PAINAN, GP – Bupati Pesisir Selatan, Hendrajoni menilai kerusakan sejumlah hutan bakau (mangrove), di kawasan wisata bahari terpadu (KWBT) Mandeh dilakoni oleh oknum pejabat tinggi daerah kabupaten dan provinsi. Bupati tegas mengatakan akan mengusut tuntas secara hukum yang berlaku.
“Semua ini yang bermain adalah pejabat. Semuanya tak punya izin. Saya heran, mereka seakan menganggap daerah ini seperti negeri tidak bertuan. Saya minta kepada semua pihak untuk mengusut persoalan ini. Mereka yang untung, kita masyarakat yang akan rugi,” tegas Hendrajoni pada kunjungan kedua kalinya, Jumat (7/4).
Pada saat itu, Bupati semangkin meradang, sebab Kawasan Mandeh yang terdapat di kenagarian Sungai Nyalo, kecamatan Koto XI Tarusan, kabupaten Pessel itu, sudah semakin dikuasai oleh sejumlah pejabat tanpa izin.
Bupati menyebutkan, dari sejumlah data yang dikumpulkan, kerusakan yang paling terparah terdapat di Kenagarian Sungai Nyalo Mudiek Aia, di lokasi tersebut kurang lebih 480 meter persegi kawasan hutan bakau (mangrove) sudah dirambah tangan-tangan jahil sejak tahun 2016 lalu.
Sehingga pada akhir (Februari 2017), luas kawasan yang dirambah terus saja bertambah dengan luas kurang lebih 56×15 meter, atau setara dengan 750 meter persegi, dengan total kerusakan mencapai 1.230 meter yang sudah di babat habis.
“Tidak hanya kawasan Bakau saja yang mereka babat, terumbu karang juga diambil untuk pembangunan dermaga pribadi oleh tangan jahil yang tidak bertanggung jawab,” ujar Bupati dengan nada geram.
Sementara itu, seorang tokoh masyarakat setempat yang juga merupakan Wakil Ketua KAN Ampang Pulai, Asrizal Dt. Rajo Nan Sati, berharap pelaku yang terlibat dalam sejumlah kerusakan tersebut harus ditindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sebab, keberadaan hutan bakau (mangrove) dan terumbu karang adalah tempat berkembang biaknya biota yang ada dilaut, serta penangkal daerah dikala bencana (abrasi) melanda.
“Saya perwakilan Ninik Mamak, sangat berharap kepada Bupati agar mengusut tuntas para pelaku ini. Sebab, mereka yang terlibat adalah pejabat besar semua, kalau kami hanya masyarakat kecil tentu tidak akan diacuhkan walaupun sudah sering berkoar-koar,” harapnya saat itu.
Kadis Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu Pessel, Suardi, mengaku pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin apapun terkait pembangunan yang ada di Mandeh saat ini. Kendati demikian, pihaknya akan tetap melakukan pendataan semua bangunan-bangunan yang sudah beridiri secara ilegal tersebut.
“Secepatnya akan kita lakukan cek ulang keseluruhan bangunan yang ada di Mandeh bersama OPD terkait. Termasuk juga Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Satpol PP selaku penegak Perda Pessel,” ungkapnya.
Terkait simpang siur yang saat ini terjadi di Mandeh, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pessel, Dedi Rahmanto menghimbau agar seluruh pihak duduk bersama untuk memperjelas mana saja kawasan hutan lindung, dan mana pula kawasan garapan masyarakat. Selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi untuk menentukan titik kordinat dan pemetaan di kawasan tersebut.
“Wajar kalau hal itu terjadi, karena masyarakat dan kawasan Mandeh sudah berkembang saat ini. Sehingga muncul rasa ingin memiliki disana. Namun, dalam aturannya yang salah tetap salah, kalau memang terbukti ada oknum yang bermain proses saja secara hukum yang berlaku,” tegasnya.
Menurutnya, terkait kawasan hutan (TNKS) yang ada di Mandeh, sangat perlu dilakukan kajian ulang, sehingga persoalan tersebut tidak menjadi polemik dikemudian hari. Sebab, masyarakat pada umumnya sangat menginginkan kawasan (Mandeh) tersebut, terus berkembang tanpa ada persoalan di kemudian hari.
“Program pemberdayaan masyarakat dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar sudah mengajarkan masyarakat kita untuk cerdas, mereka bertanam bibit Durian, Manggis, Matoa (khas Papua), lengkeng, dipinggiran hutan lindung. Jadi mereka sangat menginginkan hutan hijau, dijaga dan dirawat, bukan dibabat untuk kepentingan pribadi. Kalau hal ini terus berlanjut, tentu masyarakat juga yang akan dirugikan,” tegas Dedi.
Ia meminta, kedepannya pengawasan hutan lindung sepenuhnya harus diserahkan kepada Polhut, bukan polisi umum. “Nanti akan kita bahas pada pertemuan berikutnya dengan Pemerintah Daerah,” tutupnya. (fk/*)