PEKANBARU, RELASI PUBLIK — Salah seorang Tokoh Perantau Minang, Buya H. Afrijon Ponggok menyayangkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumbar dan MUI Kota Payakumbuh yang terang-terangan dengan tendensius menolak kunjungan Safari Dakwah Ustad Abdul Somad (UAS) ke Ranah Minang, tepatnya di Kota Payakumbuh beberapa hari lalu.
Menurut Buya Afrijon, berita penolakan dan penegasan Ketua MUI Sumbar dan Payakumbuh itu viral di berbagai laman medsos. Organisasi ulama ini beralasan UAS mendukung salah satu calon kepala daerah pada Pilkada.
“Penolakan itu sangatlah tidak bijaksana dari Lembaga MUI yang justru tempat berhimpunnya para Ulama di negri ini. Terkesan mengada-ada dan over estimate yang negative terhadap UAS,” ujar Buya Afrijon, yang berada di Pekanbaru saat dihubungi media ini, Selasa, 22 Oktober 2024 via
Dikatakan Buya Afrijon, kalaulah memang dikhawatirkan akan ada muatan politiknya pada ceramah UAS, pihak MUI kan tinggal menghimbau dan mengkomunikasikan saja serta menyarankan pada UAS agar jangan ada muatan politik dalam ceramahnya saat acara.
“Tapi yang terjadi, tanpa komunikasi dengan panitia pelaksana acara dan UAS sendiri, MUI Payakumbuh langsung saja menghakimi langsung kalau UAS akan kampanye dan langsung saja menolak kehadiran Ulama yang akan menyampaikan Ceramah. Apa lagi UAS itu bukanlah anggota MUI Sumbar atau Payakumbuh. MUI jangan sampai salah Kaprah dan salah arah,” ungkap Buya Afrijon yang putra Kota Serambi Mekah, Padang Panjang ini mengingatkan.
Ditambahkan Buya Afrijon, fenomena saat ini, banyak para Ustadz dan ulama yang ikut kampanye termasuk di Sumbar sendiri, kenapa tidak dilarang. Kenapa justru UAS yang kapasitas keulamaannya sudah diakui dunia, justru dilarang.
“Ada apa MUI Sumbar dan MUI Payakumbuh dengan UAS?. Padahal UAS ceramah kan tak pernah bawa nama MUI. Ini MUI kok sudah ‘Tabaliak Sumbu’ Dan justru kita sebagai orang Minang yang mempertanyakan, ada kesan muatan politis praktis dari penolakan MUI itu” tegas Buya Afrijon.
Anehnya lagi, lanjut Buya, UAS bukanlah ASN yang harus netral. Dan lagian, tidak ada Undang Undang Pilkada yang melarang ulama atau ustad mendukung pasangan calon.
“Artis datang untuk bajoget ria di pentas dengan aurat terbuka, justru dibiarkan, tapi Ulama besar datang untuk ceramah malah ditolak. Memang aneh. Katanya demi kenetralan, tapi kok terkesan ada pesanan kelompok tertentu yang diakomodir MUI,” ucap Buya Afrijon.
Sementara itu, Ketua MUI Payakumbuh, Erman Ali seperti dikutip di berbagai media mengakui adanya larangan UAS melakukan tabligh akbar. Penolakan itu karena ada mendukung satu calon dari beberapa calon (Pilkada) yang ada di Payakumbuh.
“Saya Erman Ali, Ketua MUI Payakumbuh menyatakan bahwa penolakan terhadap kehadiran UAS sebagai penceramah tabligh akbar di Kota Payakumbuh. karena dinilai adanya unsur politik praktis di dalamnya,” ucapnya.
Fakhri Emil Habib Lc, MH Tuangku Rajo Basa, selaku Ketua panitia acara tabligh akbar serta peletakan batu pertama markaz al Husam di komplek Masjid al-Mubarok Tiakar, Payakumbuh, menjelaskan bahwa panitia menghadirkan UAS, karena merasa perlu menyampaikan beberapa hal.
“Al-Husam Littafaqquh Fiddin merupakan lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, bebas dari unsur politik maupun bisnis.
Maka untuk melaksanakan kegiatan ini pun, perlu kami berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait baik pemerintah, polisi, masyarakat, maupun MUI. Karena itu kami mengirim surat permohonan izin kepada MUI pada Selasa (15/10/2024) lalu,” tulis Fakhri Emil.
Saat itu, lanjutnya, pihak MUI menyampaikan bahwa MUI tak perlu mengeluarkan izin, Acara tetap dapat dilaksanakan tanpa surat rekomendasi dari MUI.
Namun pada Rabu malam (16/10/2024), Fakhri mendapati bahwa MUI mengeluarkan surat yang berisi penolakan kegiatan tabligh akbar bersama UAS, hanya dengan alasan yang berdasarkan dugaan-dugaan tanpa tabayyun kepada panitia kegiatan. Kemudian, pada Kamis (17/10/2024) siang, beredar kembali video ketua MUI Payakumbuh.
Menurut Fakhri, UAS berhak memberikan dukungan kepada siapapun, dimanapun, sesuai dengan ijtihad politik yang dia lakukan. Termasuk berkampanye, karena itu hak pribadinya sebagai warga negara selama mengikuti aturan yang berlaku.
“Acara yang diselenggarakan al-Husam tidak memiliki tendensi politik, murni demi khidmah ilmu. Acara itu dilaksanakan di masjid, yang juga tidak memungkinkan diadakan kegiatan kampanye secara terbuka. Hanya saja, MUI Payakumbuh tidak melakukan tabayyun dengan panitia acara. Padahal, awalnya terkesan mengizinkan. Namun tiba-tiba saja beredar surat penolakan yang dikeluarkan hanya atas dasar dugaan. Ini yang kami sayangkan sebab surat yang sebenarnya bisa dikirim langsung kepada panitia namun malah dikirim ke publik,” pungkas Fakhri. (ms/ald)