PAINAN — Sambut perantau pulang basamo di hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah, masyarakat Nagari Ampuan Lumpo, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) selenggarakan tradisi malamang se kampung.
Kegiatan yang digelar lokasi pembangunan Masjid Raya Amalur Rahman Kampung Pasa Ampuan Lumpo Kamis (20/4) itu, diikuti oleh puluhan masyarakat dari semua kampung di nagari itu.
Hadir dalam kesempatan itu Wali Nagari Ampuan Lumpo, Syahrial, tokoh masyarakat, Kenagarian Lumpo, Mardinas N Syair, Suherman, Irwansyah Datuak Mudo, para ninik mamak, alim ulama, dan bundo kanduang se Kenagarian Ampuan Lumpo.
Tokoh masyarakat Kenagarian Lumpo, Mardinas N Syair, ketika ditanya Padang Ekspres, mengatakan bahwa malamang setiap memasuki Hari Raya Idul Fitri, dan hari besar Islam lainnya sudah menjadi tradisi oleh masyarakat di kenagarian itu dari sejak lama.
“Tradisi malamang ini juga dilakukan oleh.masyarakat memasuki Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah tahun ini. Namun di hari raya tahun ini dilakukan bersama secara serentak di sini, karena juga bertujuan menyambut para perantau yang pulang kampung dari berbagai daerah,” katanya.
Dijelaskan juga tradisi malamang basamo sebagaimana dilakukan itu merupakan yang pertama digelar di nagari itu.
“Ini kita lakukan juga berkaitan dengan telah dimulainya pembangunan Masjid Raya Amalur Rahman, Ampuan Lumpo. Sehingga para perantau dan masyarakat pada puasa terakhir melakukan buka bersama di lokasi pembangunan masjid ini. Nanti makanan tradisional lamang yang terbuat dari beras ketan dengan menggunakan bambu sebagai media untuk memasak ini akan kita sajikan sebagai menu utama,” ujarnya.
Suherman, tokoh masyarakat lainnya yang juga hadir pada kegiatan malamang se kampung itu juga mengatakan bahwa tradisi malamang setiap akan memasuki hari raya dan hari besar Islam lainnya sudah mulai hilang di masyarakat, termasuk juga di nagari itu.
“Agar tradisi malamang ini kembali bangkit sebagaimana dahulunya, sehingga tradisi malamang basamo ini akan kita gelar setiap tahunnya di nagari ini nantinya,” jelas Suherman pula.
Dia mengakui bahwa saat ini di daerah itu, termasuk juga di Nagari Ampuan Lumpo sebagian besar generasi muda tidak lagi bisa memasak makanan tradisional lamang.
“Dengan digelarnya memasak lamang se kampuang ini, maka para generasi muda atau para milenial kembali mengenal dan tahu cara memasak makanan tradisional khas masyarakat Minangkabau ini, terutama sekali di nagari ini,” ucapnya.
Dari itu dia berharap agar tradisi malamang se kampuang yang dimulai perdana tahun ini bisa terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.
“Sebab masakan tradisional dengan menggunakan bambu sebagai media utama untuk memasak ini, merupakan kebanggaan masyarakat kita dari sejak dahulu. Jadi harus tetap kita lestarikan sepanjang masa,” harapnya.
Asmanidar 62, salah seorang ibu-ibu yang ikut memasak lamang di lokasi itu ketika ditanya Padang Ekspres menjelaskan bahwa ada empat jenis lamang yang dimasak oleh masyarakat setiap memasuki Hari Raya Idul Fitri di nagari itu, termasuk juga pada kegiatan memasak lamang se kampuang tersebut.
“Ada empat jenis lamang yang dimasak untuk disuguhkan setiap hari Raya Idul Fitri di nagari ini terhadap tamu. Diantaranya, lamang ketan hitam, ketan putih, lamang tapai, dan lamang pisang,” jelas.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat lamang itu diantaranya, bambu sebagai media untuk memasak, beras ketan putih dan hitam, pisang dan daun pisang, serta juga santan kelapa.
“Untuk memasak lamang ini menghabiskan waktu hingga mencapai lima jam. Tujuannya agar tekstur masakan benar-benar meresap hingga sempurna dan tidak mudah basi, atau bisa tahan hingga dua minggu tanpa memakai bahan pengawet,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa para emak-emak yang mengikuti kegiatan memasak lamang se kampung itu diikuti oleh puluhan peserta dari tiga kampung yang ada di nagari itu.
“Diantaranya, Kampung, Pasa, Kampung Ampuan, Rimbo Laweh,” timpalnya. (ys)