Relasipublik.com PAINAN – Kapolres Pessel AKBP Ferry Herlambang, SIK menegaskan, sebanyak 12 orang Jemaah Pondok Pesantren, Darul Hijrah, yang diamankan jajaran Polres Pessel, di Masjid Quba, Koto Panjang, Kenagarian Barung-barung Balantai, Kecamatan Koto XI Tarusan, tidak ada berkaitan dengan aksi pembakaran Mapolres Dhamasraya, pada Minggu (12/11) lalu.
“Setelah kita lakukan identifikasi sejumlah barang bukti bersama anggota INAFIS Polda Sumbar. Maka kita pastikan mereka ini murni Jamaah Tabligh yang menjalankan dakwah, tidak ada kaitannya dengan aksi pembakaran Mapolres di Dhamasraya,” sebut Kapolres, saat menggelar jumpa Pers dengan sejumlah awak Media di Painan. Selasa (14/11).
Kendati demikian, pihaknya tetap akan melakukan pengawasan penuh terhadap kedatangan sejumlah orang asing ke daerah itu. Hal itu, sekaitan dengan dugaan aksi terorisme yang terjadi pasca pembakaran Mapolres Dhamasraya beberapa waktu lalu. Sehingga kepada seluruh jajaran diminta agar lebih mengoptimalkan pengawasan, mulai dari tingkat bawah dan saling berkordinasi.
“Kita berharap masyarakat tetap waspada dan segera melaporkan kepetugas terdekat, jika menemukan gerakan yang mencurigakan terhadap sekelompok orang asing. Hal itu guna mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal diluar batas kewajaran,” imbau Kapolres.
Sementara itu, Kasi INAFIS Ditreskrimkum Polda Sumbar, Kompol Zul Waqmi, mengatakan, pihaknya sudah melakukan identifikasi sidik jari dengan aplikasi AK23 yang berhubungan langsung dengan e-KTP. Sebanyak 12 orang Jemaah Pondok Pesantren, Darul Hijrah, dipastikan tidak ada terkontaminasi dengan hal-hal yang berkaitan dengan kriminal atau terorisme.
“Dalam artian kita tak sekadar mencari-cari kesalahan mereka. Namun, lebih kepada pemantauan pergerakan sekelompok orang asing dilapangan. Dan beliau ini murni tidak melakukan hal itu, mereka semua dalam keadaan normal dan tidak ada misi terselubung,” jelasnya.
Terkait hal itu, pihaknya juga menghimbau agar senantiasa selalu menjunjung tinggi pedoman Kebhinekaan. Sebab, ragam konflik beraroma SARA dapat berpotensi memecah belah persatuan bangsa Indonesia, sehingga bisa bernasib sama dengan negara-negara di Timur Tengah yang dirongrong kehancuran akibat perang.
“Sesuai intruksi Kapolri, seluruh jajaran tentu tak tinggal diam untuk mengawal nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yang sejak zaman dulu sudah jelas mempererat kesatuan dan persatuan Bangsa. Kita dari dulu hidup saling rukun, damai, dan toleransi. Dan hal ini mesti dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari,” ajaknya.
Menurutnya, Negara Indonesia memiliki ideologi Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta berlandaskan hukum UUD 1945. Sehingga merajut kepada ideologi Pancasila adalah hal yang sangat penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Mari kita jaga Kebhinnekaan. Jangan sampai Indonesia terpecah belah. Kami (Polri) tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga ketahanan NKRI,” tegasnya.
Sementara itu, Firman Yuhendra Eka Putra (40), selaku kepala rombongan jemaah Tabligh Masjid Al-Munawarrah, Berok, Padang, mengatakan, ia hanya menjalankan dakwah ke Pesisir Selatan untuk menjalin hubungan silaturahmi sesama umat muslim di Pessel.
“Terkait dengan adanya anak dibawah umur yang ikut dalam kegiatan ini, itu merupakan Santriwan dari Pondok Pesantren Darul Hijrah dan mereka telah mendapat persetujuan dan izin dari orangtua masing-masing untuk mengikuti kegiatan dakwah ini,” terangnya.
Ia membantah jika penemuan sejumlah anak panah dan busur tersebut, dikaitkan dengan aksi terorisme pasca pembakaran Mapolres Dhamasraya. Sebab, memanah adalah olahraga yang sangat disenangi pada zaman Rasulullah SAW.
“Pada zaman Nabi, ada tiga olahraga yang sangat beliau senangi, yakni Berkuda, Berenang dan Memanah. Dan memanah termasuk salah satu hobi saya, tidak termasuk dalam kegiatan dakwah ini. Jika ini yang menyebabkan timbulnya kecurigaan, maka secara pribadi akan saya serahkan kepihak kepolisian tanpa diminta,” ungkapnya.
Ketika ditanya terkait aksi pembakaran di Mapolres Dhamasraya, ia mengatakan tidak mengetahui aksi tersebut. Sebab, selama melakukan dakwah, pihaknya tidak mengikuti perkembangan informasi, baik di media sosial maupun surat kabar.
“Jika benar kami ada misi terselubung, tentu kami melakukan dakwah secara diam-diam. Buktinya kami secara terang-terangan dan mengajak seluruh masyarakat dari pintu ke pintu untuk berbuat kebaikan serta mendengar ceramah ke Masjid,” tutupnya.
Pantauan dilapangan, sebanyak 12 orang jemaah Pondok Pesantren, Darul Hijrah, yang diamankan saat itu, akhirnya dilepaskan kembali dan mereka tetap melakukan Dakwah di Pessel selama 20 hari dan mendapat pengawasan jajaran Polres Pessel. (Ok/RP)