SURABAYA, RELASIPUBLIK – Indonesia merupakan daerah rawan bencana, baik gempa maupun banjir.
Sekaitan dengan kesiagaan bencana tersebut, Kepala BNPB pusat merencanakan kunjungi Sumatera Barat pada 6 February mendatang.
Hal tersebut disampaikan lansung kepala BNPB Pusat pada Wakil Gubernur Sumbar, Naarul Abit ketika rapat kirdinasi nasional (RAKORNAS) BNPB-BPBD di Surabaya 3 February 2019.
Adapun arah kepala BNPB Pusat pada waktu Rakornas tersebut mengingatkan kesiagaan seluruh daerah dalam menghadapi bencana.
Masyarakat hidup di lokasi yang rawan bencana dengan adanya patahan-patahan lempeng yang berpotensi menimbulkan gempa.
Selain patahan, dibawah juga ada ring of fire, yang jumlahnya sekitar 127 gunung api aktif, 69 diantaranya terpasang alat deteksi.
Di bagian barat Sumatera, Gunung Sinabung masih meletus dan statusnya masih siaga. Di bagian tengah Sumatera, ada Gunung Kerinci yang juga erupsi. Di Pulau Jawa ada Gunung Merapi yang berdasarkan siklusnya akan meletus setiap lima tahun sekali. Di bagian utara, ada Gunung Soputan dan Karangetang. Di bagian Timur ada tiga, yaitu Gunung Ibu di Halmahera Barat, kemudian Gunung Dukono di Halmahera Timur. Gunungapi aktif ada di bagian barat hingga ke timur dan menimbulkan risiko yang besar untuk Indonesia.
Jika dilihat, semua hal tersebut di atas adalah peristiwa alam yang bisa terjadi dalam kurun waktu tahunan, puluhan tahun, abad, hingga ribuan tahun. Suka atau tidak suka, senang tidak seanang, masyarakat hidup di atas patahan lempeng dan ring of fire.
Semua masyarakat harus tahu. Contoh Palu, terjadi gempa dan tsunami pada 1927, kemudian 1968, berarti periode-nya 40 tahun. Kemudian pada tahun 1970, dan Prof. Katili menyampaikan hasil risetnya, bahwa Kota Palu tidak cocok menjadi Ibu Kota dan kemungkinan kejadian berulang pada tahun 2000-an. Namun, yang terjadi gempa, tsunami, dan likuifaksi pada tahun 2018. Artinya, para pakar sudah mampu memprediksi, sayangnya banyak yang belum percaya.
Selain pakat, Presiden juga sudah mengingatkan bahwa pembangunan ke depan harus mendengarkan para pakar. Mereka ini menjadi tim intelijen, jika bekerja dengan keras untuk Indonesia, maka menjadi pahlawan kemanusiaan karena bisa memberikan prediksi dan informasi yang mampu mengurangi korban jiwa. Sebab, ancaman akan terus ada karena kita hidup di daerah yang rawan bencana.
Selain para pakar, BPBD dan BNPB juga pahlawan kemanusiaan karena menjadi yang pertama turun ke lapangan pada saat bencana,oleh karena itu, BPBD harus semangat, energik, dan senantiasa berlatih untuk menghadapi berbagai peristiwa bencana yang akan terjadi.
Disararan untuk para Bupati/walikotq agar Kepala BPBD jangan dipindahkan dan jika dipindah harus ada rekomendasi dari BNPB.
“Ada lagi hidrometeorologi, pada tahun 2018 terjadi 2.481 kejadian bencana hidrometeorologi (98%). Namun, jika dibandingkan dengan bencana geologi, maka bencana karena faktor hidrometeorologi dampaknya tidak seberapa besar jika dibandingkan bencana karena faktor geologi,” ulasnya.
Ditambahkannya, diharapkan tiap daerah melakukan pemetaan risiko bencana karena tiap daerah berbeda risikonya.Rata-rata yang menderita karena banjir dan longsor sudah diketahui daerahnya, misalnya Jawa Barat, Di daerah ini terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi daerah pertanian atau perkebunan.
Kedepan, peristiwa alam dan hasil perbuatan manusia jika tidak siap akan menimbulkan bencana alam.
“Bagian Selatan Banten dan Jabar mungkin akan mengalami peristiwa yang terjadi ratusan dan ribuan tahun yang lalu. Kenapa Belanda tidak membangun bagian selatan Pulau Jawa? Semua pembangunan berada di bagian utara Pulau Jawa, karena bagian selatan Pulau Jawa berisiko terjadinya bencana alam gempabumi dan tsunami. Pengetahuan seperti ini seyogyanya disampaikan kepada masyarakat,” ulasnya pula.
Ditegaskannua, Pulau Ambon mirip mulut buaya, jika terjadi gempa dan tsunami bisa mencapai 5 hingga 7 meter.
“Jika berkaitan dengan peristiwa alam, maka ke depan apakah kita harus membangun infrastruktur buatan untuk menanggulangi atau dengan mengembalikan fungsi alam?,” tanya ketua BNPB pada peserta.
“Alam bisa menghadapi peristiwa alam. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa alam mampu meredam kejadian bencana seperti di Phuket karena ada cemara udang. Saat ini di Surabaya sudah ditanam Cemara Udang,” terangnya.
Ditambahkanya, Pohon Cemara Udang, Ketapang, Pule, ditambah dengan kearifan lokal akan mampu melindungi generasi yang akan datang dari bencana.
Kehidup saat ini untuk generasi masa depan, perlu upaya dan pelibatan dari semua pihak, termasuk masyarakat karena mereka akan menjaga pohon tersebut sampai dengan nanti tumbuh.
Pada peristiwa banjir dan longsor di Sulsel, media memberikan informasi kepada publik, sehingga walaupun terjadi hujan lebat dan intensitas yang tinggi banyak yang bisa diselamatkan. *Pohon Biti* yang semula menahan tanah dan menjadi bahan baku kapal Phinisi di bagian hulu kini sudah tidak ada lagi, diganti tanaman pangan. Oleh karena itu, maka ke depan penanaman kembali jenis pohon ini menjadi salah satu langkah yang perlu dilakukan.
Bisa menggunakan polybag yang dengan mudah dan jumlah relatif banyak dapat dipindah-pindahkan dan mudah pula ditanam.
Dari peristiwa Banjarnegara, pada tahun 2014 terjadi longsor di Banjarnegara. Kemudian ditanam berbagai tanaman oleh komunitas dan saat ini vegetasi di sana sudah mulai kembali. Semua dapat dilakukan asal ada kerja sama dan semangat terutama oleh para pegiat lingkungan yang perlu digabung dengan pemerintah.
Gubernur adalah Komandan Satgas, kemudian wakilnya adalah Pangdam atau Danrem atau Kapolda, kemudian di bawahnya ada Subsatgas, yaitu para Bupati dan Walikota, kemudian di bawahnya ada Incident Commander dari TNI dan Polri, kemudian dibantu oleh berbagi unsur dari masyarakat. Diharapkan dengan struktur ini, tentara dan polisi yang tidak terdampak bencana akan segera berada di lapangan.
BNPB akan menjalin perkuatan dengan pihak yang mendistribusikan logistik seperti mereka yang mengurus logistik, terigu, beras, dan lainnya.
Semua itu perlu dilatih di tingkat daerah hingga ke RT/RW dan keluarga, termasuk anak sekolah/pekerja, untuk kejadian pada saat jam kerja pada saat jam kantor pada saat malam hari dll perlu dilatihkan dan tiap daerah akan berbeda latihannya tergantung risiko bencana di tempat tersebut.
“Apa pun yang kita lakukan akan kembali kepada alam. Oleh karena itu, jika kita jaga alam, maka alam akan jaga kita,” tegasnya mengakhiri arahan pada rakornas tersebut.(rel/red)