa handphone,” jelasnya.
Selain itu juga ada informasi intervensi pada sejumlah daerah bagi ASN untuk mengarahkan pilihannya ke salah satu calon.
“Caranya sama dengan mengabadikan melalui foto. Kemudian juga ada yang dengan coretan pada kertas suara. Tentu ini melanggar aturan yang ada,” tegasnya.
Rahmat pun meminta pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 ini dievaluasi secara menyeluruh. “Tidak bisa kita biarkan saja, harus ada evaluasi menyeluruh dari tingkat paling bawah hingga atas penyelenggara,” tutupnya.
Untuk diketahui, persoalan itu mencuat saat tim kuasa hukum Pasangan Calon Drs.H. Mara Ondak, MM dan Desrizal, SKM., M.Kes Nomor: 01/A/XI/KH-MODE/2024, menyurati KPU Pasaman perihal Klarifikasi Syarat Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pasaman pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
Kisruh dugaan adanya salah satu Paslon peserta Pilkada Pasaman, diduga mantan terpidana penipuan mencuat usai debat kedua Paslon kemarin, Selasa (12/11/2024).
Ketua tim kuasa hukum, Zulfikri, bersama rekan lainnya Ilham Efendi, Hendra Saputra, Afriani, Tagor Raudy, dan A. Rahman Pohan menjelaskan, tidak terbukanya informasi dari Paslon tersebut saat mendaftar dengan status terpidana yang pernah dialaminya, diduga kuat merupakan tindakan cacat hukum.
Maka dari itu melalui tindakan resmi melakukan koordinasi dengan KPU Pasaman tentang perihal ini.
“Bagaimana bisa salah satu paslon ini bisa mendapatkan Sukrat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang bersih, kalaupun memang pernah dipidana, kenapa tidak diumumkan di media massa seperti yang diatur oleh PKPU itu sendiri,” kata Zulkifri saat itu.(ikw)