JAKARTA,RELASIPUBLIK — Anggota Komisi VI DPR RI, Hj. Nevi Zuairina sesuai dengan RDP Komisi VI DPR RI dengan BUMN Farmasi, menyepakati agar harga PCR dan antigen ditekan hingga serendah mungkin sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Nevi berpendapat, bahwa dengan keterjangkauan harga hingga masyarakat yang merasa tidak ada beban dalam menjalankan PCR atau antigen, akan dapat menggerakkan aktivitas ekonomi dibidang transportasi, akomodasi dan pariwisata. Untuk itu, lanjutnya, BUMN farmasi dan pemerintah mesti lengkap data kebutuhan riil jumlah vaksin sesuai dengan wilayah masing-masing di seluruh Indonesia.
“Kebijakan penurunan tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction) harus benar-benar diterapkan di semua daerah. Jangan sampai ada yang masih memanfaatkan adanya wabah COVID-19 untuk memperkaya diri dan golongannya dengan memasang tarif tinggi untuk pemeriksaan RT-PCR, karena hal itu bisa mempersulit rakyat dan menghambat proses penanganan wabah COVID-19 di Indonesia”, tukas Nevi.
Nevi merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR telah disepakati batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR diturunkan menjadi Rp275 ribu untuk daerah Pulau Jawa dan Bali, dan sebesar Rp300 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali. Sebelumnya tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR adalah sebesar Rp495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali, dan Rp525 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali.
Namun, Politisi PKS ini menganggap bahwa biaya test PCR antara Rp275 ribu hingga sebesar Rp300 ribu akan masih dirasa sanagat mahal oleh beberapa kalangan masyarakat. Sebagai perbandingan, Australia hanya perlu membayar untuk jasa dokter umum, tapi tesnya sendiri tidak dipungut biaya atau gratis. Di New Zealand juga gratis. Hal tersebut diketahui dari situs covid19.govt.nz, di mana tes Covid-19 yang gratis juga berlaku bukan hanya untuk warga negaranya.
Nevi melanjutkan, di India, harga tes Covid-19 jauh lebih murah dari Indonesia. Mengutip India Today, pemerintah kota Delhi menetapkan harga PCR di India sebesar 500 rupee atau senilai Rp 96.000. Begitu juga di Hongkong, harga tes PCR juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia.
“Saya meminta, PCR di Indonesia harus semurah mungkin, sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Untuk di Indonesia, seharusnya PCR ini dibawah 200 ribu rupiah. Biaya produksi bahan baku, biaya operasional, biaya distribusi, royalti, termasuk keuntungan semestinya dapat ditekan karena harga publis diluar PPN hanya Rp. 90.000, -. Bahkan, Penekanan kebutuhan fasilitas kesehatan masyarakat ini sudah di support dari APBN yang dapat merujuk regulasi PP No.80 Tahun 2020 tentang PMN”, katanya.
Diketahui, bahwa PP No.80 Tahun 2020 tentang PMN untuk Biofarma yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Desember 2020 akhirnya Biofarma disebut mendapatkan PMN tahun 2020. PMN yang berasal dari anggaran di Program Pemulihan Ekonmomi Nasional (PEN) 2020 ini diperoleh Biofarma sebesar Rp 2 Triliun, untuk keperluan membangun fasilitas pembuatan obat dan vaksin, serta pengembangan sarana prasaran pelayanan kesehatan.
Legislator asal Sumatera Barat II ini juga mendesak BUMN farmasi untuk dapat segera mengantisipasi gelombang ke tiga Pandemi covid 19 ini. Obat-obatan mesti dapat tersedia termasuk vitamin dan juga seluruh kebutuhan medis lainnya dalam mengantisipasi lonjakan covid yang diprediksi akan memasuki gelombang ketiga. Antisipasi ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kelangkaan seperti pada waktu sebelumnya ketika glombang pertama dan kedua covid terjadi.
Nevi mengatakan, pada kesepakatan rapat dengan BUMN Farmasi, Komisi VI mendesak agar perusahaan plat merah dibidang kesehatan ini dapat memasifkan vaksin secara gratis dan menggalakkan program gerai PCR di seluruh jaringan apotik dan klinik untuk mempercepat program vaksinasi nasional dan menuntaskan Pandemi Covid – 19.
“Saya berharap, ketika PCR ini sudah sangat murah, akan segera memulihkan usaha penerbangan dan pariwisata. Bahkan seperti di negara luar, bagi warga yang sudah vaksin, mestinya tidak perlu lagi untuk melakukan test dalam seluruh aktivitasnya”, tutup Nevi Zuairina.(A-416)